Bab 1

1100 Words
Seorang gadis remaja yang sedari tadi hanya mendengarkan pertikaian seorang anak dan ayah itu menegang dalam tempatnya. Ia terus mendekatkan telinganya pada pintu, agar lebih mendengar perdebatan itu secara jelas. "Dad. Tata gak mau nikah! Tata masih delapan belas tahun! Daddy ingat itu. Apalagi Daddy menyuruh Tata menikah dengan seseorang yang belum Tata kenal." "Kamu gak punya pilihan, Ta. Daddy tidak sedang memberi pilihan untukmu. Ini perintah dari Daddy." tegas pria paruh baya itu. "Enggak! Tata bilang enggak ya enggak! Kenapa harus selalu Tata yang menderita! Kenapa tidak kau suruh saja anak tirimu itu untuk menikah!" tolak Brighita sedikit menaikkan volume suaranya. Setelah mengatakan itu, Brighita beranjak keluar dari ruangan itu. Ia sempat terkejut melihat gadis yang selalu ia anggap sebagai musuhnya. Tatapan dingin selalu Brighita tunjukan pada gadis itu. Gadis itu, Felicya Margaretha Jodie. Menghela nafas leganya setelah kepergian adik tirinya itu. Ingin sekali Felicya menghilangkan tatapan dingin Brighita terhadapnya. Ia ingin melihat Brighita tersenyum padanya. Meski hanya seorang saudara tiri, Felicya tetap menyayangi Brighita seperti adik kandungnya sendiri. Tak peduli seberapa keras Brighita menginginkannya untuk pergi, dan tak peduli seberapa kasar perilaku Brighita terhadapnya. Felicya selalu akan peduli pada adik tirinya itu. Karena Felicya sadar, Brighita bertindak seperti itu karena merasa Felicya lah perusak kebahagiaan gadis itu. Dengan langkah gontai ia berjalan kearah kamarnya. Beberapa hari ini, ayahnya terlihat sangat lelah dan kurang tidur. Itu membuat Felicya bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. Dan saat mendengar percakapan sang ayah dan Brighita barusan sedikit membuat Felicya menarik kesimpulan bahwa ayahnya ingin menjodohkan Brighita dan di tolak oleh gadis itu. Tapi apa yang membuat ayahnya ingin menjodohkan Brighita? Felicya harus mencari tau pokok permasalahan apa yang terjadi. Saat di ruang tengah, Felicya melihat Tamrin yang kini sedang duduk seorang diri. Di lihat dari situasinya, ini saat yang tepat untuk menanyakan permasalahan apa yang sedang terjadi pada orang kepercayaan Daddy nya itu. "Pak Tamrin." "Iya nona." Tamrin menggeser tubuhnya sedikit. "Sebenarnya apa yang sedang terjadi pak?" Felicya menatap penuh harap agar Pak Tamrin mau menjelaskan padanya. Meski ragu, tapi Tamrin memilih untuk menjelaskan. "Saat ini, perusahan milik tuan Vincent sedang mengalami krisis keuangan. Jika tidak segera di atasi, perusahan itu akan mengalami kebangkrutan. Solusi yang bisa menyelamatkan perusahaan tuan hanya dengan menikahkan nona Brighita. Tapi bliau menolak dengan perjodohan itu." Terjawab sudah. Felicya memejamkan matanya, menetralkan kegugupannya. "Lalu siapa yang akan menikah dengan Brighita?" "Dia, Darin Blaine Wilkens." "Terimakasih atas infonya pak." "Sama-sama nona." Felicya bingung apa yang harus di lakukannya demi bisa membabtu sang ayah. Sementara kondisi di rumah semakin hari semakin memburuk. Brighita yang kabur dari rumah, dan kondisi sang ayah yang mengalami penurunan. "Ayah." panggil Felicya. Vincent menyenderkan tubuh lemahnya di kepala ranjang. "Iya, Nak. Kemarilah. Apa ada yang ingin kau butuhkan." Melihat kondisi sang ayah yang pucat tak bertenaga menyesakkan hati Felicya. Felicya mendudukkan dirinya di sisi ranjang sang ayah. Menatap pilu pada wajah sang ayah. Wajah yang biasanya di hiasi dengan sinar ketegasan itu kini nampak redup. "Ayah, Feli akan membantu ayah." "Memangnya apa yang ingin kau lakukan Nak? Cukup kau melanjutkan pendidikanmu, itu sudah cukup membantu ayah." "Feli akan berusaha membujuk tuan Darin agar mau membantu ayah, tanpa harus menikah dengan Tata." ucap Felicya penuh tekat. "Kau tidak akan bisa Feli. Darin bukan tipe orang yang membantu secara cuma-cuma. Dia selalu mengharapkan imbalan." "Ayah tenang saja. Aku pasti bisa melakukannya." setelah mengatakan niatnya itu, Felicya lekas keluar dari kamar sang ayah.  Malam harinya, Felicya telah siap untuk mendatangi sasaran utamanya. Meski sedikit takut, Felicya selalu meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja. Terlebih ini semua ia lakukan untuk keluarganya. Dengan setelan seadanya Felicya mendatangi rumah Darin. Felicya kini berdiri tepat di depan bangunan megah nan mewah itu. Sebarapa kayanya pria itu?  Felicya berdecak kagum. Mengeratkan genggaman tangannya pada tas slempang miliknya. Felicya menghembusakan nafasnya sebelum akhirnya menguatkan dirinya untuk masuk. "Permisi, bisa saya bertemu dengan Mr. Darin." ucap Felicya sopan pada maid yang kini berdiri di hadapannya. Maid itu secara terang terangan melemparkan tatapan tak suka ke arahnya. Oh Why? "Mari ikuti saya." Felicya mengikuti arahan maid yang berjalan di depannya. Maid itu membawanya ke arah sayap kanan bagian rumah itu. Luar biasa mewah. Brighita sama sekali tak mampu memalingkan pandangannya pada setiap penjuru rumah itu. Banyak sekali para maid yang berlalu lalang membersihkan rumah mulai dari mengelap, menyapu dan banyak lagi. Sampilah Felicya pada sebuah mini bar. Dan disanalah Felicya dapat melihat postur tubuh gagah seorang kaum adam. Tangan kanannya memegang segelas vodka. Kemeja mahalnya yang berwarna putih, kusut dengan dasi yang longgar. Pandangan Felicya naik menuju wajah pria itu. Oh God! Ukiran itu... Wajah itu terukir dengan sempurna. Felicya termangu. "Tuan, ada yang ingin bertemu." kata maid itu. Menunduk dan berlalu pergi. Meninggalkan Felicya seorang diri bersama pria asing itu. Suasana di ruangan itu berubah mencekam. Terlebih penerangan yang hanya remang-remang saja. Felicya meneguk salivanya ketika pria itu tak kunjung bersuara dan malah meminum vodkanya. "P-permisi." sela Felicya. Dirinya tak tahan untuk tidak bersuara. Felicya menggeram, tak kunjung mendapatkan jawaban. "Per-" "Saya rasa saya tidak punya urusan dengan anda." balas suara rendah itu. Ugh.. Suara itu sangat mengnganggu Felicya. Sexy sekali.. "Tapi saya ingin bertemu tuan Darin." Pria itu mengeryit. Dan barulah tatapan mereka saling bertemu. Pria itu berdiri dari duduknya. Mendekat kearah Felicya. Felicya selangkah mundur saat pria itu semakin mendekatinya. "Aku Darin." Pernyataan dari pria itu membuat Felicya terpukul. Darin yang ada di pikirannya bukanlah serupa sesempurna itu. Felicya mengatupkan bibirnya yang sempat jatuh beberapa detik. Guratan di wajah Felicya membuat Darin tertarik. "Memangnya apa saat ini sedang kau pikirkan." "Yahhh.. Kau tau bukan apa yang aku pikirkan saat ini? Aku kira kau itu pria tua bertubuh gemuk, botak ompong dan sangat menjijikan." Felicya berucap jujur. Darin menatap datar. Tak suka dengan tudingan Felicya. "Cepat kau katakan apa tujuan mu kemari." "Oh? Jadi Tuan. Nama saya adalah Felicya Margaretha Jodie. Saya adalah kakak tiri Brighita. Niat saya kesini untuk meminta Tuan memutuskan pernikahan Tuan dengan adik saya. Dan sebagai gantinya, saya rela bekerja dengan anda. Tapi saya mohon, agar Tuan Darin yang terhormat tetap membantu perusahaan ayah saya." "Aku tidak ingin melakukannya." tolak Darin mentah-mentah. "Aku mohon tuan. Aku mohon. Aku akan mengikuti apapun ke inginanmu. Mencuci bajumu, memasak untukmu, membersihkan rumahmu.. Apapun tuan. Aku mohon." Felicya menangkupkan kedua tangannya, memohon. "Aku tidak membutuhkan pembantu. Yang ku butuhkan saat ini hanyalah seorang bayi." Deg! Felicya mematung. Jika itu yang sangat dibutuhkan oleh Darin saat ini, lalu apa yang bisa dilakukan olehnya sekarang. "Begini saja. Aku akan membatalkan pernikahan itu, asal kau mau menjadikan rahimmu untuk menampung benihku." Darin mencondongkan tubuhnya, membisikkan kalimat itu tepat di telinga Felicya. Seluruh tubuh Felicya meremang.  Tbc....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD