Part 24 : Langkah demi Langkah

1142 Words
Sementara di lain tempat, Hanania tercengang dengan seorang tamu tak diundang. Pria berwajah tampan, muda dengan stelan jas lengkap membawa bunga.             “Selamat pagi ibu Hanania, Selamat atas kelahiran putri anda.” Pria tersebut menyerahkan buket bunga lili berwarna kuning.             “Anda siapa?”             Hanania merasa belum pernah melihat wajah pria tesebut meski sebenarnya mereka sempat bersua saat di mall dulu. Hal itu membuat Hanania cukup takut. Terlebih ibu dan adiknya sedang keluar membereskan masalah administrasi rumah sakit.             “Perkenalkan saya Briyan, utusan pribadi dari Pak Rajandra.” Briyan mengulurkan tangan seraya menunduk hormat. Bagaimanapun Hanania memiliki peran penting juga.             “Apa mau anda? Tidak cukupkah dengan membuat kekacuan dan menekan saya dengan foto-foto itu?” Hanania menatap nyalang. Ia tahu betul Briyan ada di balik semua rencana.             Briyan tersenyum simpul. Maksud kedatangannya bukan karena urusan pribadi melainkan sebuah janji yang tak bisa ia batalkan.             “Anda tentu paham Pak Rajandra dan putrinya bukan? Anda pasti tahu bagaimana hubungan keduanya dengan mendiang mertua serta suami anda.”             Briyan tidak mau kalah start. Ia harus berhasil membujuk perempuan itu sebelum siapa pun. Meski ragu Hanania mengangguk. Ia sedikit tahu tentang kedekatan dua keluarga itu. Dulu pernah mendengar ceritanya meski tidak detail. “Pak Rajandra adalah orang yang membantu keluarga anda dalam kesusahan. Mendiang istrinya memberikan separuh usaha rotinya kepada mertua anda. Semua dilakukan karena Bu Karti pernah menolongnya dari sebuah kecelakaan.” Hanania menyimak dengan baik. Ia tahu cerita itu. Namun, ke mana arah percakapan yang dibawa Briyan, Hanania tak bisa menebaknya. “Hari ini seluruh saham El-Malik Company terjun bebas ke angka terendah selama perusahaan itu berdiri. Hari ini juga adalah masa tenggang pembayaran utang perusahaan dengan pihak tertentu yang terikat kerjasama. Apabila pimpinan perusahaan dalam hal ini adalah Pak Arafan El-Malik, suami anda tidak bisa menyelesaikan masalah itu dipastikan apa yang mereka bangun selama ini akan dengan mudah lenyap dari muka bumi.” Hanania tersentak. Ia tidak pernah tahu kalau Arafan dan Dimas sedang berada dalam masalah seperti itu. “Terlihat jelas anda tidak tahu apa-apa. Kasihan sekali,” cibir Briyan begitu melihat ekspresi Hanania. “Apa tujuanmu? Apa yang kamu mau?” todong Hanania. “Anda cukup pintar rupanya. Silakan pelajari berkas ini.” Briyan menunjukkan print out berita viral skandal Daisha dan Arafan. Disertai analisa terburuk akibat berita itu. “Langsung ke inti saja. Apa mau anda?” sergah Hanania menutup berkas yang diberikan oleh Briyan. “Pak Rajandra meminta suami anda bertanggunjawab. Pak Arafan harus menikahinya segera demi menenangkan para pemilik saham yang sudah mulai kebakaran jenggot. Anda tentu tahu ini hanya semacam perjanjian di atas kertas saja.” “Hah? Anda sudah tidak waras?” tanya Hanania tak menyangka akan seperti itu opsi yang ditawarkan Briyan. “Saham anda sepuluh persen di El-Malik company. Jika anda setuju masalah ini akan dengan mudah tuntas. Semacam memanipulasi fakta saja. Jika anda menolak, maka dengan mudah El-Malik company akan berganti nama. Itu artinya Pak Arafan harus merelakan seluruh usahanya bahkan sebelum bertemu dengan anda.” Briyan sudah tahu semua seluk beluk tentang Arafan dan Hanania. Perempuan itu berjumpa dengan Arafan saat Arafan sudah mapan. Tidak mendampingi dari awal. Hanania terdiam. Apa yang harus ia lakukan saat opsi yang ditawarkan begitu menyulitkan. Briyan melangkah ke sebelah kanan. Mendekati box bayi di mana tengah tertidur lelap buah hati Hanania di sana. “Mau ap kau! Jangan macam-macam!” seru Hanania. Lintasan ucapan Abbas tentang bahayanya laki-laki itu membuatnya takut. “Siapa namanya? Sangat mirip dengan Pak Arafan.” Gegas Hanania mendekat pada box bayi Hira. “Jangan macam-macam,” gertak Hanania. “Saya hanya bertanya siapa namanya? Kasihan kalau sampai bayi cantik ini tidak bisa menikmati usaha papanya yang dibangun sejak lama. Bahkan tidak bisa melihat nama perusahaan El-Malik lagi.” Briyan menatap Hira yang nyenyak tak tahu apa-apa. Kembali Hanania terdiam. Briyan memang sengaja menggoyahkan pendirian laki-laki itu. “Apa anda sudah membicarakan dengan suami saya? Apa ini permintaannya?” Briyan menoleh. Ia tentu belum memberitahu karena ini bagian dari kejutan yang akan ia suguhkan bersama Pak Rajandra. “Boleh aku bicara?” “Sejak tadi anda sudah bicara.” “Maksud saya tentang bagaimana Pak Arafan selama ini. Bagaimana dia yang sangat berbeda dengan apa yang anda kira.” Hanania memicing. Apa Briyan tahu lebih banyak tentang suaminya? Tidak seperti yang ia tahu selama ini? “Syara hanya satu di antara wanita-wanita itu,” bisik Briyan. *** Dewan direksi sudah siap dengan amunisi rapat pemegang saham hari ini. Semua sudah mendapatkan pesan khusus dari Pak Rajandra perihal keputusan yang akan diambil oleh pimpinan perusahaan itu. Tugas mereka hanyalah membuka jalan agar aktor dalam skandal ini mau menyetujui. “Pokoknya harus ada pengumuman resmi. Buat kalau memang mereka menjalin hubungan dan bermaksud menikah,” ujar salah satu pemilik saham yang lebih banyak dibandingkan yang lain. “Apa anda tidak memikirkan seberapa buruk itu? Pak Arafan sudah punya istri. Bahkan sekarang sudah punya putri.” Dimas tak senang dengan pendapat pak tua tersebut. Orang yang selalu menjadi katalis dalam permasalahan perusahaan. “Lantas bagaimana anda membereskan? Apa mau perusahaan ini gulung tikar? Bagaimana dengan pendiri terdahulu? Apa anda memikirkan kami yang dari awal membangun ini bersama Bu Karti?!” seru direksi yang lain. “Nah, benar sekali. Ditambah mana Pak Arafan. Harusnya dia bertanggungjawab. Mentang-mentang dia sudah tidak menjabat lantas santai saja.” Adu mulut tak bisa terelakan lagi. Beberapa orang menyahut setuju, beberapa yang lain tampak tidak. Tujuannya hanya untuk membuat semuanya terkesan alami. Meski sudah ada skenario yang disusun sebelumnya. Abbas tak banyak bicara. Sahamnya tidak lebih dari lima puluh persen. Tentu ia kalah dengan para direksi itu. Sekarang kuncinya hanya di Arafan. Bagaimana laki-laki itu akan menyelesaikan urusan ini. Abbas sudah memperingatkan. Namun, laki-laki itu justru terkesan tidak terima. Bahkan Arafan belum menampakkan diri di ruangan ini. Dimas kembali berbicara saat para dewan direksi mulai tenang. Tidak berebut mengungkapkan pendapat. “Mau kita segaduh apa pun, suara kita belum sempurna bulat. Masih ada sepuluh persen dari saham perusahaan dimiliki oleh pihak lain.” “Pihak lain? Apa maksudmu? Selama ini kami dibohongi?” timpal pak tua lagi. “Sepuluh persen saham El-Malik Company atas nama Ibu Hanania. Istri sah dari Pak Arafan El-malik.” Semua orang yang berada dalam ruangan itu tercengang kecuali Abbas. Dia sudah tahu semuanya. “Kalian membodohi kami? Selama ini?!” seru Pak Tua menunjuk Dimas yang berdiri di atas podium. Dimas tak mungkin membahasnya di forum ini. Ia membiarkan para direksi ribut sendiri-sendiri. Setidaknya ia sudah berhasil menunda keputusan final saat masih adanya perdebatan. Dan semua keributan itu selesai begitu sesosok laki-laki datang bersama dua pengawalnya. Membawa tas hitam berbahan kulit. Menatap Dimas yang berdiri di podium.  “Saya perwakilan dari Ibu Hanania yang akan membawakan suaranya dalam forum kali ini.” Abbas yang sedang menunduk menatap layar ponsel pun mendongak. Ia tak menyangka dengan sosok Briyan yang sudah berdiri serta menatapnya tak suka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD