PART. 1

1134 Words
Sekali lagi Tari melirik pria yang duduk di sebelahnya. Ia merasa gemas melihat gaya berpakaian pria itu. Celana kain warna hitam yang terlihat mulai pudar warnanya, kemeja warna putih dengan lengan panjang. Plus peci warna hitam terpasang di kepalanya. 'Orang ini mau nikah, atau mau apa sih? Hihihihi jadi ingat kotoran cicak kalau lihat orang pake putih hitam begini,' Tanpa sadar kikikan Tari ke luar dari mulutnya, membuat pria di sebelahnya menolehkan kepala. Mata mereka bertemu, wajah, dan tatapan datar pria itu membuat Tari makin geregetan dibuatnya. Dalam penerbangan sebelum-sebelumnya, jika ia duduk di sebelah seorang pria, maka pria itu pasti akan mencari kesempatan untuk berkenalan dan mengajaknya bicara di sepanjang perjalanan mereka. Tapi pria di sebelahnya ini, seperti tidak tertarik sedikitpun kepadanya. Hal itu justru membuat Tari jadi penasaran. Tari ingin memulai pembicaraan, tapi pria itu terlihat menyandarkan punggungnya dan memejamkan matanya. Tanpa disadarinya Tari sudah cukup lama memperhatikan wajah pria di sampingnya. Kesimpulan yang diambilnya tentang penilainya terhadap pria itu adalah. 'Tampan, gagah, tegas, tapi menyimpan misteri' Tari kembali memperhatikan pakaian pria itu. 'Rapi, bersih, tapi terlalu standar, tidak sesuai dengan ketampanan, dan kegagahannya ... hay, apa yang aku lakukan! Untuk apa aku susah-susah menilai orang ini, tidak ada gunanya jugakan! Tapi obat patah hati adalah segera mencari ganti, tapi masa aku tertarik pada pria kampungan ini sih, hiiiy jangan sampai deh!' Batin Tari. Tari mencoba untuk memejamkan mata juga, baginya ini adalah penerbangan yang paling membosankan baginya. Kedua orang tua dan kedua adiknya sudah terbang ke Banjarbaru sehari lebih dulu, untuk menengok kakeknya yang sedang sakit. Tari sendiri baru pulang berlibur ke Bali, setelah patah hati karena penghianatan Guntur kekasihnya bersama Viona adik satu ibu dengannya. Tari berniat tinggal di kampung halaman kakeknya untuk beberapa lama, setidaknya sampai pernikahan Guntur dan Viona terlaksana. Tari tidak ingin menyaksikan secara langsung, Guntur dan Viona bersanding di pelaminan. Lamunan tentang masa lalunya bersama Guntur membuat Tari tertidur dengan sendirinya. Tari terbangun karena merasa pesawat mulai turun. Begitu matanya terbuka, yang pertama menjadi fokus pandangannya adalah pria di sampingnya. Pria itu masih terlihat bersandar dengan santai, tapi matanya terbuka dengan pandangan lurus ke muka. 'Hhhh mungkin pria ini minderan, rendah diri, ingin berkenalan, tapi tidak berani' batin Tari. Saat pesawat mendarat, ia turun tapi ia seperti kehilangan pria yang duduk di sampingnya tadi. Tari dijemput supir kakeknya di bandara. Perjalanan dari bandara ke rumah kakeknya, tidak lebih dari 10 menit. Di kampung tempat tinggal kakeknya, rumah kakeknya yang paling besar, paling bagus, juga paling mewah. Semua orang di kampung ini mengenal kakeknya sebagai sosok yang dermawan dan ramah pada siapa saja. Saat mobil memasuki pekarangan rumah kakeknya yang luas dan asri, tampak Maminya sudah berdiri di teras untuk menyongsongnya. Begitu turun dari mobil Tari langsung memeluk Maminya. "Mami!" "Bagaimana penerbanganmu kali ini sayang, apa dapat kenalan baru lagi?" Tanya Salsa, pertanyaan yang sama ia tanyakan setiap Tari melakukan penerbangan. "Kali ini adalah penerbangan paling membosankan bagiku Mami" "Kenapa?" "Aku duduk bersebelahan dengan pria yang wajahnya flat, tatapannya flat, hhhh ... ternyata dijaman semodern ini masih ada ya pria seperti itu" "Hissssh ... jangan menghina orang, nanti bisa jatuh cinta loh." "Iiih Mami, semoga aku tidak akan pernah bertemu pria itu lagi, aamiin. Papi dan adik-adik mana Mi?" "Mereka sedang ke kebun buah Kakekmu." "Ooh ...." Mereka masuk ke dalam kamar kakek Tari setelah Tari meletakan barangnya di dalam kamar yang biasa ia tempati saat datang ke rumah kakeknya. Neneknya memeluk Tari. "Kamu sudah datang Tari?" "Iya kek" "Mendekatlah, Kakek ingin menyampaikan hal penting kepadamu, kalian keluarlah dulu, aku ingin bicara berdua saja dengan Tari" kakek meminta nenek dan Salsa untuk keluar dari dalam kamarnya. Tari duduk di tepi ranjang kakeknya. "Tari sayang Kakek tidak?" "Sayang Kek" "Tari mau tidak memenuhi keinginan terakhir Kakek" "Iiih Kakek jangan bicara begitu dong, Kakek pasti panjang umur" "Aamiin, tapi Kakek punya satu permintaan, dan permohonan kepadamu" "Apa kek?" "Kamu mau tidak membayarkan hutang Kakek pada seseorang?" "Hutang? Hutang apa Kek?" "Hutang janji Tari, harusnya dulu Ayahmu yang membayarnya, tapi karena kesibukan Ayahmu menuntut ilmu, sehingga hutang itu jadi terlupakan, tapi Kakek tidak ingin pergi meninggalkan dunia ini dengan membawa hutang ke dalam kubur Kakek, Tari" "Kakek jangan bicara soal pergi dong, lagi pula kenapa harus Tari yang membayarnya kek, kenapa tidak kakek atau Papi saja?" "Karena cuma kamulah yang bisa membayar dengan secepatnya Tari" "Memangnya kakek berhutang apa?" "Hutang janji sebuah perjodohan Tari" "Apa?" "Harusnya Ayahmu dulu yang berjodoh dengan anak perempuan sahabat kakek itu, tapi seperti yang kakek katakan tadi, Ayahmu sibuk menuntut ilmu, sehingga putri sahabat Kakek itu menikah dengan orang lain, sekarang sahabat kakek itu sudah meninggal, dan kakek merasa tidak tenang sebelum janji perjodohan itu dilaksanakan" "Lalu Tari harus dijodohkan dengan siapa kek?" "Dengan putra dari putri teman kakek itu, maukah kamu memenuhi keinginan kakek Tari, kakek mohon kesediaanmu, pria yang kakek jodohkan denganmu itu pria baik, rajin, soleh, ulet, dan sopan santunnya sangat terjaga" Tari menghela napas berat, ini hal paling sulit yang pernah ia hadapi dalam hidupnya. Menerima perjodohan dan menikah dengan pria yang sama sekali tidak dikenalnya, itu seperti tindakan bodoh rasanya. Tapi menolak keinginan kakek yang beliau sebut sebagai permintaan terakhir, sungguh tidak tega rasanya. "Tari!" "Ehmm kalau boleh tahu, apa pekerjaan pria itu kek?" "Dia petani" "Apa? Petani!? Tidak salah kakek ingin aku menikah dengan seorang petani?" "Jangan meremehkan petani Tari, kita tidak akan makan nasi tanpa mereka" "Bukan maksudku meremehkan kek, tapi masa aku harus jadi istri petani" "Hhhh..kakek tidak bisa memaksamu Tari, jika kamu tidak ingin melakukannya ya sudahlah, mungkin kakek memang harus pergi dengan membawa hutang janji ini ke dalam kubur kakek" "Kakek jangan bilang begitu, hhhh baiklah...Tari bersedia membayarkan hutang janji kakek, tapi tolong katakan siapa nama pria itu kek" akhirnya Tari mengalah juga. Bayangan tentang suami idamannya harus ia kubur segera, ia merasa tidak sanggup menolak keinginan kakeknya. 'Hhhh mungkin nasibku sudah ditakdirkan harus seperti ini, dihianati oleh kekasih dan adik sendiri, kemudian harus menerima perjodohan yang dalam mimpipun tidak pernah aku alami.' "Siapa nama pria itu kek?" "Namanya...." kakek berhenti sesaat. ***BERSAMBUNG***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD