Chapter 34 : Akhir Insiden

1161 Words
Zidan kini sudah berada di sebelah Vani, melawan para siluman yang menyerang dengan kombinasi kekuatan mereka berdua. Dengan tujuan yang sama, yakni melindungi Kyra serta mengalahkan para siluman ini, Zidan menjebak para siluman dalam ilusi, sedangkan Vani menyerang para siluman yang sudah terjebak dalam ilusi, menggunakan bola-bola api miliknya. Seiring berjalannya waktu, serangan kombinasi antara Zidan dan Vani terus saja meningkat, sehingga jumlah para siluman, kian berkurang. Selain itu, karena komandan para siluman ini, yakni siluman tanpa mata, sudah tewas di tangan Kenzie, para siluman yang kehilangan pilar mereka, menjadi tidak sekuat sebelumnya. Mereka kini dapat dikalahkan dengan sangat mudah oleh Zidan dan Vani, tanpa perlu membuang banyak tenaga. Tak memakan banyak waktu, para siluman yang tersisa pun, berhasil dibantai, hingga tidak ada satu siluman lagi yang tersisa. Kala pertarungan berakhir, Zidan dan Vani langsung jatuh terduduk di tanah, kehabisan tenaga untuk bergerak lagi. Kyra yang masih memiliki banyak energi pun, langsung bergerak mencari minuman yang mungkin masih ada di dalam desa ini. “Tunggu aku membawakan kalian sesuatu untuk diminum,” ucap Kyra, segera berlari ke sekitar, mencari tempat penyimpanan air untuk Zidan dan Vani yang sudah berjuang keras. Namun, ketika di perjalanan, gadis itu melihat ada tangan yang bergerak dari tumpukan mayat. Tanpa menunggu lagi, dia langsung saja menarik tangan tersebut. Ternyata, tanpa diketahui, masih ada orang yang hidup di dalam tumpukan mayat ini. Segera Kyra berteriak pada Kenzie yang masih dapat berdiri, “Kenzie! Di sisi masih ada seseorang yang hidup!” Sontak saja Kenzie memalingkan pandangan, tetapi Zidan yang juga mendengar teriakan itu, langsung berlari mendekati Kyra. Tepat di depan Kyra, kini berdiri seorang pria yang tubuhnya berlumuran darah. Melihat itu, Zidan langsung jatuh berlutut di tanah sembari menangis terharu, benar-benar tak mengira masih ada orang yang selamat dari tragedi mengerikan yang baru saja terjadi. “Syukurlah ..., masih ada yang selamat. Syukurlah ....” Zidan tak sanggup menahan diri untuk bersyukur. Sementara itu, pria yang baru saja Kyra selamatkan itu, hanya diam, tampak trauma, sama seperti Zidan sebelumnya. Namun, pria itu sedikit tersentuh kala melihat Zidan yang menangis terharu untuk dirinya. Beberapa saat kemudian, Kenzie dan Vani juga datang mendekati Zidan dan Kyra. Kenzie tersenyum tipis melihat Zidan yang menangis terharu, lalu berbisik pelan di telinga Zidan, “Sudah kubilang, kan? Masih ada hal yang bisa kau lakukan.” Kenzie juga ikut senang karena tanpa diperkirakan sebelumnya, ternyata masih ada orang yang berhasil diselamatkan. Sungguh membuat Kenzie bersyukur karena terus bertarung tanpa mau menyerah. *** Usai menemukan satu orang pria yang masih selamat, Kenzie, Zidan dan Vani kembali melanjutkan pencarian korban yang mungkin masih selamat, sedangkan Kyra bertugas untuk merawat pria tadi. Sembari melakukan pencarian, ketiga remaja itu juga mengumpulkan mayat-mayat penduduk di satu tempat untuk kemudian dikuburkan bersama-sama. Selama mengumpulkan mayat, Zidan hanya diam, masih belum dapat menerima kenyataan yang sangat tragis ini. Ia sangat berharap kalau apa yang terjadi ini hanya sebuah mimpi buruk, kendati hal itu sangat tidak mungkin terjadi, sebab semuanya bukanlah mimpi, melainkan kenyataan. Dan ini sangat menyayat hati Zidan, lebih dari hanya sekedar tergores. Beberapa jam usai melakukan pencarian, mereka berhasil menemukan sepuluh penduduk yang masih hidup. Dari sepuluh orang itu, ada dua anak laki-laki, dua anak perempuan, empat pria dewasa, dan dua wanita dewasa. Namun, menemukan mereka saja sudah sangat membuat Kenzie dan teman-temannya senang, karena berhasil menemukan korban selamat. Kala mereka bersiap menguburkan mayat para penduduk yang tewas, mendadak saja Kenzie merasakan sesuatu hal. Dalam diam, Kenzie segera bergerak ke suatu tempat. Zidan, Vani dan Kyra pun langsung berpaling ke arah Kenzie yang terlihat sangat terburu-buru itu. Mereka saling memandang terlebih dahulu, lalu menganggukkan kepala dan langsung mengejar Kenzie. “Ada apa, Kenzie?” tanya Zidan, bingung melihat tindakan Kenzie. “Apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” Vani menyahut dengan melontarkan sebuah pertanyaan lain. Kenzie tetap diam sejenak, kemudian menjawab, “Aku merasakan sesuatu.” Segera pemuda itu berhenti kala sudah berada di dekat dinding tanah. “Di sini ...,” Kenzie melanjutkan. Sontak saja hal itu membuat Zidan teringat akan sesuatu dan mulai menggali dinding itu. “Jangan-jangan, dua gadis itu sudah mempersiapkan rencana cadangan kalau terjadi sebuah hal yang tidak diinginkan ....” Menggali dinding tidak begitu dalam, Kenzie segera melihat sebuah papan yang digunakan untuk menutup sebuah lorong. Tanpa ragu lagi, Zidan membuka papan tersebut, dan tubuhnya seketika mematung kaku kala melihat para penduduk yang masih bersembunyi di balik papan kayu tadi. Terlihat jelas raut wajah lega di wajah para penduduk kala melihat Zidan berdiri tepat di hadapan mereka. “Tuan Zidan telah datang menyelamatkan kita!” seru mereka, girang. Zidan lagi-lagi tak dapat berkata apa-apa, sedangkan air mata terus mengucur membasuh habis pipinya. Dia pun segera menyingkir kala para penduduk mulai berjalan keluar dari lorong persembunyian. Akan tetapi, wajah Zidan seketika berubah murung kala melihat para penduduk yang tersisa tersungkur melihat semua mayat yang sudah dikumpulkan di satu area. Ada dari para penduduk itu yang seketika jatuh berlutut di tanah, melihat apa yang telah terjadi. Kenzie, Vani dan Kyra hanya diam, tidak ingin mengatakan apa pun, hanya melihat dari jarak yang tidak begitu jauh. Mereka tentu saja tahu bagaimana perasaan Zidan dan para penduduk yang selamat sekarang, itulah mengapa mereka hanya diam, tidak mau berkomentar apa pun. Mengabaikan harga dirinya, Zidan segera bersujud di hadapan para penduduk yang tersisa, lalu meminta maaf dengan air mata yang berlinang pada para penduduk itu, “Maaf, aku tidak dapat melindungi kalian, karena aku sangatlah lemah.” Zidan mengepalkan kedua tangannya dengan begitu erat, seperti sedang kesal pada dirinya sendiri. “Maaf, sungguh maafkan aku. Aku tidak dapat menepati janjiku pada kalian.” Melihat itu, sejenak, para penduduk yang sangat terpukul melihat kejadian mengerikan yang tidak dapat dicegah oleh Zidan, saling memandang satu sama lain. Lalu, seorang pria bertubuh besar dengan rambut sedikit memutih, melangkah ke depan, merendahkan tubuh dan mengelus kepala Zidan. “Ini bukan salahmu. Ini semua terjadi karena kami sangat lemah dan hanya bergantung padamu untuk bertahan hidup. Jika kau tidak ada, kami pasti tidak akan bisa bertahan sampai sekarang.” Dia menjeda kalimatnya selama beberapa saat. “Jadi, jangan salahkan dirimu sendiri. Biarkan kami juga ikut ambil bagian menanggung kesalahan kami sendiri, Tuan Zidan.” Kata-kata seperti itu tentu saja membuat Zidan semakin tak dapat menahan air matanya untuk keluar. Dia tidak menyangka kalau dirinya akan dimaafkan atas apa yang baru saja terjadi. Pria dengan rambut sedikit memutih tadi lantas mengangkat tubuh Zidan untuk tegak kembali, tidak bersujud, lalu menatap mata Zidan dengan tatapan lembut dan senyum tipis. “Kau sudah berjuang dengan keras sebisamu, Tuan Zidan. Tidak usah terlalu menyalahkan dirimu atas semua hal yang terjadi.” “Itu benar, Zidan ...,” Kenzie menyahut, masuk ke dalam percakapan. Tentu saja Kenzie sangat tahu bagaimana perasaan Zidan sekarang, sebab dulu ia pernah melakukan hal yang paling mengerikan baginya. Namun, ia juga harus mengakui, kalau itu adalah awal dari petualangannya hingga sekarang. “Jangan terlalu menyalahkan dirimu atas kegagalan yang kau dapatkan. Jadikan itu bahan bakar untuk melakukan sesuatu yang lebih hebat.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD