2. Titik Terendah Yoanna

1941 Words
    Bunyi beep pada alat bantu deteksi jantung dan pipa saluran infus di hidung Shaila selama satu Minggu sudah menguras air mata Yoanna. Di kursi tempat Yoanna duduk seperti biasa semenjak si kecil rutin dirawat telah menjadi tempat singgah Yoanna sepulang kerja. Sudah berkali-kali Yoanna mencoba untuk cuti tetapi pihak perusahaan tidak mengiyakan, jika Yoanna masih ingin bekerja maka niat itu harus Yoanna buang. Ya, jika perlu Yoanna kubur dalam-dalam tujuannya.     Kedua mata Yoanna mengitari seisi ruangan kamar inap. Ia menangkap di mana pengasuh Shaila tertidur pulas di atas lantai beralaskan karpet kecil, sehingga telapak kaki itu masih melekat di lantai yang dingin. Yoanna bangkit dan berusaha membangunkan wanita bernama Kima.     "Eh, iya. Ada apa Bu?" sontak Kima mengusap sisi bibir yang sedikit basah.     "Kamu tidur di sofa sana! Jangan disini, dingin!" Yoanna sedikit mengguncang tubuh Kima.     "Ah nggak apa-apa kok Bu, kan saya udah biasa. Ibu aja yang tidur ya, biar saya jagain nona Superman." anjuran Yoanna tidak berguna untuk Kima.     "Udah, kamu kan seharian jagain Shaila. Sekarang gantian aku, kamu yang tidur! Tapi jangan disini, nanti kamu masuk angin gimana? Aku juga kan yang repot nantinya?" solusi Yoanna terbalas anggukan kepala Kima.     Sembari mengemas karpet tiba-tiba pikiran Yoanna teringat akan sesuatu di tasnya. Perlu beberapa detik untuk berpikir sebelum akhirnya Yoanna bertindak mengambil kertas berukuran kecil, warna hitam kartu nama itu Yoanna teliti. Arga Mahesa. Nama yang seketika bermukim di pikiran Yoanna 'ngapain sih Ratu kasih aku kartu nama ini orang?'. Tidak lama Yoanna ingat nama teman akrabnya yang tidak lain adalah seorang model di tempat Yoanna bekerja. Yoanna menarik ponsel di saku celana kemudian mencoba menghubungi nomor Ratu.     Menunggu lima detik saja Ratu mengeluarkan suara binal dan Yoanna sedikit terhibur.     "Gimana? Kamu mau kan?" dari arah seberang Ratu mengulangi kembali ucapan beberapa jam lalu di tempat Yoanna bekerja.     "Gimana apanya? Aku baru liat kartu nama yang kamu kasih ke aku," kartu hitam itu Yoanna mainkan. "Em... Ngomong-ngomong ini siapa sih? Model baru? Apa gebetan kamu yang baru? Terus nanti supaya aku bikin alasan sama suami kamu kalau dia temen aku?"     "Aduh, bisa nggak sih kamu itu positif thinking ke aku? Bukan itu sayang, Arga itu... Dia bos batu bara." Ratu mulai tidak terima dengan asumsi Yoanna.     "Terus apa hubungannya sama aku? Udah deh Ratu, aku itu males ngeladenin imaginasi kamu yang berantakan itu." hampir saja Yoanna mengakhiri panggilan tetapi Ratu sudah lebih dulu mencegah.     "Aku sih cuma nawarin kamu kerjaan Yo, dia itu single. Em... Duda sih, tapi... Dia nggak suka terikat gitu sama cewek..."     "Ah aku t***l bahas masalah itu, udah ya?" kedua kalinya Ratu mencegah Yoanna mengakhiri panggilan telepon.     "Eh tunggu dulu! Dia pengen nyoba jalan sama kamu Yo, dia pernah liat kamu sekali di kafe sama aku. Dia nungguin kamu di restoran Mexico biasa tempat kita nongkrong sama bos!" terdengar ratu berdehem. "Jam delapan malam, dia udah siapin gaun buat kamu ke acara dia. Plis jangan telat atau kamu bakalan dipecat!"     "Dipecat? Kok bisa?" suara Yoanna meninggi.     "Dia keponakan si bos!"     Saat itu bunyi panggilan berakhir membuat Yoanna membanting punggungnya di kursi. Sial! Yoanna belum sempat memberi alasan atau bahkan penjelasan jika ia tidak ingin memikirkan seorang laki-laki. Yoanna tahu bagaimana kondisinya sekarang, dia wanita yang sudah memiliki satu anak. Bahkan Shaila perlu diberi perhatian khusus dan biaya yang tidak sedikit untuk melunasi semua fasilitas di rumah sakit.     Ketika itu. Yoanna melihat tangan Shaila bergerak-gerak, sontak Yoanna meletakkan ponsel di nakas untuk menggenggam tangan Shaila.     "Hei sayangnya Bunda," Yoanna berusaha tegar untuk tidak menangis. "Apa kabar Nona Superman? Bunda disini sayang, jangan takut!"     Berulang-ulang Yoanna mengecup punggung tangan yang masih sangat lemah. Perlahan Yoanna mengusap butiran bening keringat di pelipis, Shaila mengerjap meneliti arah sekitar. Tetapi matanya masih tidak dapat terbuka dengan sempurna, sesekali terpejam dan melirik ke arah Yoanna.     "Tidak apa-apa sayang, putri centilnya Bunda. Shaila cuma perlu istirahat sebentar aja kok, bobo lagi ya?"     Kepala Shaila menggeleng mendandakan suatu penolakan sehingga Yoanna bimbang harus memberi alasan tepat. Selang infus yang membelit di tangan sekaligus nada rendah deteksi jantung membuat Shaila memberikan tatapan penuh Tanya untuk Yoanna. Kemudian alih-alih Shaila mencoba membuka mulut Yoanna sudah lebih dulu melarang dengan menggelengksn kepala.     "Tadi itu dokter sempet bilang sama Bunda, kalau Shaila harus nurut sama Bunda dan dokter di sini.Terus Shaila nggak boleh takut sama alat-alat ini lagi, karena ini bisa bikin Shaila sehat loh. Supaya Shaila nggak sakit lagi ya sayang." air mata Yoanna hampir tumpah.     "Shaila istirahat lagi ya! Bunda ceritain dongeng lucu lagi, Shaila mau?"     Ya, tanda anggukan lemah Shaila cukup memberi jawaban untuk Yoanna. Kemudian Yoanna bercerita tentang dongeng gadis kecil yang mencari tempat di mana Harimau yang selalu melindunginya tinggal. Kemudian mulai mengajak ibunya ikut mencari di mana Harimau tidur dan tidak dapat berkumpul dengan mereka, sampai akhirnya si gadis kecil merasa lelah dan duduk terdiam sampai rasa kantuknya datang. Tapi sebelum gadis kecil itu memejamkan mata, ia berharap saat membuka mata dapat menemukan Harimau yang kuat itu berada di antara tempat duduknya.     Cerita Yoanna berakhir sampai Shaila memejamkan mata. Dan tanpa berkedip Yoanna menumpahkan air mata, ia merasa terpukul sudah mengarang sebuah cerita tentang Harimau dan gadis kecil yang menjadi favorit Shaila. Cerita di mana Yoanna selalu mengingat sosok seorang laki-laki yang seharusnya ada untuk mereka, sosok tangguh sebagai pelindung untuk Shaila, dan tangan serta d**a hangat yang bisa menjadi tempat menumpahkan keluh kesah.     Antara kebencian pada dirinya Yoanna berharap kepada sesuatu yang tidak sepantasnya ada. Yoanna mengharapkan seorang Jee memeluk putrinya. [...]     Sepulang dari pengambilan gambar landscape Yoanna tidak menyempatkan untuk berkumpul dengan teman-temannya. Sore ini Shaila sudah dinyatakan sudah sembuh dan dokter mengijinkannya pulang, jadi keinginan Yoanna hanya menjemput Shaila kembali ke rumah. Tetapi sebelum Yoanna sampai dan membuka pintu mobil, tangan Ratu sudah lebih dulu menggapai lengan Yoanna.     "Gimana?" tersirat wajah cemas di antara alis dan mata Ratu.     Yoanna membetulkan tali pada tas ranselnya. "Gimana apanya?"     "Yo, plis jangan kecewain aku deh. Aku udah dibayar mahal buat atur pertemuan kalian. Plis Yo, plis!" tangan Ratu mengguncang tubuh Yoanna seolah merengek sesuatu dari ucapannya.     "Pertemuan apaan sih? Dibayar sama siapa? Om-om? Gila ya kamu, emang aku keliatan konsisten benget mejeng sana-sini buat cari laki-laki sama uang?" amarah Yoanna meledak.     Yoanna hendak melangkah tetapi Ratu menghalangi kembali.     "Aku mohon Yo, kali ini aja. Hari ini Shaila pulang kan? Kamu butuh biaya berapa, aku tanggung! Beneran." iming-iming itu. Seolah iblis menawarkan kesenangan.     Tidak! Yoanna bukan wanita seperti itu lagi. Semua perbuatannya sudah hilang bersama kehadirannya Shaila kecil, hanya hidup sederhana dan lebih baik adalah keinginan Yoanna.     "Sori," Yoanna menyingkirkan setiap jemari Ratu di lengannya. "Aku nggak bisa! Aku ini ibu untuk anak gadisnya, sudah sepatutnya aku menjadi contoh buat anakku. Maafin aku ya!"     "Ini demi Shaila Yo, aku tau kamu nggak ada uang buat biaya kan? Aku sengaja bilang ke Arga karena aku tau kamu butuh banget uang Yo, kalau aku bisa bantu sebagai temen aku pasti bantu Yo. Tapi... Kamu kan tau berapa gaji seorang model." alih-alih Ratu memang ingin membantu tetapi jalannya terlihat sulit untuk Yoanna.     Pertama Yoanna menatap sekilas wajah temannya itu dengan tatapan tidak menyangka jika umpan ini menggiurkan. Di tepi jalan trotoar area parkir Yoanna tetap harus menolak ide dari Ratu.     "Cuma nemenin karaoke aja kok Yo. Nggak lebih, aku tau Arga bukan maniak... Em... Kamu mau ya? Dia cuma mau ilangin stres aja kok." ulang Ratu membujuk tanpa kenal lelah.     Sebenarnya Yoanna menggeleng tanpa bisa menolak iming-iming dari Ratu. Tapi niat tetaplah niat yang harus Yoanna jaga demi putri kecilnya. Tawaran Ratu terbengkalai begitu saja meski dalam hati Yoanna tergiur dengan jumlah uang yang pasti tidak terbilang sedikit, dan tentu jumlah sekian mampu membiayai Yoanna dan Shaila berangkat ke Jerman.     Belum Yoanna beranjak dari sana ia sudah merubah keyakinannya. Hanya menemani seorang pria di tempat karaoke Yoanna rasa bukan perbuatan kriminal.     "Jam berapa aku harus ke sana?" samar suara Yoanna terdengar sekaligus ia merasa jijik dengan pertanyaannya.     Sisi bibir Ratu langsung terbuka lebar. "Beneran Yo? Oke, jam delapan malam Arga bakal jemput kamu."     "Ok deh, aku minta bayaran dulu buat nebus obat Shaila." bagi Yoanna menadahkan tangan bukan hal tabu jika mengenai Shaila.     Ratu membuka tas wanitanya kemudian memberikan kartu sebagai pengganti uang cash. Tanpa pertanyaan lain karena Yoanna rasa cukup jelas apa yang harus dilakukan, lalu Yoanna segera meninggalkan tempat resort pemotretan alam.     Selisih tiga jam kepulangan Shaila sekaligus Yoanna bersiap-siap menemui Arga nampaknya Yoanna merasa telah mengulang masa sekitar enam tahun lalu. Dress ketat bermotif bunga yang menjadi favorit di tubuh, Yoanna mulai terbayang keakraban dengan kehidupan luar dan gemerlap dunia malam, tapi cukup mengenang dan Yoanna yakin jika ini adalah pekerjaan sampingan terakhir sebelum merubah hidupnya yang lebih baik lagi.     Cukup menghabiskan lima menit di teras, mobil Stasion Wagon milik Arga sudah bertengger kokoh di antara pintu gerbang dan jalanan. Sedikit terburu-buru karena Yoanna tidak ingin Shaila melihat dan bertanya Yoanna pun segera memasuki mobil tanpa sapaan untuk Arga. Sudah tidak ada waktu berbasa-basi lagi karena Yoanna harus menyelesaikan pekerjaan kemudian menerima bayaran dari job sialan itu.     Jarak rumah Yoanna dan tempat hiburan malam sebenarnya tidak terlalu jauh namun Arga memilih tempat yang sekiranya bisa berlama-lama dengan Yoanna. Dan Yoanna tahu jika rencana hanya sebuah patokan.     "Kamu yang namanya Yoanna kan?" Arga mulai angkat bicara.     Pertanyaan Arga membuat telinga Yoanna gatal. "Terus kalau bukan kamu mau balik nyari Yoanna? Mending kan disini, aku nggak pasang tarif mahal kok, lagian juga uang muka udah lenyap."     Meski jawaban Yoanna terdengar sinis Arga tidak mempermasalahkan, justru Arga berlaku menggerayangi punggung Yoanna.     "Maaf," Yoanna segera mengusir tangan Arga. "Ini bukan perjanjian kita. Aku Cuma nemenin kamu karaoke!"     "Karaoke?" Arga mulai mencerna perkataan Yoanna.     Sungguh, Yoanna lelah jika meghitung berapa kali sering tertipu ucapan Ratu dan masih saja memelihara kebodohannya akan hal ini. Tetapi Yoanna terdiam seolah tahu segalanya sampai mobil Arga berhenti di sisi jalan beraspal di pinggir pantai.     "Aku sih liat kamu cuma sekali. Waktu kamu dan Talitha lagi asyik-asyiknya ngopi di kafe milikku." satu tangan Arga mulai menangkap jemari tangan Yoanna.     "Kenal juga kamu sama Talitha?"     "Ya, kita satu kampus."     "Satu kampus? Jurusan apa? Kok aku nggak pernah kenal ya sama kamu?" kedua mata Yoanna beraksi tidak percaya.     Pertanyaan serius Yoanna dibalas gelegar tawa Arga yang seolah puas akan semua ini.     "Nggak! Aku nggak satu kampus kok, kita pernah kerjasama karena Talitha waktu itu jadi model promosi di kafe." Terang Arga tidak sungkan melihat kelucuan Yoanna saat tidak menerima candaannya.     Hampir saja Yoanna ingin menarik daun telinga Arga, namun masih Yoanna tahan sampai akhirnya tangan Arga lebih dulu membuka dress dan mengusap paha Yoanna. Satu tangan Arga melepas seat belt, berlanjut lagi Arga menelusuri kulit tangan Yoanna.     "Kamu cantik." bisik Arga menjilat daun telinga Yoanna.     "Bukan! Aku bikin gairah kamu on."     Karena perkataan Yoanna yang tidak kenal basa-basi sudah mempengaruhi pikiran. Arga menambah sentuhan di leher lalu di bawah dan terperangkap di celana dalam Yoanna.     "Aku tambah jam lagi. Dan aku mau sampai pagi Yoanna, kita bisa ke hotel kalau tugas kamu selesai sayang!"     Rupanya harga diri yang Yonna pertahankan selama 6 tahun hilang karena Yoanna membiarkan Arga mulai melihat dadanya. Lebih tidak berhasil menguasai diri dari akhir mulut Arga memberi nikmat di sekita bentuk sintal d**a Yoanna. Lidah Arga bergulir ke bawah namun Yoanna segera menarik kepala Arga.     "Aku bukan layanin orang melepas birahi!" Yoanna menolak tetapi tangan Yoanna lebih dulu melekat di paha Arga.     Sudah ada harga yang dibayar Arga dan itu tidak sedikit, Yoanna tidak memiliki kuasa menolak meski sebenarnya Yoanna ingin memberikan uang muka yang sudah Arga berikan. Tugas demi tugas memuaskan laki-laki Yoanna lakukan dengan melantangkan sentuhan di Mr.P Arga, lalu Yoanna menarik dan berhasil membebaskan milik Arga.     Dengan mulut terpenuhi bentuk super milik Arga Yoanna malas melihat wajah Arga yang saat itu menciumi lehernya. Yoanna hanya mengulum dan memainkan ujung lidahnya secara lincah di ujung yang tertantang. Lalu dengan tangan Yoanna menunjukkan kebolehan memijit-mijit dengan memutar pergelangan tangan, menjejalkan lagi bentuk keras ke dalam mulut sambil Yoanna mengerang memberi sensasi. Saat kepuasan Arga terlampau maka Yoanna terduduk di dalam jok sambil menemani Arga bersenang-senang menikmati alkohol.     Sekalinya termenung Yoanna mengingat Shaila. Cucuran air mata Yoanna tidak sah membayar apa yang ia lakukan detik ini, di tengah suara ombak malam hari Yoanna berkali-kali menggigit bibirnya. Pedih. Yoanna telah mengunjungi kerendahannya sebagai wanita.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD