Benih Cinta (1)

1885 Words
Dalam posisi melayang diudara, Dody berusaha meraih sesuatu yang tiba-tiba ikut terbang bersamanya. "Inikan..."  "Buku yang ada dalam mimipiku tadi... Dari mana datangnya?" gumamnya. Ketika tangan Dody berhasil menggapainya, sebuah lingkaran huruf kuno tiba-tiba melingkari tubuhnya. Mata sipit dari pemuda yang hidupnya bagaikan telur diujung tanduk itu tiba-tiba terbelalak, "Ah. Kenapa semuanya jadi putih!" ucapnya dengan nada bingung.  Saat ini pandanganya terasa kabur karena cahaya menyilaukan, dan huruf yang dia lihat itu seakan bergerak masuk kedalam kepalanya.  Dengan kondisi yang bisa mengancam nyawa, hal tersebut memancing reaksi kekuatan dari salah satu ajian yang terdapat di dalam kitab kuno. Namun karena hanya dipicu oleh keadaan terdesak, kekuatannya hanya mampu memberikan perlindungan sementara dan juga beberapa pemahaman saja. Sejatinya seorang pendekar hanya bisa mendapat kekuatan khusus dari ajian yang berbeda melalui proses yang berbeda-beda pula, salah satunya yaitu pertapaan.  Namun karena Dody adalah seorang yang spesial di dunia tersebut, pemahaman tentang ajian dan ilmu bela dirinya bisa didapatkan dengan cara khusus yang lebih mudah. Namun tiba-tiba... "Blakkk..." "Brukk... Byor... Mhhh.. Glupp, hmmmhekkk..." sebelum jatuh ke sungai, tubuh Dody menghantam batu besar yang menonjol keluar dari dinding tebing. Seharusnya benturan itu bisa membuat tubuhnya hancur. Namun karena perlindungan dari kitab kuno, tubuh Dody hanya memar dan kemudian terpental ke sungai. Derasnya aliran sungai, membuat tubuh itu mulai terbawa arus... Dengan kekuatan yang tersisa, Dody terus mempertahankan kesadaranya dan mencoba meraih bebatuan yang ia lewati. Namun sayangnya, tangan yang terbiasa menggenggam mouse itu tak cukup kuat untuk menahan derasnya terpaan air yang menyeretnya.  Hingga beberapa saat kemudian, tubuh Dody pun semakin dekat dengan terjun yang tingginya mencapai puluhan meter. Di sela-sela riuhnya suara air itu, terdengar beberapa orang yang berteriak. "Lemparkan talinya!" "Masih hidup! Cepat tarik..." Tubuh yang lemas dengan banyaknya luka memar terkena benturan dan air yang entah berapa banyak terminum, dody pun kini hanya bisa pasrah. Mata sayu itu melirik ke arah beberapa orang di bibir sungai kala tubuhnya menepi, "Ah mereka..."  "Kenapa sekarang aku bisa memahami bahasa yang mereka gunakan? Ah, sudahlah..." "Aku tak mampu lagi..." batin Dody dengan mata yang mulai tertutup dan hilang kesadaranya. "Cepat keluarkan air dalam tubuhnya..." teriak seseorang yang lebih tua, yang kemudian diikuti dengan tangan berat menekan d**a Dody. "Huekkk... Sor... Sor... "  Di balik keheningan, terdengar suara yang membuyarkan lamunanya.  Tangan lembut Putri, membelai wajah dari pemuda yang baru ia kenal itu, "Dody... Dody... Kamu kenapa?" ucapnya dengan raut wajah khawatir. Dody menoleh kearah suara itu, "En. Maaf... Aku hanya teringat..." ucapnya terhenti karena sadar kini dia bertatap muka dengan seorang gadis cantik dengan jarak yang sangat dekat.  Dalam pandangan gadis yang beranjak dewasa itu, tiba-tiba suasana berubah. Diiringi dengan backsound romantis yang dihiasi pernak-pernik berwarna merah muda.  Putri pun membayangkan...  Dengan ekspresi bahagia, di taman bunga yang tak terlihat ujungnya, "Hahaha... Hahaha.... Hahaha..."  Mereka berdua saling bergandengan tangan dan berputar-putar, yang kemudian saling menjatuhkan dirinya masing-masing di hamparan bunga itu. Saling menatap penuh cinta, Dody pun berkata dengan suara melankolisnya, "Tak kan ku biarkan kau sendirian lagi di dunia ini..."  Menyadari sebuah bibir yang semakin mendekat, putri pun memejamkan matanya, "Iyakkkkkkkkkkkkk.... Emakkkkkk...." batinya bergejolak.  Namun tiba-tia, "Klutuk... Klutukk... Klutuk..."  "Anuuu...." Dengan refleks, putri menarik tanganya dan berkata, "Ahh... Iya. Itu... Anuu... Jangan difikirkan, aku hanya..." jawabannya dengan muka memerah dan memalingkan kepalanya kekakanan kekiri salah tingkah.  "Aku laper banget" dengan wajah datar Dody menjawab.  "Ah... Haha. Iya! Syukurlah kamu tidak papa. Haha" nada bicaranya tersendat kala menjawab, di ikuti langkah kaki yang mulai beranjak.  Namun langkahnya terhenti di sebelah pintu dapur. Tubuh proporsional itu kini bersender di balik dinding bambu.  "Dasar bodoh!" gumamnya, diikuti dengan senyuman yang mengembang. 3 bulan kemudian... Dengan tangan memegang buku besar yang lusuh, Dody menganggukkan kepalanya.  "Ternyata ini adalah kerajaan Mahasurya di Benua Timur, nama dunia inipun disebut sebagai Glando..." Glando adalah dunia dimana Dody berada saat ini. Glando yang memiliki kemiripan dengan Planet Bumi pun wilayah daratanya dibagi menjadi 4 bagian, keempat wilayah itu diberikan nama sesuai arahnya, Benua Utara, Benua Selatan, Benua Barat, dan Benua Timur. "Jadi memang benar aku telah dipindahkan ke dunia lain. Tapi kenapa? Apakah aku yang di Bumi sudah mati?" beberapa hal yang tak dia mengerti terus bergelayut dalam pikiran Dody. Dari arah belakang, putri yang sedang membuat ramuan obat menghampiri Dody. "Akhir-akhir ini kamu terus membaca buku-buku itu, apa ada hal yang kamu cari?" tanya Putri sembari menggandeng tangan Dody. Dody menoleh, "En. Aku sedang mempelajari beberapa informasi yang sebelumnya tak ku pahami, namun bukan hal yang penting..." "Untungnya, sebelum ayahmu pergi dia meninggalkan buku-buku ini. Jadi aku bisa membacanya saat sedang suntuk." ucapnya dengan lembut yang diikuti oleh senyuman. Tubuh harum dengan wajah berseri-seri itu mendekap tubuh Dody, "Apapun itu! Selama ada padaku, maka bisa kamu gunakan sesuka hati..." ucapnya dengan nada mesra.  "Emh... Bukankah kamu yang akhir-akhir ini menjadi lebih manja?" ucap Dody menggoda Putri. Akhir-akhir ini hubungan Dody dan Putri semakin hari semakin membaik. Bagi Putri yang baru pertama kalinya dekat dengan pemuda yang memiliki banyak pengetahuan pun membuatnya mendapatkan pengalaman yang begitu berarti, sehingga tak mungkin untuk dia lupakan seumur hidupnya. Namun benih-benih cinta yang menggebu-gebu dan terasa begitu menggelora itu bukanlah hal yang bisa ia dapatkan hanya dengan tinggal bersama Dody dengan waktu yang lama saja. Melainkan di puncaki oleh suatu kejadian yang sangat mendebarkan dan akan mengubah masa depan seorang tabib wanita itu. Dengan gerakan yang semakin mempererat tubuhnya Putri pun berkata, "Sejak saat itu, dunia ini rasanya hanya milik kita berdua..." Sebenarnya yang terjadi 1 bulan yang lalu... Sudah 2 bulan sejak Dody bersama dengan gadis muda yang memiliki pengetahuan mendalam tentang ilmu pengobatan itu. Dengan tekat membalas budi kepada seseorang yang telah menyelamatkan nyawanya, Dody pun terus membantunya dalam berbagai hal. Sama seperti hari-hari sebelumnya, hari ini pun Dody pergi ke hutan untuk mencari tumbuhan bahan obat. Di balik jendela, putri memandangi sosok pemuda yang berjalan semakin jauh.  "Sejak tubuhnya sembuh, dia terus membantuku mencari tumbuh-tumbuhan yang hidup liar di hutan tanpa aku minta..."  "... Yah, meskipun di hari-hari pertamanya dulu dia hanya membawa pulang rumput yang tak berguna. Namun setelah mengajarkan dan memberinya buku ciri-ciri tumbuhan pun akhirnya dia tahu mana yang bisa digunakan sebagai bahan obat dan mana yang hanya tumbuhan liar." ucapnya dengan langkah kaki yang segera berlalu pergi meninggalkan jendela.  "Tapi kenapa aku tetap membiarkanya berada disini,"  "... Bukankah seharusnya aku menyuruhnya pergi setelah dia sembuh, seperti yang aku lakukan kepada orang-orang yang terpaksa harus aku rawat disini sebelumnya..." Langkahnya terhenti dan Putri menggelengkan kepalanya, "Tidak.... Ini bukan berarti aku yang ingin terus bersamanya kan?"  "Aku hanya membiarkan dia membalas budi seperti yang dia katakan, agar hatinya sebagai pengembara tidak selalu terbebani setelah aku tolong dan dia pergi begitu saja." batinya. Pada masa itu balas budi adalah suatu hal yang sangatlah berharga, bahkan tidak bisa digantikan dengan uang ataupun benda berapapun jumlahnya. Bahkan banyak para pendekar yang menjadi saudara sesumpah yang rela mati demi orang yang telah menolong mereka. "Namun hari-hari yang kulewati bersamanya terasa begitu berwarna,"  "Perasaan hangat yang tak pernah ku rasakan lagi semenjak ayah pergi, membuat ku tak mampu untuk mengusirnya..."  "Ayah... Putri merindukanmu..." lanjut putri dengan suasana hati senang bercampur sedih. Sementara itu, waktu berlalu dengan cepat. Layung senja yang mencuatkan sinar indahnya seakan malu menunjukkan wajahnya dan bersembunyi di balik gumpalan awan hitam.  Dengan langkah panik Putri menunggu Dody yang belum juga pulang. Perasaan cemas sekaligus khawatir membuatnya terus mondar-mandir kesana kemari. "Kemana perginya... Apa gak sadar kalau hari udah mulai petang?" Tiba-tiba terdengar beberapa kilatan petir menyambar seolah langit sedang menunjukan amarahnya. "Jedierrr... Jedierrr... Jedierrr..." 3 kilatan petir berwarna biru menyambar arah hutan yang diikuti dengan suara menggelegar.  "Hah... Gawat! Petir biru? Dody masih di hutan... " tanpa berfikir panjang putri segera berlari menuju hutan. Sementara itu, Dody yang sedang mencari tumbuhan di hutan merasa geram, "Hah, sial! Gara-gara suara petir itu kelinci yang ingin aku tangkap jadi kabur." "Hah sudahlah, toh hari ini aku bisa mendapatkan tanaman obat yang banyak." "Aku harus kembali sebelum gelap." ucapnya dengan melangkahkan kaki ke arah jalan pulang. Namun tiba-tiba terdengar suara binatang dari arah seberang, "Grrrrrrrrrrrr.... Grrrrr...." "Hah, gawat! Ada 2 singa betina yang lagi bertarung."  "Tapi kenapa sama-sama singa kok bertarung, mungkinkah mereka sedang merebutkan singa jantan yang menjadi raja harem? Ahihihi..." ucapnya sembari bergegas mendekat dan bersembunyi di balik pohon besar. Semasa hidup di Bumi, Dody yang banyak menghabiskan waktunya untuk menonton film Anime, membaca komik dan novel pun tak pernah ke kebun binatang. Sehingga saat bisa menyaksikan secara langsung perkelahian 2 hewan buas, ia sangat penasaran. Mencoba mencari tahu apa yang terjadi, Dody melongok untuk melihat kearah 2 hewan yang bertarung. Namun sebelum kepala Dody keluar dari balik pohon yang sangat besar itu, tiba-tiba salah satu hewan yang kalah bertarung terlempar kearahnya.  "Blakk..." suara seekor singa betina menabrak pohon tempat dody bersembunyi dengan tubuh yang langsung tergeletak di tanah tak berdaya.  Dengan mata terbelalak dan detak jantung memburu, Dody yang kaget pun berteriak.  "Uwahhhhhhh... Hmp." jeritnya sembari kembali sembunyi dan menutupi mulutnya dengan kedua tangan.  Singa betina yang satunya pun menyadari kehadiran Dody, dan mulai mendekatinya.  "Grrrrrr...." Berkucuran keringat dingin dan dengan tubuh gemetar, Dody mulai merangkak untuk menjauh. "Gawat... Disini aku hanya mengantarkan nyawa." batinya.  Mengetahui Dody ingin kabur, singa itu segera melompat menghadangnya, "Grrrrrr....." Tubuh Dody pun dengan refleks segera mundur untuk menjauh sembari berteriak, "Woahhh..." Dody yang sadar akan tubuhnya yang lemah dan tidak bisa bela diri, hanya bisa meringkuk dengan memejamkan kedua matanya kala tubuh singa itu semakin mendekat. Dengan keputusasaan yang menghampirinya Dody pun berkata,  "Huftt... Setidaknya, biarkan aku menciumnya sebelum mati... " ucapnya dengan kedua mata tertutup pasrah diikuti rintik hujan yang mulai mengguyur tubuhnya. "Buk... Buk..." terdengar suara kayu memukul benda lunak yang diikuti langkah menjauh. "Aku tak mungkin mau dicium seorang pria yang hanya meringkuk menunggu kematianya tanpa berusaha melawan sedikitpun..." Mendengar suara itu, dody segera membuka matanya dan menoleh kearahnya, "Pu... Putri..."  Menyadari kehadiran Putri yang tiba-tiba ada di depannya dan teringat ada hewan buas yang ingin menerkamnya, Dody segera bangkit dan berjalan kedepan tubuh putri.  Tanpa tahu apa yang terjadi, dody segera membelakangi tubuh putri layaknya pangeran yang melindungi pujaan hatinya, "Awas bahaya!"  "Ada 2 singa betina yang bertarung, yang satu sudah kalah terkapar di balik pohon. Tapi ada satu lagi yang ingin menerkamku..." ucap Dody dengan wajah serius. "Tapi kemana perginya, perasaan tadi ada di depan ku?" lanjutnya dengan menolehkan kepalanya kesana kemari. "Syukurlah kamu tidak papa." ucap Putri dengan tangan yang ia lingkarkan ke tubuh Dody untuk memeluknya dari belakang. Dody memutar tubuhnya dan memegangi pundak dari gadis yang mulai basah terguyur hujan, "Apa yang kamu lakukan di tengah situasi darurat seperti ini? Dan kenapa kamu bisa disini?" ucapnya. "Ssstttt..." desis dari bibir mungil yang hanya berjarak beberapa senti meter dari wajah seorang pria muda itu.  Diikuti gerakan tangan yang terlepas dari pelukan, segera menutup bibir Dody supaya diam dengan jarinya. "Hujan semakin deras, dan sudah terlalu gelap untuk pulang. Ikuti aku! Didepan sana ada gua." ucapnya sembari jalan memimpin arah. "Hah.. Tapi..." ucap dody bingung. "Cepatlah jika tak ingin tertinggal!" balas putri tanpa menoleh. Setelah beberapa saat, mereka berdua pun telah berada di dalam gua dengan pakaian basah kuyup. "Krek... Krek..." suara dody menggesekan dua batu untuk membuat api pada tumpukan kayu bekas para pemburu yang juga pernah berada di gua tersebut. Setelah api berhasil menyala, Dody segera melepas pakaian luarnya dan berkata, "Cepat kemari dan hangatkan tubuhmu." "Emhh.." balas Putri dengan tubuh menggigil kedinginan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD