Laki-laki itu menggodaku

1066 Words
Di sebuah pantai yang indah, dengan terik matahari yang menusuk kulit putih mulusnya. Sembari di iringi derasnya ombak yang menghantam daratan. Seorang wanita cantik berjalan menampakkan kakinya di pasir putih dengan nuansa indah pantai membuat dia terkagum. Vina wanita cantik dengan rambut sepunggung miliknya terurai panjang. Berat badan ideal, dengan tinggi 157 cm. Vina berjalan di tepi pantai, dia berduri menarik napasnya dalam-dalam. Merasakan hembusan angin pantai yang menerpa tubuhnya mungil miliknya. "Wanita jangan melamun sendirian. Apalagi keluar sendiri, nanti jika di goda cowok gimana?" suara berat seorang laki-laki yang berjalan menghampirinya itu membuat Vina mengerutkan keningnya, menoleh cepat. Wajahnya terkejur, ke dua mata melebar seakan bola matanya mau keluar dari kerangkanya. "Albert?" gumam Vina tekejut. "Jangan terlalu terkejut. Biasa saja saat melihatku," ucap Albert, mengembangkan bibirnya. "Oo.. Bisa jadi kalau kamu terkejut, karena kamu tidak pernah melihat laki-laki tampan sepertiku," ucap penuh percaya diri, berdiri tepat di samping Vina. Vina melirik tajam, menarik sudut biburnya tipis. "Apa katamu? Tampan? Di lihat dari mana?" pekik Vina. "Memang kenyataannya," Vina terkekeh kecil. "Kenyataan? Kamu tahu gak, walaupun di dunia ini laki-laki tampan hanya kamu. Aku gak bakalan milih kamu, ingat itu!" "Kamu yakin?" tanya Albert mendekatkan tubuhnya, dua langkah lebih dekat. "Bisa jaga jarak gak?" decak Vina, menajamkan matanya. "Apa kamu tidak mau bersama denganku?" "Enggak!" "Kenapa?" "Kamu jelek," ucap Vina tanpa rasa bersalah. Albert memincingkan salah satu matanya. "Apa katamu, jelek?" "Iya, memang kenyataannya." memasang muka mengejek. "Awas ya, jika kamu sampai mengagumiku nantinya. Aku akan buat kamu semakin tak bisa lepas dariku." "Coba saja kalau bisa. Sampai kamu jungkir balik, juga gak bakalan bisa." "Yakin?" "Sangat yakin, kamu hanyalah laki-laki terjelek di mataku." Albert menyentuh mata Vina. "Sepertinya mata kamu sedang bermasalah. Apa perlu kita periksa ke tht?" "Apa lagi demam kamu, mata ke tht. Telinga kamu, tuh. Periksa sana ke tht." cerca Vina, mendorong bahu Albert. "Eh... Itu di bawah kamu ada apa.. Ular.." teriak Albert mencoba mengekspresikan wajah ketakutan. "Wah... Mana.. di mana?" Vina melompat seketika, dia mencengkeram erat pinggang Albert, dengan ke dua kaki melompat-lompat, pandangan tak lepas ke bawah was-was. "Di mana?" "Itu..." Albert menunjuk ke bawah. Tanpa melihat Vina sontak memeluk erat tubuh Albert. "Aaa.... Aku takut.. Tolong aku!!" rengek Vina, seketika membuat Albert tertawa terbahak-bahak. Vija mengerutkan keningnya, wajahnya nampak bingung, seketika ia memutar matanya. "Aa.. Kenapa kamu memelukku?" tempat kesal Vina, mendorong tubuh Albert menjauh darinya. Albert memutar matanya. "Aku memelukmu, ogah!" jawabnya tepat di telinga Vina. "Bilang saja kalau memang kamu sengaja, ngerjain aku." "Memangnya kenapa?" Vina menggeram. "Ih.. Ngeselin banget sih kamu nih..." "Oya. Lebih baik sekarang kamu pergi. Lama-lama muak melihat wajahmu," "Jangan bilang muak, awas nanti kamu bisa jatuh cinta denganku." ucap Albert, mencolek pipi kanan Vina. Vina mengusap pipi kanannya, menghilangkan bekas sentuhan Albert. "Pergi gak?" pinta Vina dengan nada sedikit mengancam. "Memangnya ini pulau punya kamu?" Albert menatap ke arah Vina, ke dua matanya tak lepas dari setiap gerak-gerik tubuh Vina. "Memang pulai ini, punyaku." jelas Vina jutek. Albert memincingkan matanya. "Punya nenek moyang, lo. Ini pulau punya semua orang. Lagian banyak pengunjung di sini. Dan jangan klaim sepihak, nona muda yang bawel." Albert menyentuh bahu kiri Vina dengan telunjuk tanganya. Mendorongnya pelan menjauh darinya. Albert mendekatkan tubuhnya sedikit condong ke depan. "Kamu bisa menikmati hari kamu sendiri, tapi ingat, lah. Jika aku tidak akan melepaskanmu," tegas Albert. Vina terkekeh kecil, memalingkan pandangannya, menatap lautan yang terbentang luas di depannya. "Emang aku siapa kamu?" tagas Vina, mengaamti setiap sudut wajah Albert. "Emm.. Lagian di lihat dari wajah kamu. Kamu itu bukanlah tipeku." Albert tertawa kecil, "Haha...Apa yang kamu katakan? Apa kamu sehat? atau kamu hilang ingatan? Bukanya kamu yang selalu kejar-kejar aku dulu. Kamu pernah ungkapkan kata cinta padaku." Albert menyentuh dahi Vina, memeriksanya. "Jangan sentuh aku. Nanti kamu jatuh cinta," Vina menepis tangan Albert. "Apa jatuh cinta, padamu. Gitu?" tanya Albert menggelengkan kepalanya. "Bukanya kamu yang suka," "Helo... Siapa ya, yang suka dengan kamu." Vina menajamkan pandangan matanya. "Heii... Apa perlu aku bawa kamu ke psikiater?" ejek Albert. "Memangnya aku ganguan jiwa," "Iya," tegas Albert. "Perlu di periksa lagi. Mungkin sudah ganguan jiwa parah," sindirnya. "Kalau aku ganguan jiwa, lebih baik aku pukul kamu. Aku cabik-cabik, remas-remas. Atau aku ikat kamu, pukuli kamu sesuka hati aku." Albert mendekatkan tubuhnya dan berbisik pelan. Dengan tatapan menggoda. "Mau remas yang mana? Yang bawah punyaku?" sontak Vina mendorong tubuh Albert darinya. "Jaga mulut kamu," ancamnya penuh dengan kebencian. "Kalau kamu memang mau, gimana kalau sekarang. Kamu bisa buka sendiri. "Ya, tapi aku akan sunat milik kamu ke dua kalinya. Atau mungkin sampai habis. Atau sampai tidak tersisa." ancam Vina melebarkan matanya. Dengan bibir sedikit menguntup kesal. "Ih... Sadis. Tapi aku maunya kamu pegang," Albert menarik tangan Vina kasar, mengarahkan pada Albert kecil miliknya. Membuat wanita itu merah malu, wajahnya perlahan merah padam, antara malu dan marah. Sentuhan lembut itu seketika memenas, Vina yang sangat emosi mencengkeram erat milik Albert membuat Albert berteriak kesakitan. "Aw----" "Apa kamu gila?" umpat keras Albert. "Kamu yang gila, dasar m***m!" bentak Vina, mengambil tisu basah di dalam tas, mengusapkan pada tangannya yang baru saja menyentuh barang berharga miliknya. "Jangan sesuka kamu bertindak m***m padaku. Aku akan membapas kamu nanti," "Balas dengan sebuah sentuhan hangat. Atau aku akan menyentuh kamu, gimana. Kita sama-sama enak nantinya." goda Albert, mencolok dagu Vina. Vina menggeram kesal, mengangkat kepalan tangannya, seakan sudah ingin melayangkan beberapa pukulan padanya. "Dasar laki-laki m***m, aku bisa laporkan kamu pada polisi. Jika kamu melecehkan, ku" "Tapi kamu yang melecehkanku," potong Albert cepat. "Kamu tadi memegangku," Vina berdengus kesal, dia menghentakkan kedua kakinya kesal. Seakan ingin sekali menghantam Albert dengan beberapa pukulan seketika. "Ih.. Nyebelin... Awas ya kamu, pria m***m. Aku akan balas," "Memang dari dulu, aku m***m" ucapnya tidak mau kalah. Ya, seperti ini kegiatan dia selalu bersiteru dengan Vina. Di setiap.detik dia bertemu, bahkan menit, hari, jam, tidak hentinya mereka terus bertengkar. Sampai orang di sekitarnya terheran-heran. "Oya, nanti di kamar ya, kalau memang kamu mau balas, sekalian pijat plus-plus." goda Albert sembari tertawa penuh kemenangan. Membuat Vina tidak berhenti menggeram kesal. Menggertakkan giginya dengan ke dua tangan mengepalkan, mencengkeram ujung gaunnya penuh emosi. Vina menghela napasnya kasar, mengusap dadanya berkali-kali mencoba untuk tetap sabar. "Emang aku pikirin," umpat Vina tidak perdulikan Albert, dia merentangkan ke dua tangannya, memejamkan matanya merasakan hembusan angin yang perlahan masuk menusuk tulangnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD