Chapter 65 : Kakak Beradik

1265 Words
Berjalan selama beberapa waktu, Kenzie dan Zill kini telah sampai di gunung yang dikatakan Gale. Mereka berdua pun segera mengamati tempat ini dengan saksama, mencari ke mana kira-kira dua pemilik pecahan Pedang Excalibur berada sekarang ini. Namun, sejauh mata mereka memandang, hanya ada pepohonan serta bebatuan di sekitar sini, tidak ada tanda-tanda kehidupan. Keduanya pun memutuskan untuk berjalan lebih jauh, hingga tibalah mereka di sebuah tebing tinggi. Di sini angin berembus kencang, menerpa tubuh mereka berdua. Berjalan lebih jauh, mereka menghentikan langkah kala tahu di depan terdapat sebuah gua. “Hati-hati, Kenzie, ada sesuatu di depan sana,” kata Zill memberikan sebuah peringatan pada Kenzie. Kenzie menganggukkan kepala, menarik keluar pedangnya, dan menghunuskan pedang tersebut ke depan. “Ya ... aku juga merasakannya.” Mendadak Kenzie dan Zill melompat dalam waktu bersamaan. “Datang!” Zill berteriak kencang ketika melihat di bawah sana ada sebuah lingkaran sihir. “Aku mengerti!” Tanpa ragu, Kenzie menebaskan pedangnya ke bawah, menghancurkan pilar tanah yang keluar dari lingkaran sihir tadi. Akan tetapi, lingkaran sihir lain datang dari segala arah, saat mereka berdua mendarat. Di situasi ini, Zill menarik keluar katananya, kemudian menebas setiap batu yang menyerang mereka dari berbagai arah. Batu-batu tersebut terus bermunculan dari lingkarang-lingkaran sihir yang tertempel di dinding tanah serta tanah yang kini mereka injak. “Berbahaya, kita harus menyerang balik!” ucap Kenzie. Menyadari situasi mendesak, Kenzie yang sudah lama tidak menggunakan lingakaran sihir, karena selalu menyerang dan bertahan menggunakan pedang, kini kembali menarik napas panjang, mengingat cara menggunakan lingkaran sihir. Ia tahu kalau selama ini ia tidak menggunakan lingkaran sihir karena tahu kalau ia tak mahir menggunakannya, tetapi sekarang, ia harus menggunakannya. Jika tidak, ia bisa saja terluka. Sebuah lingkaran sihir besar mendadak muncul di depan Kenzie, menghalau setiap serangan batu yang datang melesat. Tidak hanya itu, ia juga segera membuat beberapa lingkaran sihir lagi, mengelilingi dirinya dan Zill. Setelahnya, ia segera menggunakan mantra pelindung. “Sekarang, aku tidak mau lagi memaksakan diri untuk mengatasi segala situasi hanya dengan pedang ...,” kata Kenzie, mengembuskan napas panjang. “Ini memang lebih rumit dari hanya menebas dan memukul, tetapi jauh lebih efektif digunakan sekarang!” Selama ini, Kenzie terus menghindar menggunakan lingkaran sihir dan mantra untuk melatih diri menggunakan pedang. Sekarang, ia merasa sudah cukup mahir menggunakan pedang, lalu mencoba menggunakan lingkaran sihir serta mantra untuk mengatasi keadaan. Mendadak Kenzie terdorong ke belakang ketika lingkaran sihir serta mantra pelindungnya dihancurkan oleh seseorang, memakai sebuah tongkat panjang. Debu segera bertebaran ke sekitar, menutup penglihatan, lalu orang yang menyerang tadi, bergerak di dalam kupalan debu untuk menyerang. Namun, Zill menangkis setiap pukulan tongkat yang diluncurkan oleh lawannya itu. “Mantra pengikat,” gumam Kenzie, melafalkan mantra. Dalam sekejap, pria yang menyerang mereka, terikat oleh rantai emas. Ziil segera mundur, mendekat pada Kenzie. Kepulan debu pun menghilang, hingga terlihat seorang pemuda bertubuh kekar dengan tato kecil dileher, berambut coklat, terikat oleh sebuah rantai berwarna keemasan yang diciptakan oleh Kenzie. Akan tetapi, dengan begitu mudah pria berambut coklat tersebut menghancurkan rantai tadi. “Hanya ini kemampuan kalian? Payah, sangat payah!” kata pemuda itu, menatap tajam ke depan. “Apa tujuan kalian ke sini, para siluman b******k!” “Siluman?” Kenzie sedikit tersentak. “Apa yang kau katakan? Kami bukan siluman! Kami manusia!” “Siluman sialan! Kalian tidak akan bisa lagi menipuku menggunakan jurus berubah wujud kalian itu! Cepat kembali ke wujud asli kalian!” Tidak mau mendengarkan, pemuda tadi lantas berseru lantang. “Kami bukan siluman, kami hanya manusia biasa. Kau bisa menanyakan itu pada Tuan Gale kalau kau tak percaya pada kami ...,” kali ini Zill kembali membuka mulut, mengatakan kebenaran. Suara hentakan yang sangat keras, terdengar, diiringi dengan munculnya kepulan debu di sekitar. “Jangan membual lagi! Aku tidak akan percaya pada kalian berdua!” Pemuda tersebut segera melesat ke depan. Menarik Zill ke belakang, Kenzie lantas menangkis pukulan tongkat panjang yang diluncurkan oleh pemuda itu secara vertikal. Gelombang udara tercipta, membuat Zill berusaha keras menjaga keseimbangan tubuh. Tanpa mau menjeda serangan, pemuda berambut coklat langsung memukulkan tongkatnya dari segala arah, menyerang Kenzie tanpa lelah. Sekuat tenaga Kenzie menangkis semua serangan itu. Kali ini ia yakin kalau orang ini adalah salah satu pemilik pecahan Pedang Excalibur, sehingga memiliki kekuatan sekuat ini untuk bertarung dengannya. Selain itu, ia yakin benar kalau apa yang dipikirkannya ini benar, karena firasat yang ia rasakan, sama seperti firasat ketika dirinya bertemu dengan Zidan. Kala sekali lagi pedang Kenzie dan tongkat panjang pemuda berambut coklat berbenturan, keduanya langsung terdorong jauh ke belakang. Tarikan napas Kenzie lantas terengah akibat kelelahan bertarung usai menempuh perjalanan yang cukup panjang hingga bisa tiba di sini. Sementara itu, pemuda berambut coklat masih tetap tenang sembari mengamati lawan. “Kau ternyata cukup gigih dan masih terus mempertahankan wujud samaranmu itu. Aku terkesan melihatnya ....” Pemuda tadi menghunuskan tongkatnya ke depan, memasang raut wajah datar. Saat Zill hendak menyerang pemuda itu, Kenzie langsung menghalanginya. “Serahkan dia padaku, Zill. Kau tetap berjaga-jaga, kita tak tahu bahaya apa yang sedang mengintai. Setidaknya, kita harus berbagi tugas.” Mendengar itu, Zill lantas menganggukkan kepala, terus waspada pada sekitar, sesuai dengan apa yang Kenzie katakan. “Baiklah, serahkan serangan selanjutnya padaku. Menangkan ini, Kenzie ....” Mengembuskan napas panjang, konsentrasi Kenzie langsung meningkat pesat. “Aku sudah mengatakan padamu kalau aku bukan siluman. Tapi karena kau tidak percaya padaku, maka terpaksa aku harus membuatmu percaya padaku dengan paksa!” “Majulah kalau kau bisa!” Pemuda tadi sudah siap mengambil kuda-kuda kokoh, hendak menghadapi serangan kuat yang mungkin akan diluncurkan Kenzie pada dirinya. “Buktikan dengan kekuatanmu, bukan dari ucapanmu.” “Sudah lama aku tidak menggunakan ini ...,” gumam Kenzie. Seketika tato muncul ke sekujur tubuhnya. Ia tahu kalau jurus yang akan digunakannya ini hanya dapat ia gunakan satu kali dalam sehari, tidak sedang dalam kondisi tubuh terluka, tetapi demi membuktikan kalau dirinya pada pemuda berambut coklat, ia bertekad kuat untuk menggunakan jurus ini. “Aku tahu dengan ini pasti kau akan mengerti!” Seketika, pemuda berambut coklat tercengang kala melihat tato di sekujur tubuh Kenzie. Tak membuang banyak waktu, Kenzie melesat cepat ke depan, mengores leher pemuda berambut coklat yang tidak dapat bereaksi terhadap serangan super cepat Kenzie. Bukan hanya pria berambut coklat, Zill juga tercengang melihat serangan Kenzie yang sangat cepat itu. Akan tetapi, karena memaksakan diri menggunakan jurus yang kuat ini, dalam keadaan tubuh yang belum stabil usai melawan Parvis, membuat Kenzie tak dapat bergerak sedikit pun. Tanpa mau mengindahkan keberadaan pemuda berambut coklat, Zill berlari dengan cepat, mendekat e arah Kenzie. “Kenzie, jangan bergerak terlebih dahulu,” ucap Zill, langsung mengarahkan katananya pada pemuda berambut coklat. Akan tetapi, Kenzie masih begitu tenang, berkata dengan nada pelan, “Tenang saja, Zill. Dia tidak akan menyerang lagi ....” Pemuda berambut coklat masih terdiam, kemudian mengusap darah yang keluar dari luka di lehernya yang memiliki tato. Tepat seperti apa yang Kenzie duga, kali ini pemuda berambut coklat itu mengerti kenapa Kenzie berusaha keras menunjukkan kalau ia adalah manusia, pada pemuda ini. “Ternyata begitu,” gumam si pemuda. Beberapa saat kemudian, seorang gadis kecil dengan rambut coklat panjang, memegang tongkat yang di salah satu ujungnya terdapat semacam gelang, keluar dari dalam gua. “Kakak, apa yang terjadi ...,” katanya sembari memerhatikan sekitar. Segera dia mendekat ke arah Kenzie yang tidak bergerak, karena merasa kasihan. “Apa kau baik-baik saja?” tanyanya. Pemuda berambut coklat langsung berbalik, berkata pada adiknya—gadis berambut coklat, “Lisa, tolong pulihkan orang itu ....” “Baik, Kak ....” Atas pemintaan kakaknya, Lisa langsung menyentuh pundak Kenzie, mengeluarkan cahaya berwarna hijau untuk menyembuhkan Kenzie.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD