2. Caitlin

1568 Words
"kau sudah cek? semua steril?" tanya Noah.  Haiden mengangguk "semua aman, penjaga sudah di perketat di sekitar villa" jawab Haiden. "bagus. Kita berangkat sekarang" Noah melangkah keluar mansion dan Haiden mengikutinya di belakang. Mobil mewah sudah terparkir, dengan pintu yang juga sudah terbuka. Noah masuk di kursi belakang. Disusul Haiden di kursi depan, samping sopir. Mobil pertama yang berisi para penjaga mulai bergerak kearah keluar mansion, disusul mobil yang diisi Noah lalu mobil terakhir yang juga berisi penjaga. Seperti bisanya, di akhir pekan, Noah akan pergi ke sebuah villa untuk menenangkan dirinya. Tidak ada pekerjaan, tidak ada wanita penghibur, hanya dia dan ketenangan. "tuan, hasil investigasi  tentang kebakaran sudah keluar. Penyebabnya adalah kesengajaan yang dilakukan oleh penyusup. Dia masuk sebagai pengunjung gedung, lalu masuk ke bagian gudang dan membakar isi gudang hingga api merambat ke bagian lain" jelas Haiden. "sudah kau pastikan bukan karyawan dari salah satu perusahaan yang menyewa gedung?"  "sudah, tuan. Dia datang memang untuk membuat kebakaran. Para penyewa siap menjadi jaminan jika orang tersebut bukanlah karyawan mereka" Noah mengangguk "sudah kau urus orangnya?" "sedang kami cari. Saya sudah menyuruh mereka untuk mendapatkan orang tersebut sebelum pukul dua siang ini" "bagus. Kau urus dia seperti biasa" "baik tuan" Noah menatap keluar jendela, terasa tenang saat mobil melanju dengan kecepatan sedang melewati jalanan sepi. Hidupnya sudah terlalu ramai dengan segala urusan. Kata andai akan selalu muncul saat Noah berpikir tentang hidupnya sekarang. Andai orangtuanya tidak naik pesawat itu. Andai orangtuanya masih hidup, andai dan andai.   Memijat keningnya, tidak jarang Noah ingin melepaskan apa yang dia miliki tapi tidak mungkin karena semua adalah peninggalan kedua orang tuanya. Kecuali perusahaan maskapai penerbangan yang memang dia bangun setelah kedua orang tuanya meninggal. Mobil sudah memasuki area hutan. Dengan pohon-pohon besar yang menjadi pemandangan di kedua sisi jalan. Tidak ada rasa takut, karena sudah terbiasa.  Hingga pintu gerbang besar terbuka dan iring-iringan mobil itu masuk. Mereka sudah tiba di kawasan villa. Noah turun saat pintu dibuka oleh sang sopir. Dia melangkah masuk kedalam villa disusul Haiden yang setia mengikutinya. "selamat datang tuan" para pelayang menunduk memberi hormat kepada sang tuan besar.  Tidak perlu menjawab, Noah terus melangkah menuju kamarnya. Dia butuh istirahat sekarang. "seperti biasa. Jangan ada yang menghubungiku, selain kakek" pesan Noah kepada Haiden. Selama di villa, Noah memang akan mematikan ponselnya dan satu-satunya sumber informasi hanya dari Haiden. Jika Noah bisa menaruh curiga kepada orang yang dia percaya, lain kepada Haiden, Noah percaya jika laki-laki itu tidak akan mengkhianatinya. Noah tahu jika Haiden adalah orang yang tahu balas budi, atau setidaknya Haiden harus banyak bersyukur karena Noah telah menyelamatkannya dulu. Selain itu, Noah memiliki jaminan paling penting dalam hidup Haiden, ibu kandungnya. Haiden, remaja belasan tahun yang dulu Noah temukan sedang sekarat di dekat tong sampah saat Noah sedang mengejar orang yang berusaha membunuhnya. Remaja belasan tahun itu dikeroyok oleh orang-orang yang menjual ibunya untuk dijadikan wanita penghibur. Dia memohon agar Noah membantunya.  Noah membantunya, melepaskan ibu Haiden dan memberi pelajaran kepada orang-orang yang sudah menjual ibunya dan mengeroyok Haiden. Tapi semua itu tentu saja tidak gratis, Noah ingin hidup Haiden, pengabdian Haiden. Haiden tidak menolak, malah langsung setuju. Baginya, Noah adalah penyelamatnya, malaikatnya, meskipun sosok Noah bukanlah malaikat suci dan baik hati.  Noah mengajarkannya banyak hal, termasuk dalam hal beladiri dan juga membunuh. Sedangkan ibunya, kini hidup tenang disebuah pedesaan yang damai dan tentu saja di jaga oleh beberapa orang tanpa pengetahuan ibunya. Sesekali Haiden akan berkunjung untuk melepas rindu. *** Noah mengunyah makan malamnya dengan tenang. Hanya dia sendiri di meja makan itu. Tidak ada yang lain -tidak pernah ada- karena Noah memang tidak membawa wanita manapun ke villa ini. Bagi Noah, villa ini terlalu suci untuk dikunjungi oleh para wanita mur*han itu. Wanita yang selalu siap melebarkan pahanya untuk Noah. Wanita yang rela merendahkan harga dirinya untuk mendapatkan hal yang diinginkan. "tuan, apakah api unggun perlu mulai dinyalakan?" tanya Haiden saat Noah selesai meneguk wine dalam gelasnya. "ya" jawab Noah singkat. Lalu me-lap bibirnya dengan serbet. Makannya sudah selesai. Haiden mengangguk, undur diri untuk menyalakan api unggun di belakang villa. Salah satu kebiasaan Noah adalah laki-laki itu akan betah menatap kobaran api. Dengan baju tidur berbalut mantel, Noah melangkah ke bagian belakang villa. Cahaya api unggun sudah bisa ditangkap oleh matanya. Hangat dan membara. Duduk di kursi yang disediakan, Noah hanya diam dengan mata yang menatap kobaran api. Rasanya menyenangkan melihat api-api itu bergerak tidak beraturan. Terlihat indah, tapi begitu mematikan.  Menghela napas, Noah bangkit dari kursi, melangkah menuju ke arah danau. Bukan sebuah danau buatan untuk mempercantik tempat tersebut. Tapi danau yang memang sudah ada sejak dulu dengan di kelilingi hutan-hutan dan salah satu sudut danau tersebut adalah tempat dimana Noah berada sekarang, tempat villanya.   Haiden dan pengawal lain langsung menjauh dari Noah saat Noah duduk di kursi yang menghadap langsung kearah danau. Disana, Noah benar-benar hanya ingin mendengar suara alam, hewan malam, gesekan kayu dengan pemandangan air danau yang diterangi bulan. Dia ingin merasa sendiri dan tidak ingin mendengar helaan napas manusia yang lain. Hanya dia.  Noah menarik napas, merasakan udara malam yang segar seperti tengah membersihkan dirinya. Terasa begitu menenangkan. Beban-beban yang selalu menggelayutinya sejenak bisa terlepas, meskipun Noah tahu jika itu hanya sementara. Hingga ketenangan tersebut membuat kewaspadaan mereka menurun. Dari sudut sangat gelap, seseorang tengah mengarahkan moncong senjatanya tepat ke kepala Noah.  DOR!!! Tubuh Noah langsung terpental. Bukan karena terkena peluru, tapi karena tubrukan yang sangat kencang. Tubrukan seekor cheetah!. Semua langsung bergerak cepat di redupnya malam. Mengeluarkan senjata mereka dan mengejar orang tersebut, sedangkan Haiden langsung membantu Noah untuk bangun. "jangan!" Noah langsung meminta agar Haiden tidak menembak cheetah tersebut. "dia menolongku" lanjut Noah. Matanya memperhatikan cheetah tersebut. Tergeletak tidak berdaya. "dia terluka" ucap Haiden setelah menyorotkan lampu senter ke kaki si cheetah. "aku akan membawanya" Noah langsung melangkah menedekati cheetah tersebut.  "kita harus mengikat kakinya yang lain. Mencegah dia untuk menyerang" saran Haiden lalu mengeluarkan dasi dari kantong celananya. Dia mengikat kaki cheetah di bagian yang tidak terluka.  "aku yang bawa" Haiden mengangguk, mempersilahkan sang tuan membawanya. Noah langsung mengangkat cheetah tersebut. Melangkah dengan lebar menuju villa.  Beberapa pelayan perempuan menahan jeritan mereka saat sang tuan menggendong seekor hewan buas. "ambilkan aku obat luka" perintah Noah sambil melangkah menuju kamar. Haiden mengangguk. Lalu meminta kotak obat kepada pelayan dan membawanya menuju kamar. "besok kau hubungi dokter hewan" ucap Noah setelah menerima kotak obat yang dimintanya. "baik" Noah langsung mengobati luka dikaki cheetah tersebut. Karena gerakan yang begitu cepat, peluru tidak berhasil bersemayam di kakinya, hanya meleset dan melukainya. Setelah membungkusnya dengan perban, Noah melepas ikatan di kaki cheetah yang sebelumnya dipasang oleh Haiden.  "jangan ada yang masuk kamar ini" tegas Noah lalu keluar kamar. Membiarkan cheetah tersebut sendiri. *** Pagi tiba, Noah memulai harinya dengan sarapan tenang. Tidak ada gangguan telepon seperti permintaannya.  "tuan, semalam Mr. Hans mengirim pesan. Meminta anda segera membawa calon istri anda sebagai hadiah ulang tahun." ucap Haiden setelah dia tahu jika sang tuan sudah menyelesaikan sarapannya. "katakan padanya agar hidup lebih lama jika ingin aku melakukan hal itu" jawab Noah lalu bangkit dari kursinya. Noah melangkah menuju kamar dimana cheetah yang semalam menolongnya berada. "tuan, itu terlalu berbahaya" Haiden mencegah Noah yang akan membuka pintu. "dia terluka, tidak akan bisa menyerang" "tuan butuh ini" Haiden menyerahkan pistol yang dia keluarkan dari sakunya kepada Noah. Noah menerimanya, bukan untuk membunuh cheetah tersebut, hanya berjaga jika cheetah tersebut menyerang, Noah akan melumpuhkan dengan menembak kakinya. Dengan perlahan Noah membuka pintu, saat terbuka sedikit, dia mengintip. Tidak ada barang yang berantakan. Masih terlihat normal, hingga perlahan dia membukanya lebih lebar lagi. Noah melangkah masuk dengan kewaspadaan yang tinggi. Lalu perlahan menutup pintu, membiarkan hanya dirinya didalam kamar. Dengan tangan yang memegang pistol, Noah mengedarkan pandangan ke setiap sudut kamar. Semua benar-benar rapih seperti tidak tersentuh, dan Noah, masih belum menangkap keberadaan cheetah tersebut. Hingga pergerakan selimut diatas tempat tidur membuat Noah langsung menodongkan pistolnya. Matanya melebar karena terkejut. Bukan karena melihat cheetah, tapi dari balik selimut itu muncul kepala manusia dengan rambut panjang yang membelakanginya. Dengan hati-hati Noah melangkah. Tangannya perlahan meraih selimut. Hingga saat selimut ada di genggamannya, Noah menariknya dengan cepat.  "sh*t!" umpat Noah yang melihat sosok itu ternyata wanita dengan tubuh telanjang. Sosok itu menggeliat, lalu matanya perlahan terbuka. Sedangkan Noah hanya diam memperhatikan. Tidak ada niatan sedikitpun untuk menurunkan kewaspadaannya. Terdengar lenguhan, lalu sosok itu bangun dan tersenyum cerah saat matanya bertemu dengan mata Noah. "hai!" sapanya dengan senyum lebar. "apa kau terluka? semalam aku menabrakmu dengan cukup keras" "kau-" "aku Caitlin. Kau berhutang nyawa kepadaku"  Noah langsung menatap kaki wanita yang bernama Caitlin tersebut. Matanya kembali melebar saat melihat wanita yang mengenalkan diri bernama Caitlin itu dililit perban. "kau cheetah yang semalam?!" tanya Noah tidak percaya. Anggap Noah gila karena bertanya hal bodoh dan tidak masuk akal.  "sttt. Itu rahasia kita" Caitlin meletakkan jari telunjuknya di depan bibir. "what the-! sh*t!" Noah mengacak rambutnya. G*la! benar-benar g*ila! sulit dipercaya! "jangan berbohong, kau benar-" Noah menggeram, tangannya langsung memungut selimut yang tadi sempat dia lempar. Tubuh telanjang wanita itu benar-benar membuat Noah salah fokus. "terima kasih, aku memang kedinginan" ucap Caitlin sambil mengeratkan selimut yang di lemparkan Noah. "jadi kau benar-benar seekor cheetah?" Caitlin mengangguk dengan wajah polosnya. "aku benar-benar cheetah yang menolongmu semalam" "jangan berbohong" "aku hanya berbohong kepada ibu dan ayahku tentang aku yang membolos latihan berburu" Noah memijat keningnya "tapi bagaimana bisa?" "tentu saja bisa" jawab Caitlin dengan senyum lebar. Sial! kali ini Noah salah fokus karena senyuman itu! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD