Obat Gue!

1290 Words
Seakan dunia menjadi terbalik, Kelvin yang sudah diusir oleh ayahnya sendiri harus pergi meninggalkan rumah dengan keadaan yang sangat buruk. Tak ada lagi fasilitas-fasilitas mewah yang biasanya digunakan olehnya. Untung saja, Pak Karto memberikan Kelvin beberapa lembar uang. Ia juga menyelipkan nomor ponsel jika Kelvin membutuhkan bantuan dirinya. Meskipun tidak terlalu dekat, tetapi Kelvin tahu bahwa Pak Karto tulus pada dirinya. Kelvin yang berjalan sambil menyeret sebuah koper menyusuri jalanan kaki lima, dimana banyak sekali orang-orang berada disana, akan tetapi tidak ada yang perduli dengan sesosok anak muda berjalan sempoyongan dan ada beberapa luka lebam dimukanya. Itulah yang di lakukan oleh dia dulu. Dia tak pernah perduli dengan keadaan sekitarnya, dia hanya memikirkan kesenangannya belaka. Sekarang keadaan itu berbalik. Tak ada yang perduli dengan keadaan dia. Kelvin hanya menggerutu sepanjang jalan, sambil menggempalkan tangannya. Rasa kesal masih menyelimuti dirinya. Dia tak terima dengan apa yang terjadi saat ini, tak pernah terfikirkan hal buruk demikian terjadi padanya. Kelvin terus berjalan tanpa arah tujuan. Hari semakin gelap, jalanan pun mulai sepi. Dia berjalan menelusuri lorong-lorong pertokoan yang sudah mulai tutup itu. Tidak ada sedikitpun keinginannya untuk memutar balik badan dan kembali kerumah, dia tau betul watak ayahnya seperti apa. Tidak mungkin ayahnya menerimanya lagi kembali kerumah. Kelvin terduduk di depan sebuah pintu pertokoan yang sudah tutup sambil menyandarkan tubuhnya ke pintu toko tersebut. Dia termenung sambil menatap ke sebuah lampu jalan yang sudah tidak terang lagi. Kelvin termenung sangat lama. Hingga dia kembali terbayang peristiwa yang baru saja terjadi. Wajah kemarahan , bahkan tamparan dari ayahnya yang hingga kini masih terasa sakitnya. Ingatan itu tidak mungkin bisa hilang dalam waktu yang lama. Kekesalan Kelvin memuncak karena telah terbayang hal tersebut. Dia memukul tembok toko tersebut berkali-kali dengan tinjunya. Satu persatu rintik air hujan mulai turun, tiba-tiba cuaca bergemuruh dan angin bertiup kencang. Akhirnya Kelvin berfikir harus kemana melangkahkan kakinya malam ini. Pikiran yang cukup kacau membuat dia tidak menemukan solusi apapun selain kembali berjalan tanpa arah. Dia memutuskan untuk mengarah kearah sebuah jalan raya yang cukup besar. Beberapa ratusan meter jalan telah dilalui Kelvin bersama sebuah koper dan ranselnya itu. Dia benar-benar kehabisan akal. Energinya sudah cukup terkuras, pada akhirnya dia memutuskan untuk kembali beristirahat di pinggir jalan raya yang sepi itu. Kelvin merebahkan tubuhnya, dengan tas ransel sebagai alas kepalanya. Kelelahan itu membuat dia memejamkan matanya, dan dalam waktu yang singkat dia tertidur di pinggir jalan raya itu. Di dalam tidurnya, Kelvin dihantarkan kembali pada masa dimana ia masih kecil, tawa canda keluarganya terdengar jelas saat itu. Kelvin melihat sosok muda ayahnya yang begitu menyayangi keluarganya. Saat itu keluarga Kelvin adalah sebuah keluarga sederhana, ayahnya hanya seorang pedagang biasa sebelum menjadi seorang pembisnis kaya raya saat ini. Uang telah merubah ayahnya. Uang telah menghancurkan keluarganya. Tiba-tiba saja Kelvin tersentak bangun karena suara knalpot motor yang begitu keras dan cukup banyak. Dia terduduk sambil mengusap-ngusap mata dengan kedua tanganya. Dari kejahuan dia melihat segerombolan motor melwati jalan raya, terlihat sorot cahaya dari motor tersebut semakin membesar dan mendekat. Ada sedikit ketakutan di dadanya karena kondisi yang tidak stabil. Bagaimana jika mereka membunuh dan mengambil barang-barangku? Kelvin panik, akan tetapi rasa lelahnya menahan tubuhnya untuk segera bergerak dan bersembunyi. Kelvin hanya duduk terpaku melihat gerombolan motor itu mendekat. Detak jantungnya semakin meningkat. Dia meraba-raba di sekitaranya untuk mencari sebuah benda yang bisa menolongnya untuk pertahanan diri. Kepanikannya meredah, setelah gerombolan motor itu hanya lewat tanpa melihat dia yang duduk terpaku di tepi jalan itu. Kelvin menghela nafas panjang sambil melihat kearah gerombolan motor itu semakin menjauh. Sialnya tiba-tiba satu motor dari gerombolan itu memutar arah dan berjalan cukup laju kearahnya, Kelvin langsung berdiri dan mengangkat ranselnya. Bersiap untuk melarikan diri. Sesaat ingin melangkahkan kaki, motor itu telah tiba disampingnya. “Woi, lo ngapain tidur dijalan Kelvin !“ teriak pemilik motor Kelvin sungguh terkejut, pengendara motor yang di pikir akan membunuhnya itu memanggil namanya. Dia menoleh kebelakang, matanya tak dapat melihat muka pengendara motor, karena silau dari sorot cahaya motor tersebut. “Gilaaak muka lo haha, lo habis digebukin siapa ? “ Laki-laki itu tertawa dengan sangat nyaring sampai bisa mengganggu pendengaran. Kelvin hanya bisa menahan kekesalan akibat tawa dengan penuh sindiran itu. Terlihatlah sosok laki-laki yang tertawa itu dengan jelas, dia adalah Feri. Kelvin langsung memberikan sumpah serapa dengan sisa-sisa tenaga yang ada. Darah segar masih mengalir dibeberapa titik wajahnya. Feri melihat dengan seksama, perasaannya benar-benar sulit untuk dijelaskan tetapi ia tidak bisa menunjukan rasa itu karena Kelvin paling anti dikasihani.  Feri menangkap banyak sekali bekas lebam di wajah serta badan temannnya itu. "Lo diusir sama Pak Tua?" tebak Feri. Jelas sekali jika sang teman diusir, tas besar ada didekat Kelvin. "Iya, puas lo!" Kelvin merasakan perih disekitaran wajahnya karena terlalu banyak berbicara. "Udah ayo naik, kekos gue aja." Feri tidak ingin membuat temannya itu terlalu banyak bercerita tentang apa yang terjadi untuk sekarang. Yang terpenting Kelvin harus segera diobati agar tidak ada hal yang berbahaya terjadi. Mereka sampai dikos sederhana Feri yang memang sering dijadikan tempat tongkrongan. Feri membawa Kelvin masuk kemudian membantunya untuk dibaringkan. Bagaimana pun seorang Feri dia tetap manusia yang punya hati. Dia termenung dengan kondisi mengenaskan temannya itu. Pak tua yang selalu Feri panggil untuk ayah Kelvin adalah seorang ayah yang paling kejam. Feri tau betul bagaimana kehidupan temannya itu, dari SMA mereka bersama sampai sekarang. Feri adalah saksi bisu bagaimana seorang Kelvin berubah menjadi sosok gila seperti sekarang. Pak tua itu adalah penyebabnya, jika saja dulu mereka perhatian terhadap prestasi-prestasi yang diraih Kelvin maka temannya ini tidak akan menjadi sebrutal ini. Sayangnya, Feri tidak tahu sejak kecil Kelvin menerima segala keburukan dari ayahnya sendiri. Feri kaget dengan kondisi tubuh Kelvin yang bergetar. "Woi lo kenapa?" Feri panik harus melakukan apa disaat sudah dini hari ini. "Gue butuh!!!!" racaunya seperti orang yang mengingin sesuatu. Feri mulai memahami apa yang dibutuhkan oleh temannya itu. Kelvin biasa memakai obat-obat haram apabila pikirannya kacau, Karena selama ini dia memakai obat-obatan haram itu untuk memberikan ketenangan dan kebahagian sementara. "Gue gak punya!" ujar Feri frustasi. Kelvin merasakan semua kesakitan pada tubuhnya. Sesekali dia mengerang, memaki dan berteriak cukup keras seperti orang gila. Feri yang khawatir dengan tindakan Kelvin langsung mengikat kaki dan tangan Kelvin agar tidak bisa bergerak. Feri langsung menelpon temannya yang menjadi pemasok obat-obat haram untuk Kelvin. "Lo dimana? Kelvin perlu obat!" "Gue biasa di klub, ngapain suara lo kayak orang panik gitu. Sini main!" "Gue perlu obat buat Kelvin!" "Hahaha padahal baru minggu lalu dia beli dan mau lagi. Parah teman lo itu ketergantungan," tawa nyaring diseberang telpon membuat Feri menahan amarah. "Ini karena lo, kalau aja lo nggak nawarin dia dulu mungkin dia gak akan kayak gini." "Alah gue cuma pengen membantu teman menghilangkan masalahnya. Seharusnya kalau didunia ini ada penghargaan buat teman yang baik ya guelah. Hahaha..." "Jangan banyak ngomong lo, gue butuh obat itu. Kelvin kesakitan." "Oke gue kasih, tapi duit dulu dong." Feri terdiam untuk sesaat. Dia mulai berpikir tidak ada duit cukup yang sekarang dia miliki untuk mendapatkan obat haram itu. "Gue ngutang dulu. Besok gue bayar. Buruan kasih!" "Enak aja lo, kalau nggak ada duit ya udah biar mati tu si Kelvin. Kalau ada duit lo tinggal datang ke club biasa. Bye..." Sambungan terputus secara sepihak. Feri mengepalkan tangan untuk emosi yang sudah memuncak. Feri kesal, ia menendang tempat sampah yang ada didepanya. Kelvin sudah tidak bisa terkontrol lagi keadaan tubuhnya. Banyak bekas di kaki dan tangannya akibat tali yang mengikat. Wajah pucat, mata merah serta teriakan kesakitan disaksikab oleh Feri. Feri merasakan kesakitan itu juga, dia bingung harus melakukan apa untuk saat ini. "Andai aja lo dengarin gue waktu itu Vin, mungkin lo gak akan kayak gini," lirih Feri tidak sanggup melihat sang teman sehancur sekarang. "Obat gue, sakit!!!" teriakan Kelvin menggema cukup kuat. Bahkan dia sudah meronta-ronta seperti orang gila.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD