The Hottest CEO 11 : Mencintaimu

1480 Words
    Luna tampak gelisah. Sangat gelisah malahan. Seolah-olah dirinya memiliki firasat buruk jika ada hal merugikan yang akan terjadi padanya. Hal ini tentu saja tidak terlepas dengan apa yang sudah Dominik katakan tadi siang di kantor. Setelah mengatakan hal tersebut, Dominik melepaskannya dan mengerjakan pekerjaannya seolah-olah tidak ada hal yang terjadi. Namun, hal itu berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Luna. Perempuan itu tidak bisa berkonsentrasi dengan pekerjannya, hingga dirinya berkali-kali mendapatkan teguran dari Harry yang memang masih bertugas untuk mengawasi kinerjanya.     Luna menatap langit yang sudah menggelap. Ini sudah malam, dan tadi saja Luna sudah mengabaikan dua pelayan yang datang untuk mengatakan jika makan malam sudah siap. Luna sama sekali tidak berani untuk ke luar dari kamarnya yang berada di kediaman Yakov ini. Luna takut jika Dominik akan melakukan hal yang lebih gila daripada yang ia lakukan tadi siang. Jadi, Luna pun memilih untuk menahan laparnya, dan mensugesti dirinya sendiri, jika sepotong roti yang tadi ia makan sebagai makan siangnya, bisa membuatnya bertahan hingga pagi menjelang.     Luna menghela napas panjang dan memilih untuk beranjang menuju balkon. Luna duduk di sofa yang memang disediakan di balkon tersebut. Sungguh, Luna sama sekali tidak pernah membayangkan jika dirinya bisa berada di titik ini. Maksud Luna adalah, ia sama sekali tidak pernah membayangkan jika dirinya bisa bertemu dengan Dominik yang berstatus sebagai CEO bujang yang selama ini banyak dikejar-kejar oleh para wanita cantik di luaran sana. Lalu, Luna juga tidak menyangka jika mengikuti Dominik, bisa membawanya bertemu dengan berbagai pengalaman yang menegangkan.     Dimulai dengan hampir mati dua kali karena berada di tengah-tengah area yang dihujani peluru, lalu menjadi barang taruhan yang tentu saja membuatnya benar-benar marah, hingga merasakan sebuah sensasi menggairahkan dari atasannya sendiri. Luna menggigit bibirnya. Ya, jika disimpulkan, Luna sebenarnya merasa takut jika dirinya terbuai lebih jauh karena pesona Dominik. Netra birunya yang menyorot dingin tetapi sanggup membuat Luna terseret untuk berimajinasi liar, lalu sentuhannya yang membuat Luna lupa diri, Luna takut jika semua hal itu membawanya pada sebuah penyesalan.     Ini benar-benar gila bagi Luna. Ia baru saja mengenal Dominik, bahkan Luna sendiri tidak yakin jika dirinya memang mengenal Dominik. Secara, Luna sendiri yakin jika Dominik memiliki segudang rahasia yang belum ia ungkapkan padanya. Rahasia tergelap yang sejak awal sudah membawa Luna ke titik di mana nyawanya yang dipertaruhkan. Namun, Luna sama sekali tidak menyangkal, jika ada gelenyar aneh saat dirinya berhadapan dengan Dominik sejak awal.     Luna merasa, jika hati kecilnya berteriak untuk terus berada di dekat pria bernetra biru itu. Ya, Luna merasa tertarik pada Dominik, pria paling panas yang pernah ia temui itu. Hanya saja, Luna yakin jika pikirannya ini adalah sebuah kegilaan yang datang karena rasa syok atas semua hal yang sudah ia lewati beberapa hari ini. Ya, Luna sedang mencoba untuk meyakinkan dirinya sendiri jika semua yang ia rasakan sebenarnya sama sekali tidak benar dan hanya ilusi. Meskipun masih sebatas rasa ketertarikan yang tipis, Luna harus segera membasmi rasa ini agar tidak tumbuh semakin membesar. Luna tidak bisa bermain-main dengan api, karena Luna tidak mau terbakar olehnya.     “Kenapa kau masih di sini? Apa kau tidak lapar?”     Luna tersentak saat mendengar suara khas yang terasa menyusup dan menempel dengan lekat di dalam hatinya. Luna menoleh dan melihat Dominik yang membawa sebuah nampan berukuran besar yang tentunya berisi makanan lezat yang menggoda siapa pun. Perut Luna yang mencium aroma makanan lezat segera berekasi dan menimbulkan bunyi yang membuat pipi Luna memerah. Dominik yang mendengar hal tersebut menyeringai dan segera duduk di hadapan Luna dengan nampan tersebut di tengah-tengah mereka.     “Makanlah. Aku ingin makan malam bersamamu,” ucap Dominik sembari menyerahkan sendok dan garpu pada Luna.     Tentu saja Luna tidak bisa memiliki pilihan lain, selain menerima alat makan tersebut dan memulai acara makan malam sederhananya dengan Dominik. Dalam hati, Luna menggerutu. Padahal ia berniat untuk menghindari Dominik, tetapi pria itu malah datang ke kamarnya seperti ini. Sepertinya, Dominik sama sekali tidak akan melepaskan Luna dan akan meminta apa yang ia inginkan malam ini juga. Meskipun terlihat menikmati makan malamnya, saat ini Luna sebenarnya tengah menebak-nebak apa yang akan diminta oleh Dominik padanya.     Saat melamun itulah, Luna merasakan pipinya yang disentuh lembut dan membuat Luna kembali ke dunia nyata. Luna menatap Dominik yang juga tengah menatapnya dengan kedua netra biru langit yang menyorot dengan penuh kelembutan. “Aku tidak bisa menahannya lagi, aku ingin mengatakan apa yang aku inginkan saat ini juga,” ucap Dominik.     Luna pun berdeham. “Coba katakan apa yang kamu inginkan,” ucap Luna lalu meraih gelas dan meminum airnya dengan perlahan untuk sedikit meredakan rasa gugup yang ia rasakan. Namun, begitu mendengar apa yang diminta oleh Dominik, Luna tidak bisa menahan diri untuk menyemburkan air yang berada di dalam mulutnya tepat pada wajah Dominik.     “Apa kau gila?!” tanya Luna dengan nada tinggi.     Dominik menyeka wajahnya yang benar-benar sudah basah karena semburan Luna. “Tidak, aku tidak gila. Mana ada orang gila yang mengatakan hal seperti tadi. Jadi, kapan kita akan menikah, Luna?” tanya Dominik dengan seringai yang membuat Luna ingin membuat sambal terasi ekstra pedas dan ia lemparkan pada pria satu itu.       ***           Luna menepuk-nepuk keningnya seolah-olah tengah mengatai dirinya sendiri telah bertingkah bodoh. Hal itu memang benar adanya. Luna benar-benar bertingkah bodoh sejak awal dan pada akhinya terjebak dengan situasi yang tentu saja menurutnya sangat merugikan. “Apa yang dikatakan oleh para orang tua memang benar. Kita harus berhati-hati menggunakan lidah,” gumam Luna membuat Harry yang berada di sana menatap Luna dengan kening mengernyit.     “Apa ada sesuatu yang terjadi?” tanya Harry dengan nada berbisik.     Luna mengangkat pandangannya dan mengerucutkan bibirnya pada Harry. “Sesuatu yang buruk,” jawab Luna dengan nada menyedihkan.     Hal itu membuat Harry merasa tertarik untuk bertanya lebih jauh. “Memangnya apa yang sudah terjadi kemarin?” tanya Harry.     Luna menghela napas panjang dan menunduk untuk menatap jemarinya yang saat ini ia letakkan di atas meja kerjanya. Ada sebuah cincin yang tersemat dengan manis di jarinya. Luna menggigit bibirnya, ia ingin segera melepaskan cincin tersebut dan melemparkannya pada sosok yang sudah memaksanya mengenakan cincin cantik ini. Ya, Dominik lah dalang dari cincin yang tersemat ini. Luna sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk menyatakan pendapatnya atas lamaran mendadak yang diajukan oleh Dominik padanya.     “Si m***m itu memaksaku untuk menikah dengannya. Bayangkan saja, memangnya pria mana yang melamar dengan cara yang sama dengannya? Dia sama sekali tidak memiliki sedikit pun kesan romantis dalam tindakannya. Bukannya aku ingin ia bertingkah romantis padaku, ah maksudku, seharusnya ia memberikan kesempatan padaku untuk memberikan jawaban atas lamarannya itu. Bukannya langsung memutuskan secara sepihak. Dia benar-benar gila. Pria tergila yang pernah aku kenal,” ucap Luna lalu mendongan untuk menatap Harry.     Namun Luna hampir saja terjungkal saat dirinya malah melihat Dominik, alih-alih Harry yang seharusnya masih berada di depan meja kerjanya. Luna memerah. Ia merasa malu karena dirinya kepergok sudah mengatakan berbagai hal buruk mengenai Dominik. Tentu saja, Dominik memang mendengar semua apa yang dikatakan oleh sang calon istri dan berniat untuk menjadikan hal tersebut sebagai bahan godaan.     “Ah, kau tidak puas dengan lamaranku tadi malam? Jadi, apa aku perlu mengulang lamaran tersebut?” tanya Dominik.     Luna mendengkus. “Sama sekali tidak. Aku malah ingin menghapus kejadian tadi malam dan menghapus semua yang aku katakan sebelunya mengenai apa yang aku janjikan padamu tempo hari,” ucap Luna benar-benar menyesal dengan apa yang sudah ia janjikan pada Dominik di casino tempo hari.     “Ah, jadi kau menyesal karena sudah mengatakan jika kau akan melakukan apa pun yang aku inginkan, asal kau terselamatkan dari Ignor?” tebak Dominik tepat sasaran.     “Kau sangat pintar,” puji Luna sarkas. “Tapi kau sendiri tau bukan, sebenarnya aku sama sekali tidak berharap jika apa yang akan kau minta adalah hal seperti ini. Aku benar-benar tidak membayangkan hal ini. Sebaiknya, kau batalkan saja apa yang sudah kau rencanakan. Karena sampai saat ini pun, aku sendiri belum menerima lamaranmu,” ucap Luna sembari melepaskan cincin yang tersemat pada jari manisnya.     Namun, Dominik menahan Luna dan tetap menjagi cincin tersebut tersemat dengan apik di sana. Dominik memainkan cincin tersebut lalu berbisik, “Pertemuan kita tidak terduga, dan kita baru mengenal dalam waktu yang singkat. Namun, aku sama sekali tidak menyesal karena melamarmu secepat ini. Karena sejak awal, aku sudah menempatkan hatiku untukmu, Luna.”     Luna yang mendengar hal tersebut tentu saja terlihat tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Luna seperti tidak mempercayai pendengarannya hal yang terasa seperti hal yang sangat tidak masuk akal baginya. Didorong oleh perasaan tersebut, Luna pun bertanya, “Apa?”     Dominik menyeringai. Seolah-olah dirinya memang berharap jika Luna kembali bertanya untuk memperjelas apa yang sudah ia katakan barusan. Dominik membawa tangan Luna mendekat, ia sedikit menunduk untuk menanamkan sebuah kecupan pada jari manis Luna yang dihiasi oleh cincin cantik bermata indah tersebut. Dominik mengintip ekspresi Luna dari balik helaian bulu matanya yang lebat. Masih dengan bibirnya yang menempel pada jari manis Luna, Dominik pun berbisik, “Ya, aku mencintaimu, Luna.”   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD