Teaser

1422 Words
Kamu bilang, kamu akan selalu ada. Mungkin kamu lupa. -Anna “Cozy house.” Nathan menutup pintu kayu itu di belakangnya. Berdiri canggung. Tetesan air hujan jatuh dari ujung pakaiannya yang basah, mencium lantai kayu. ‘Sepertinya, Maya belum pulang’. Tidak ada banyak cahaya di dalam. Hanya jejak cahaya lampu jalan, mengintip dari jendela. Dan sesekali kilatan cahaya petir. Meski begitu, aku masih bisa melihat dengan jelas setiap garis lekuk tubuhnya. Bahu lebar dan kokoh. Perut datar yang kencang. Garis tulang selangkanya tegas, ekor keras di balik celananya. Naruri binatangnya mengaum, di dalam tubuhnya. “Terima kasih, Sudah datang ke Kastil-ku, Tuan.” Aku menarik satu ujung bibirku. Menekankan kata ‘tuan’, lalu membungkuk kecil dan mengayunkan tanganku, seperti seorang pelayan. Sebelum kemudian mengulurkan tanganku, meraba saklar lampu ruang tengah. Membiarkan cahaya kuning lembut itu menyinari tubuh kami yang hampir bisa dibilang, setengah telanjang. Kemeja putih basah yang dikenakannya sekarang, bisa dibilang, hampir tembus pandang. Kain putih itu melekat pada tubuhnya. memperlihatkan kulit cokelat tercium matahari, dan garis-garis tubuh kokoh yang tegas. Aku penasaran, seberapa kuat tubuh itu. Tanpa sadar, aku membasahi, bibir bawahku perlahan. Butiran air hujan di kulitnya, membuatnya terlihat bersinar di bawah cahaya lampu. Mengalir dari pelipisnya, turun rahang dan garis lehernya. Rambutnya yang basah, memiliki daya tariknya sendiri.  Aku menelan air liurku perlahan, lapar. Sementara Nathan menarik nafas dalam, tertegun, lalu berhenti bernafas dengan rahangnya jatuh ke lantai. Matanya terpaku padaku. Pupilnya melebar, lapar Ada kilatan binatang buas di matanya. Bola mata cokelat hazel itu, mengatakan lebih banyak dari kata-kata dapat lakukan. Nathan, sekali lagi menarik nafas dalam, sambil membawa kedua tangannya ke kepalanya, menarik rambutnya yang basah ke belakang, sampai ke tengkuknya. Seperti sedang berusaha mengendalikan hasrastnya. Melihat sesuatu yang begitu dekat, tapi tidak bisa disentuh. Aku. “Apa anda masih lapar, tuan?” menekan kata ‘tuan’. Nathan menyeringai, menatapku tajam. Aku sendiri terkejut mendengar kata yang terlontar dari bibirku sendiri. Ada provokasi yang nyata disana, aku tidak bisa menyalahkannya, kalau dia menerkamku di sini, saat ini juga. Kalau aku berada di sepatunya, aku juga akan melakukannya. Entah dari mana datangnya keberanian itu. Sial! Seharusnya aku tidak minum! 'anggur sialan!' Tubuhku bergerak dengan sendirinya. Darahku mendidih di bawah kulitku, udara di sekitarku memberat. Sihir beterbangan di udara. Aku membasahi bibir bawahku dengan lidahku, tidak melepaskan mataku darinya. Jantungku, berdetak untuknya. Aku bisa mendengar detaknya di kepalaku, lambat tapi kuat. Memanggil namanya. Perlahan aku mengumpulkan rambutku yang lembab menjadi satu. Memutarnya lalu menggulungnya ke atas. Mempertontonkan leher jenjangku. Memastikan matanya tertuju padaku, dan hanya aku. Memotong tali terakhir yang mengikatnya. Seperti perhitunganku, Nathan mengambil langkah lebar, mendekat ke arahku. Tubuhnya menghantam tubuhku, mendorongku ke belakang kasar lalu menahan kedua tanganku di salah satu sisi dinding. Aku terperangkap di antara tubuhnya dan dinding di belakangku . Mata kami bertemu. Pipinya memerah dan n*fsu binatang mengerang di dalamnya. Sangat dekat untuk kehilangan akal sehatnya, lalu menyerahkan tubuhnya pada insting. Ini bukan ide yang bagus. "Jangan memprovokasiku, nona!" nafasnya memburu. suaranya dalam dan parau, berpadu dengan alunan suara hujan membentur atap dan kayu. Bau anggur pekat menguak dari bibirnya. Bercampur dengan paduan aroma musk, kayu dan sedikit bunga oriental lembut. Samar-samar aku bisa mencium bau hangat yang manis dari kulitnya ‘oh good lord’, dinding dalamku mengencang. "Atau…" kalimatnya menggantung di udara. "Atau apa, huh?" Aku mengangkat wajahku, menarik alisku ke atas. Menantang. ‘s**t Anna! Apa kamu sudah kehilangan akal sehatmu?! Apa yang kamu lakukan? Laki-laki ini jauh lebih besar dan lebih kuat darimu!’  ‘So what?’ Aku menggigit bibir bawahku, menatap matanya yang terpaku di bibirku. ‘Kamu baru mengenalnya!’ pupil mataku melebar, dan untuk sesaat aku lupa caranya bernafas. ‘Bernafas Anna! Bernafas!’ d*daku mengembang dan mengempis seirama dengan tarikan nafasku. Malam ini, aku tidak merasa seperti diriku sendiri. Tanganku bergerak dengan sendirinya, menyentuh sisi kanan. Jari-jariku menyusuri cuping telinganya, lalu turun ke pipi dan garis rahangnya. Biasanya aku tidak akan melakukan hal bodoh seperti ini.  Tapi sekarang aku tidak bisa berpikir jernih. ‘Well. Persetan dengan perempuan baik!’ suara kecil di kepalaku berteriak. ‘Man marry b***h, anyway!’  Nathan merapatkan wajahnya lebih dekat, nafasnya menyentuh kulitku. Tubuhku tersentak merasakan gigitan kecil di ujung jariku. Bibir lembut merah muda itu, menghisap jari telunjuk masuk ke dalam. Matanya menatap mataku. “Kamu berada di dalam masalah besar Nona.” Nathan berbisik di telingaku, setengah mendesah, sensual. Sebelum menggigit cuping telingaku. Aku memejamkan mataku dan menyandarkan kepalaku ke dinding. “Bolehkah aku?” Hanya butuh satu anggukan kecil, untuk melepaskan n*fsu binatang dalam laki-laki itu. Nathan dengan penuh gairah, menekan tubuhku dengan tubuhnya. Menahan kedua tanganku di atas kepalaku di dinding. Bibirnya melumat bibirku, menggigitnya lembut. Perlahan menghapus bibir laki-laki berengsek itu dari bibirku. Mataku hampir basah saat lidahnya mendorong masuk ke dalam mulutku. Menari-nari di dalam ronggaku, menghapus jejaknya, perlahan tapi pasti. 'Hanya seperti yang aku butuhkan sekarang'. Nafasnya memendek. Memberat. Dan menggebu. Nathan melingkarkan satu tangannya di pinggulku, menarik tubuhku lebih dekat kepadanya. Darahnya mendidih di balik kulitnya. Hanya pakaian lembab di antara kami yang memisahkan kulitku dari kulitnya. Aku mencengkeram punggung bidangnya, kuat. Menancapkan kuku di punggungnya. Lalu menjatuhkan kepalaku ke belakang. Tubuhnya yang kekar merangkul tubuhku. Kecupannya menyusuri leherku, mengirim sengatan gelombang-gelombang listrik ke intiku. Sementara tangannya perlahan menjamah d*daku yang tertutup kemeja basah. Mengirimkan rasa geli yang membuat tubuhku menggeliat. Aku bisa merasakan sesuatu mengalir keluar di bawah sana. Lembab. Basah. Sementara ekor-nya mengeras, membakar paha dalamku. *** Anna. Atau Kirana Zaskia Larasathi, lebih tepatnya. Huh! Nama yang selalu membuatku tertawa setiap kali mendengarnya. Kirana Zaskia Larasathi, artinya perempuan molek yang suci. Ironis. Karena dilihat dari manapun, tidak ada yang spesial dariku.  Hanya seorang perempuan biasa, yang menjalani kehidupan yang biasa. Sekolah, kuliah, lulus, bekerja, menemukan belahan jiwa, menikah lalu menghabiskan hidupku dengan orang yang paling aku cintai. Menjadi istri dan seorang ibu. seperti wanita kebanyakan. Sebelum kemudian beristirahat dalam tenang. Dikelilingi anak dan cucu-cucuku nanti. Hanya itu yang aku harapkan, tidak lebih. Tapi bukan hidup namanya, kalau mudah ditebak. Bagaimanapun, hidup adalah sebuah kotak misteri. Kamu tidak pernah tahu apa yang menunggu di ujung jalan, dan di situlah letak daya tariknya.  Satu detik, hanya butuh satu detik, untuk membalikkan segalanya. Semua berawal dari Nikolas bayangkara, laki-laki sempurna, yang selalu aku banggakan. Laki-laki yang sebentar lagi, seharusnya menjadi suamiku. Laki-laki yang meninggalkanku tanpa kata, tanpa penjelasan. Dan dalam seketika dunia di bawah kakiku runtuh. Aku sendiri tidak tahu apa dimana kesalahanku. Aku tidak melihatnya datang. Aku pikir semuanya baik-baik saja. Dan sebelum aku menyadarinya, aku sudah tenggelam dalam kegelapan dan keputusasaan. Berdiri di atas sebuah Gedung pencakar langit, dengan tubuh bergetar dan hati yang hancur. Dan di sana, saat itu, takdir membawa Nathan Ariotedjo, mimpi basah setiap perempuan, masuk ke dalam hidupku. Menjadi poros duniaku yang baru. Sekali lagi, tanpa curiga, aku terjun ke dalam hidup seorang Nathan Ariotedjo. Memulai sebuah kisah, yang seharusnya tidak pernah ada. Rahasia, gairah, api cemburu. Semua warna-warna baru yang membuat hidupku, Lebih. Hidup.  Tapi apa jadinya kalau cinta yang tulus hadir pada waktu yang salah. Apa jadinya, kalau di setiap sentuhan hangat membara yang aku rasakan. Ada seorang wanita yang berbaring sendirian, berteman dengan kesepian. Apa jadinya kalau di balik kebahagian yang aku miliki. Ada seorang perempuan yang tersakiti. Tidak. Aku tidak pernah berpikir sekalipun untuk menggoda suami orang. Ibuku tidak membesarkanku untuk menjadi perempuan s*ndal. Aku bahkan tidak tahu, kalau dia suami orang…  __________________________________________________________ Author's Note: Jangan lupa komen dan tap LOVE nya ya. ^^ Buku ini adalah buku Kedua dari "Sick Love Series"   - Urutan baca: 1. Familiar Pain [Kinan & Alex : Completed] 2. The world in her Eyes [Anna & Nathan: on-going] update setiap hari (makanya jangan lupa di love, biar nggak ketinggalan) Follow akun dreame: Novi palacios C. untuk memastikan kamu jadi yang pertama tahu kalau ada New update. - Sneak peak story: IG, sss & w*****d: @NoviPalacios (ada daily quote dan cast nya juga loh. Biar gampang membayangkan seperti apa sih para pemeran di buku ini.) Cerita mungkin berisi beberapa tema yang tergolong DEWASA (21+) seperti seks, bahasa kasar, dan pemicu depresi. Jangan lanjutkan jika Anda di bawah umur. Anda telah diperingati. Karya ini dilindungi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. PLAGIARISME adalah tindak KEJAHATAN SERIUS, yang melanggar UUD yang akan diproses secara hukum. Dilarang keras MENCURI atau MENYALIN IDE atau BAGIAN DARI CERITA ini, baik sebagian atau seluruhnya. Dilarang keras menyebarkan cerita ini, baik sebagian atau seluruhnya, tanpa izin dari penulis. All right reserved Novi Palacios C. 17 July 2020
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD