15. Pasar.

1224 Words
"Hah!" Entah sudah berapa kali Eileen menghela nafas kasar. Kali ini ia benar-benar di buat emosi. Semua kesenangannya hilang seketika, ia bahkan sengaja memilih pakaian paling sederhana namun pengawalan dari Varold meruntuhkan segala harapannya. "Ini demi kebaikan Anda Mi Lady," Hibur Grace ia sedang berusaha menghilangkan emosi Eileen. "Ini terlalu berlebihan Grace! Bahkan pengawalan Pangeran Jereon pun tidak sebanyak ini!" Ketusnya. Eileen sudah mati-matian agar mereka semua tidak ikut namun, mereka malah mengatakan Eileen hanya bisa pergi jika mereka ikut dan tidak bisa pergi tanpa mereka semua. "Itu karena Pangeran Jereon bisa melindungi dirinya sendiri Nona, jadi pengawalannya tidak terlalu banyak." "Jadi maksudmu aku tidak bisa melindungi diriku sendiri?!" "Bu-bukan begitu maksud saya Nona," Grace tersenyum serba salah, suasana hati Eileen sedang buruk jadi apapun yang ia katakan selalu salah. "Menyebalkan!" Tok! Tok! Tok! "Lady kita sudah sampai," Ucap seorang ksatria dari luar. Eileen melangkah keluar kereta kuda, baru saja ia menginjakkan kaki di tanah, sekarang ia sudah menjadi pusat perhatian. 'Jika begini bagaimana aku bisa berburu roh!!' Ya 3 tahun terakhir ini Eileen belum bisa membuat kontrak dengan roh baru, selama ini selalu ada halangan entah ia tidak bertemu roh yang ingin berkontrak dengannya atau Eileen yang tidak memiliki kesempatan menghampiri roh itu dan sepertinya harapan Eileen melakukan kontrak dengan roh baru lagi-lagi musnah. "Kalian boleh mengikutiku tapi dengan sembunyi-sembunyi," "Tapi Nona...." "Orang-orang akan takut padaku," Manik Heterochromia Eileen menyendu membuat siapapun yang melihatnya menjadi tidak tega. "Baiklah, yang lain akan menyebar tapi ijinkan saya tetap menemani Anda." "Siapa namamu?" "Lovis Nona," "Baiklah kau boleh ikut denganku," Setelahnya seluruh Prajurit, Ksatria dan Penyihir langsung menyebar ke berbagai penjuru. Mereka menyebar, membaur dengan pengunjung lain namun tetap siaga dan mengawasi Nona mereka. "Anda ingin pergi kemana Nona?" "Tidak tahu, aku ingin melihat-lihat dulu." "Baik Nona," Eileen melangkah riang, gadis kecil itu begitu bersemangat menyusuri pasar meski ia harus beberapa kali tertabrak karena tubuhnya yang mungil, tapi ia tidak mempermasalahkan. "Aku ingin ke sana," Ucapnya sambil menunjuk sebuah toko di ujung sana. Toko itu terlihat lebih sepi dari toko lainnya. Ting! Bunyi lonceng menggema saat Eileen membuka pintu, kehadirannya langsung di sambut oleh seorang wanita paruhbaya yang sepertinya pemilik toko ini, "Selamat datang ada yang bisa saya bantu?" "Aku ingin melihat-lihat dulu," "Oh tentu, silahkkan Nona," Eileen mengamani sekeliling, di toko ini terdapat berbagai pernak-pernik yang cukup lengkap. Eileen berjalan menuju rak pena yang terbuat dari bulu merak, sangat cantik disana juga sudah lengkap dengan tintanya . "Hijau, seperti mata kak Kev," Katanya sambil memainkan bulu meraknya. "Benar Nona, sangat cocok untuk Tuan Muda Kevland." Balas Grace. Eileen membawa pena itu menuju kasir, "Madam apa disini ada 1 set alat lukis dan gantungan untuk pedang?" "Ada, akan saya ambilkan," Tak berapa lama pemilik toko itu kembali dengan membawa apa yang Eileen pinta. Eileen meraih gantungan pedang berwarna biru dengan batu giok sebagai bandulnya. "Ini gantungan pasangan?" Pemilik toko mengangguk. "Benar Nona," "Aku beli ini," Setalah Grace menyelesaikan pembayaran merekapun keluar dari toko itu. Eileen mengamati sekitar sudah banyak orang berdatangan. Bangsawan dan rakyat biasa semuanya menyatu hingga tatapannya tertuju pada satu kios. "Kita kesana," Ucap Eileen sambil menunjuk kios yang ia maksud. "Nona Anda yakin? Itu makanan orang biasa," Balas Grace ragu. "Tapi aku lapar!" Tanpa memperdulikan Grace, Eileen menuju kios itu. "Apa ini pentol?" Tanya Eileen ragu. Si penjual menatap Eileen lalu tersenyum, "Ini adalah makanan orang biasa Nona jadi ini tidak memiliki nama," Katanya. Makanan itu berbentuk bulat dan di tusuk dengan kayu lalu di masak dengan cara digoreng. Eileen mengangguk mengerti, "Beri aku satu," "Nona...." "Tenanglah Grace!" Sela Eileen sebelum Grace mengomelinya. "Ini silahkan," "Terimakasih," Eileen mengambilnya dengan senang hati. "Enak!" Serunya riang. Grace dan Lovis yang memperhatikan Eileen hanya meringis melihatnya. "Apa ini daging ayam?" Tanya Eileen. "Benar sekali Nona," "Eileen!" Seru Fred tiba-tiba muncul. Eileen menganguk samar sebagai balasan. "Aku pesan 50 tusuk lagi," "Baik Nona," "Nona untuk apa Anda memesan sebanyak itu?" Protes Grace. "Kalian harus mencobanya aku jamin kalian tidak akan menyesal." Setelah beberapa saat menunggu kini pesanan Eileen sudah selesai. "Ayo kita kembali ke kereta," "Terimakasih Nona, jangan lupa berkunjung kembali," Eileen tersenyum, "Tentu." Sesampainya di kereta kuda satu persatu pengawal Eileen kembali. "Kalian ambil ini, terimakasih sudah menjagaku," "Sudah tugas kami Lady," Lovis mewakili rekannya. "Ayo ambil, ini enak kok," Meski ragu akhirnya mereka mengambil makanan yang Eileen berikan. "Bagaimana?" Tanya Eileen. "Ini sangat enak Nona," "Benar ini enak sekali," "Aku baru tahu ada makanan seperti ini," "Bukankah ini makanan rakyat biasa? Kenapa seenak ini?" Eileen tersenyum mendengar tanggapan mereka,"Aku kesana dulu, ingin membagikan ini." Ujarnya dengan menunjuk tusukan daging ayam yang masih tersisa banyak."Hijau, seperti mata kak Kev," Katanya sambil memainkan bulu meraknya. "Benar Nona, sangat cocok untuk Tuan Muda Kevland." Balas Grace. Eileen membawa pena itu menuju kasir, "Madam apa disini ada 1 set alat lukis dan gantungan untuk pedang?" "Ada, akan saya ambilkan," Tak berapa lama pemilik toko itu kembali dengan membawa apa yang Eileen pinta."Hijau, seperti mata kak Kev," Katanya sambil memainkan bulu meraknya. "Benar Nona, sangat cocok untuk Tuan Muda Kevland." Balas Grace. Eileen membawa pena itu menuju kasir, "Madam apa disini ada 1 set alat lukis dan gantungan untuk pedang?" "Ada, akan saya ambilkan," Tak berapa lama pemilik toko itu kembali dengan membawa apa yang Eileen pinta. "Anda sangat baik Nona, biar kami saja yang membagikannya." "Tidak papa, kalian makan saja lagi pula aku hanya akan membagikan di sekitar sini jadi kalian masih bisa mengawasiku," Semua pengawal Eileen terlihat ragu. "Saya temani Nona," Eileen mengangguk lalu memberikan satu bungkus pada Lovis "Berikan pada yang membutuhkan ya," "Baik Mi Lady," Eileen dan Lovis membagikan daging tusuk itu pada pengemis dan gelandangan. Eileen terus berjalan hingga menuju sebuah gang kecil, tempatnya cukup sepi tapi masih dalam pandangan mata para pengawal Eileen. Semakin mendekati gang itu Eileen merasa hawa semakin dingin hal yang sudah tak asing lagi untuknya. "Hai." Sapanya pada sosok yang tengah terduduk di gang sempit itu. Sosok itu menoleh tatapannya terlihat sendu, "Ada yang bisa aku bantu?" Sosok itu menatap Eileen, "Kau bisa membantuku?" "Aku akan berusaha," Jawab Eileen yakin. Tiba-tiba sosok itu menangis, tangisnya terasa memilukan. "Hiiks! Hiiks! Hiiks! Ibuku sedang sakit aku bekerja keras untuk mengobati penyakit ibuku Hiiks! Hiiks! Lalu aku bertemu orang jahat! Mereka membawaku dan akan menjualku. Aku yang tahu niat mereka berusaha kabur, tapi mereka malah membunuhku... Ibuku... Ibuku pasti menungguku pulang Hiiks! hiiks! Aku bahkan tidak bisa mengobati ibuku." "Aku bisa membatumu," Sosok itu menatap Eileen lekat. "Benarkah?" "Sebelumnya siapa namamu," "Irene. Namaku Irene," "Baiklah Irene, aku akan menyuruh orangku untuk menemui ibumu dan memastikan ibumu akan di obati hingga sembuh tapi sebelum itu maukah kau ikut ke rumahku? Ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan," Irene mengangguk antusias, "Aku mau! Asalkan ibuku diobati aku akan melakukan apapun untukmu," Eileen tersenyum puas. "Baiklah ayo," Eileen melangkah menjauhi gang sempit itu dengan Irene yang melayang mengikutinya. "Hai namaku Fred," Sapa Fred yang tiba-tiba muncul. "Aku Irene," "Senang bertemu denganmu Irene!" Seru Fred bersemangat. "Iya aku juga senang bertemu denganmu," Irene membalas tak kalah semangat. Eileen yang berjalan didepan kedua roh itu hanya memutar bola matanya malas. Biarlah mereka mengakrabkan diri terlebih dahulu. To Be Continued.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD