Chapter 12 : Bahaya

1185 Words
Sunyi, Kenzie dan Kyra tidak mengatakan sepatah kata pun, seolah waktu tengah berhenti. Tatapan Kenzie tajam ke belakang Kyra, yakin kalau ada sesuatu yang tidak beres di sana. Ia tahu ini bukan hanya sekedar insting atau firasat. Walau sudah cukup lama waktu berlalu, mereka berdua tetap belum beranjak dari tempat mereka berdiri. Bahkan, Kenzie sendiri malah mengeluarkan pedangnya, bersiap melakukan serangan. Tentu hal tersebut membuat Kyra gemetar, karena terkejut. “Kenzie, apa yang akan kaulakukan?” tanya Kyra dengan suara gemetar. “Ada sesuatu di belakang sana,” jawab Kenzie, datar. Tiba-tiba sebuah jaring laba-laba besar ditembakkan ke arah mereka. Langsung saja Kenzie bereaksi, refleks membelah jaring besar itu menjadi dua bagian menggunakan kekuatan cahaya dari pedangnya. Ia lantas melepaskan genggaman tangan Kyra, lalu melompat ke depan kala jaring lainnya melesat. Tanpa mengucapkan apa-apa, segera Kenzie memotong jaring itu menjadi empat bagian. Dengan tegak ia berdiri, menatap tajam ke depan, di mana ada seekor laba-laba raksasa yang mendekat ke arahnya. “Hanya seekor hewan lemah saja, tapi berani menantangku?” Kenzie menebas-nebaskan pedangnya beberapa kali. Ia mengalirkan Energi Sihir-nya pada pedang tersebut, lalu membentuk kuda-kuda. Laba-laba tadi seketika bergerak cepat ke arah Kenzie, menembakkan jaring-jaringnya pada pemuda itu. Akan tetapi, Kenzie mampu menangkis itu semua, ia berlari mendekati laba-laba raksasa, kemudian melompat, menebaskan pedangnya secara vertikal, dari atas ke bawah. Benturan antara pedang Kenzie dan kaki laba-laba raksasa membuat suara yang cukup nyaring, menggema di lorong. Kenzie pun melompat ke belakang, menjaga jarak dari laba-laba raksasa. “Kyra, tetaplah di sana, aku akan segera menyelesaikan ini,” kata Kenzie pada Kyra yang ada di belakangnya, tanpa menoleh. “Hm!” Kyra menganggukkan kepala. Sekali lagi Kenzie melesat ke depan, menebas laba-laba raksasa dari segera arah, hingga hewan itu mundur beberapa langkah. Namun, Kenzie tidak berhenti cukup sampai di sana. Ia dengan cepat melompat, menebaskan pedangnya secara vertikal. Kali ini, laba-laba raksasa mencoba menahan serangan Kenzie dengan kakinya, tetapi kakinya malah terpotong menjadi dua bagian, karena Kenzie bergerak lebih cepat dari sebelumnya, membuat pedangnya jauh lebih tajam. Segera Kenzie mundur sejauh mungkin, lalu mengarahkan pedangnya ke depan, hendak menyerang lagi. Sebelum Kenzie melancarkan serangan lanjutan, tiba-tiba saja, dari belakang laba-laba raksasa tadi, datang laba-laba raksasa lainnya. Melihat jumlah mereka yang cukup banyak, Kenzie pun terdiam sesaat. Secepat mungkin Kenzie berbalik, menyimpan pedangnya, berlari, menggendong Kyra menyusuri lorong panjang ini. Namun, para laba-laba raksasa tidak membiarkan mereka pergi begitu saja. Hewan-hewan itu juga berlari, mengejar mereka berdua. Setelah jauh berlari, Kenzie mengupat kesal, “Sial! Kenapa jalan buntu lagi?!” Bukannya berhenti, karena begitu kesal, langsung saja Kenzie mengalirkan Energi Sihir ke kaki, lalu menerjang dinding di depannya. “Jangan menghalangiku!” Dinding tersebut hancur, dan ternyata ada sebuah ruangan lain di balik dinding itu. Namun, Kenzie tidak langsung lega, melainkan ia melirik ke sekitar, mencari jalan keluar. Dan benar saja, ia melihat lorong di sebelah kanan dan kiri ruangan. Tanpa berpikir lagi, ia berbelok ke kanan, masuk ke dalam lorong itu, menghindar sejauh mungkin dari para laba-laba raksasa. Setelah cukup lama berlari, akhirnya Kenzie berhenti dan menurunkan Kyra. “Haah ... haah ... haah ....” Kenzie berusaha mengatur tarikan napasnya yang tidak karuan. “Kurasa mereka tak bisa mengejar kita lagi ....” “Maafkan aku yang tidak dapat berbuat apa-apa ....” Kyra tampak merasa bersalah karena hanya bisa menyusahkan saja. Bukannya menyalahkan, Kenzie malah mengelus lembut rambut perak gadis tersebut, lalu berkata, “Tidak bisakah kau berhenti menyalahkan dirimu sendiri? Itu mengganggu.” “Maaf.” “Berhenti meminta maaf, kau tidaklah salah. Daripada mengatakan maaf, lebih baik kau mengatakan hal lain yang lebih baik.” Kenzie pun melirik ke sekitar setelah meregangkan otot-ototnya. “Hm ... akan kucoba,” jawab Kyra sambil menundukkan kepala. “Itu terdengar jauh lebih baik.” Segera Kenzie berjalan lagi, menyusuri lorong yang diterangi cahaya lentera ini. “Ayo kita pergi dari sini, aku sudah tak tahan lagi.” “Baiklah.” Tanpa perlu diperintahkan, Kyra mengejar Kenzie, lalu meraih tangan kiri pemuda itu. “Ayo.” Tidak seperti sebelumnya, Kenzie berjalan sambil memerhatikan dinding lorong. “Kali ini kita harus lebih waspada, aku tak tahu akan ada bahaya seperti apa lagi yang menghadang kita selanjutnya.” “Ya ..., tapi kupikir, selama ada kau, maka kita akan baik-baik saja. Aku percaya padamu.” “Terima kasih atas pujiannya, tetapi aku tidak sehebat yang kau kira. Jika aku memang sungguh hebat, maka aku tidak akan lari dari para laba-laba raksasa tadi.” “Tetap saja itu tidak mengubah kenyataan kalau kau sudah menyelamatkanku berulang kali.” Kenzie diam sejenak, lalu menjawab, “Aku yang membawamu ke dalam bahaya, jadi wajar saja kalau aku melindungimu. Ini semua salahku.” Bukan mengiyakan, Kyra malah membantah langsung ucapan Kenzie dengan tegas, “Tidak! Akulah yang memaksa ingin ikut denganmu. Jadi kau tidak bersalah.” “Terserahlah.” Tak acuh sedikit pun, Kenzie lanjut berjalan dengan santai. Tak lama berselang, mereka berdua berhenti saat melihat sebuah peti berwarna kecoklatan dengan garis berwarna kuning. Kenzie memerhatikan dengan saksama peti tersebut, ia tak tahu apakah ini harta karun atau jebakan lainnya. Tentu Kenzie ragu untuk membukanya, sebab ia tak ingin lagi dijebak atau masuk ke dalam perangkap. Ia merasa bodoh bila harus terjebak dalam jebakan sejelas ini. Akan tetapi, ia ingin tahu apa yang ada di dalam peti itu. Sejenak ia melirik Kyra, lalu kembali mengarahkan pandangan pada peti di depannya. “Hm ... menurutmu ini jebakan atau bukan?” tanya Kenzie pada Kyra. Kyra pun menjawab dengan ragu, “Entahlah ....” Diperdaya oleh rasa ingin tahu, Kenzie memutuskan untuk membuka peti itu. “Mau jebakan atau bukan, aku akan membukanya. Siapa tahu di dalamnya ada petunjuk tentang jalan keluar!” Tanpa ragu Kenzie membuka peti tersebut, sementara Kyra hanya diam, memerhatikan. Kenzie membuka peti tersebut, kemudian memalingkan pandangan ke sekitar, mencari tahu apakah ada sesuatu yang terjadi. Akan tetapi, setelah beberapa saat, ia tidak menemukan apa pun. Dengan santai Kenzie melirik ke dalam peti, di sana terdapat jubah berwarna hitam, serta topeng yang hanya bisa menutupi bagian kiri wajahnya saja. Bahkan, topeng tersebut tak bisa menutup hidung serta mulutnya, hanya kening dan pipi kirinya. “Hm?” Kenzie langsung mengambil topeng di dalam peti itu, kemudian menggunakannya. “Apakah ini terlihat bagus?” tanya Kenzie, sambil memalingkan wajahnya ke arah Kyra. Kyra sedikit tertawa, lalu menjawab, “Lumayan bagus.” “Entah kenapa aku menjadi tidak yakin saat kaumengatakannya sambil tertawa,” ucap Kenzie, lalu mengambil jubah hitam yang terlipat rapi di dalam peti. “Tapi sudahlah, aku tidak peduli.” Ia pun langsung mengenakan jubah hitam panjang itu. Kyra melirik ke dalam peti, di sana masih ada cadar dan pakaian yang berwarna merah. “Bolehkah aku memakainya?” Kyra melirik Kenzie. “Pakailah. Kurasa ini adalah hadiah, tidak usah khawatir.” Tanpa menunggu lagi, Kyra pun mengenakan cadar di dalam peti, lalu mengambil pakaian perempuan di bawahnya. “Ini cukup bagus.” “Gantilah pakaianmu kalau mau, aku tidak akan mengintip,” ucap Kenzie, tak acuh, sambil menatap ke arah lorong kosong di depannya. “Hm ... baiklah, kau akan tahu akibatnya bila mengintip ....” “Tidak akan!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD