Chapter 46 : Parvis II

1059 Words
Dalam situasi sekarang, Parvis hanya dapat terdiam dan memikirkan kembali apa yang sudah dia lakukan. Memang benar apa yang Kenzie katakan padanya itu masuk akal, tetapi dia tetap tidak dapat mempercayainya begitu saja. tetap ada sebuah kemungkinan kalau Kenzie sengaja untuk melakukan sebuah penggiringan pendapat agar ia bisa meyakinkan Parvis. Akan tetapi, setelah memikirkannya cukup lama, Parvis sadar kalau tidak ada gunanya bagi Kenzie melakukan hal itu. akan jauh lebih baik bagi Kenzie untuk langsung menghabisi nyawanya, dari pada harus melakukan sesuatu yang sangat merepotkan dan memperpanjang masalah seperti ini. Jadi, Parvis mendapatkan kesimpulan lain, ada satu cara yang bisa membuat dirinya percaya kalau Kenzie memang berbohong atau tidak. Parvis lantas mengangkat kedua tangannya, kemudian berkata dengan pelan, “Tampaknya aku memang sudah salah, tapi aku tetap masih menyimpan rasa curiga pada kalian. Jika kalian memang bukan siluman, kalian pasti tahu harus melakukan apa sekarang ini, kan?” Kenzie melirik Parvis sejenak, lalu melirik ke arah kapak Parvis yang sudah ia buang sebelumnya. Ia sangat mengerti apa yang hendak Parvis katakan padanya sebenarnya, jadi ia pun segera melirik ke arah Zidan. Zidan sendiri lantas menganggukkan kepala, terlihat setuju dengan keputusan apa saja yang nanti Kenzie ambil demi meyakinkan Parvis. “Aku tidak masalah untuk memberimu kapak itu.” Kenzie segera menarik pedangnya kembali, membiarkan Parvis bebas bergerak sesuka hati dan mengambil kembali kapaknya yang sudah Kenzie buang. Tentu saja Kenzie paham kalau sekarang bukan saat yang tepat untuk bertanya tentang pecahan Pedang Excalibur yang Parvis katakan sebelumnya, jadi ia seketika mengatakan hal lain, “Sekarang kau sudah mendapatkan apa yang kau mau. Jadi, apa keputusanmu sekarang, Parvis?” Sejenak, Parvis memerhatikan dengan teliti setiap detil dari kapaknya, lalu menjawab, “Baiklah, dengan ini aku bisa sedikit mempercayai kalian. Tapi, bisakah aku menanyakan tentang sesuatu hal sekarang?” Parvis berbalik, menyimpan kembali kapaknya di atas punggung. “Aku tidak ingin banyak bicara lagi, sekarang katakan bagaimana kalian mendapatkan kekuatan kalian itu? Tolong jawab dengan jujur ....” Tanpa ada angin atau pun hujan, Kenzie malah mendapatkan sebuah kesempatan yang bagus untuk mengetahui apakah Parvis memang seorang pemilik pecahan Pedang Excalibur atau bukan. Tidak membuang waktu lagi, langsung saja Kenzie memberikan jawaban, “Itu sebuah pertanyaan yang mudah. Aku sendiri mendapatkan kekuatan dari pecahan Pedang Excalibur.” Kenzie lantas melirik Zidan dan Vani. “Aku juga sama seperti Kenzie, mendapatkan kekuatan dari pecahan Pedang Excalibur secara tidak sengaja. Itulah mengapa aku ikut bersama orang ini mengembara untuk mengumpulkan orang-orang yang memiliki pecahan Pedang Excalibur ...,” Zidan menjawab dengan tenang. “Tidak ada yang bisa kujelaskan padamu. Aku tentu saja sama seperti mereka berdua.” Vani terlihat acuh tak acuh. Parvis pun mengalihkan perhatian pada Kyra yang sedari tadi hanya diam, tidak melakukan apa pun selain bersembunyi. “Kau sendiri?” Sebelum Kyra dapat menjawab, Kenzie langsung menyela, “Maaf, Kyra hanyalah seorang manusia biasa yang pernah kubantu dan kuajak berpetualang bersama. Dia sama sekali tidak memiliki kekuatan apa pun, kau bisa melihatnya dengan jelas menggunakan kedua matamu itu.” Tak serta merta percaya lagi, Parvis sedikit berpikir. “Yeah, aku paham dengan apa yang kau bicarakan. Jadi, mau tak mau sepertinya aku memang harus percaya pada kalian semua. Bersyukurlah kalian bisa meyakinkanku dengan semua ucapan itu.” “Omong-omong, bisakah aku mengonfirmasi sesuatu?” Kenzie segera membawa topik pembicaraan baru. “Tentu saja. Apa yang ingin kau konfirmasi?” Parvis segera menanggapi. “Apakah kau juga salah satu pemilik pecahan Pedang Excalibur?” “Seperti yang kau katakan.” “Kalau begitu—” Belum sempat Kenzie melanjutkan ucapannya, segera Parvis mengangkat tangan, memotong ucapan Kenzie. “Sebaiknya kita membicarakan ini di tempat lain saja. Ayo ikut aku ke rumahku.” Segera Parvis berjalan menuju rumahnya, usai mengajak Kenzie dan teman-temannya berkunjung. Kenzie dan Zidan sekali lagi saling memandang, kemudian berjalan perlahan mengikuti Parvis. Mereka berempat tidak curiga dengan Parvis sedikit pun sekarang ini, jadi mereka sedikit menurunkan tingkat kewaspadaan mereka. *** Setibanya di rumah, Parvis langsung mempersilahkan Kenzie dan teman-temannya untuk menunggu di ruang tamu yang berisikan beberapa kursi dan sebuah meja besar. Parvis sendiri segera pergi ke dapur untuk mempersiapkan minuman, sebagai jamuan bagi tamu-tamunya. Kali ini, Parvis mencoba untuk mempercayai Kenzie, jadi dia dengan tulus menyiapkan minuman. Di ruang tamu, Kenzie sedikit termenung melihat ruangan besar ini. Dulu, ia hanya tinggal di sebuah rumah kecil yang memiliki ruang tamu kecil juga, jadi ia baru pertama kali melihat sebuah ruang tamu besar serta ditempati barang-barang yang masih bagus. Bukan hanya Kenzie, Zidan dan Vani juga cukup terkesan melihat ruangan ini, lalu mereka pun segera duduk sembari terus melirik ke sekitar dengan mata berbinar. Akan tetapi, berbeda dari yang lainnya, Kyra terlihat tidak begitu takjub dan duduk dengan tenang di kursi sembari memikirkan sesuatu. Perlahan, Kenzie duduk dan tetap memerhatikan sekitar, tanpa mau memedulikan teman-temannya. Hingga pada akhirnya, Parvis datang sembari membawa sebuah teko di atas nampan beserta dengan beberapa gelas serta sedikit cemilan. Awalnya, dia terkejut melihat Kenzie, Zidan dan Vani yang takjub melihat ruang tamunya. Namun, hal ini kemudian membuat Parvis semakin yakin kalau mereka bukanlah siluman. “Silakan dinikmati minumannya ...,” ucap Parvis usai memberikan para tamunya minuman, masing-masing satu gelas. “Kuharap, kalian menyukai minuman yang aku buat ini ....” Tidak sungkan lagi, Kenzie segera menyeruput minuman yang Parvis berikan. Akan tetapi, ketika minuman itu masuk ke dalam mulutnya, Kenzie secara tidak sengaja menyemburkannya kembali. “Rasanya pahit sekali ....” Parvis pun tersenyum canggung melihat Kenzie itu. “Jadi kalian masih belum terbiasa dengan minuman yang disebut teh ini? Aku juga awalnya tidak terbiasa, tetapi lama-lama aku menjadi terbiasa meminumnya. Maaf, aku akan mengambil minuman lain untuk kalian.” Saat Parvis pergi, Kenzie hanya diam, menahan rasa pahit yang masih menempel di mulutnya. Sementara itu, usai melihat Kenzie menyemburkan minuman tadi, Zidan dan Vani juga tidak ingin minum. Kyra memandangi sekitarnya sejenak, lalu kembali diam sembari menggeser secangkir teh di depannya. Tampaknya dia cukup berbeda dari yang lainnya, tetapi teman-temannya tidak menyadari hal tersebut. Beberapa saat kemudian, Parvis kembali dan menyuguhkan minuman lain pada para tamunya. Berhubung dia tidak tahu lagi harus menyuguhkan apa, mau tak mau ia pun hanya menyuguhkan air putih. Namun, Kenzia tanpa ragu langsung menghabiskan air minumnya untuk menghilangkan rasa pahit yang masih menempel di mulutnya tadi. Sekarang, setelah minum segelas air minum, Kenzie merasa jauh lebih baik lagi. Tidak perlu menahan rasa pahit yang melekat di mulut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD