Langkah

1340 Words
Entah sudah berapa jam aku tertidur, saat aku bangun jam dinding sudah menunjukkan pukul 8 malam. Saat aku meraih ponsel ku, aku melihat banyak notifikasi pesan dan telfon dari novan. Ternyata sejak pukul 18.30 novan mengajak ku untuk pergi makan malam bersama. 'Apa-apaan dia seperti ini, seperti mempermainkan perasaan ku' batin ku kesal mengingat sikapnya dikantin tadi siang seolah tidak terjadi apa-apa dan perlakuannya pada puspa' Aku langsung membalas pesan novan untuk menolak ajakannya, yaa ini adalah langkah awal yang harus aku ambil agar aku tidak terlena dan memahami posisi ku sekarang meskipun ada dihati kecil ku ingin bersama dengannya. Tak lama setelah pesan ku terkirim, novan langsung menelpon ku. "Haloo cit, aku sudah di depan kosan mu, keluar lah sebentar" pintanya Dengan kondisi yang masih cukup pusing aku menghampirinya keluar dan ternyata benar dari kejauhan aku lihat ada mobilnya terparkir didepan kosan ku. "Kak, itu sejak jam7 tadi temannya sudah menunggu" celetuk penjaga kosan ku "Ohh iya mas"sambil tersenyum Aku menghampiri novan dengan langkah ku yangvtertatih menahan sakitnya kepala ku. "Van, kenapa kamu kesini? Kan aku sudah bilang aku tidak mau makan di luar" "Kenapa??aku sejak tadi sudah menelpon mu tapi tak ada balasan" "Maaf aku sedang tidur dan tidk mendengar telpon dari mu" "Kamu kenapa pucat cit?" Dibarengi tangan novan yang mengarah ke dahi ku mengecek suhu tubuh ku dan langsung aku tahan "Aku tidak kenapa-kenapa, kamu ajak teman mu yang lain saja yaa, aku tidak bisa pergi dengan mu" "Tapi kenapa? Pasti kamu belum makan juga kan? Ayo kita makan, agar kamu tidak sakit seperti ini" "Tidak aku tidak sakit van, aku baik baik saja" bohong ku "Aku mau memasak saja, kamu pergi lah ajak yang lainnya" tambah ku sambil berusaha meninggalkan novan tetapi malah hampir terjatuh karena tak kuat menahan rasa pusing ku. Untung saja novan menahan tubuh ku sehingga tidak jauh "Kamu mau masak dengan kondisi seperti ini? Tidaak kamu tidak akan bisa, ayo kita pergi makan saja" novan menariak tangan ku "Tidak novan, aku tidak akan pergi dengan mu. Aku tidak punya uang untuk dihamburkan makan ditempat mahal seperti mu. Carilah teman lain yang bisa mengimbangi gaya hidup mu. Dan aku baik baik saja, jadi pergilah" elak ku sambil melepaskan tangan ku dari genggaman novan. Tentu apa yang aku katakan adalah sebuah fakta, tetapi aku menolaknya 100% bukan dikarenakan hal itu. Setelah mengatakan itu aku langsung berjalan meninggalkan novan dengan tertatih. Kulihat dari ekor mata ku, ekspresi novan sangat sulit ku artikan. Aku melihat ada rasa marah, khawatir dan kecewa secara bersamaan. 'Maaf kan aku van, aku berteriak pada mu seperti itu. Tapi kurasa itu adalah hal yang terbaik untuk kita semua' Aku langsung memasuki kamar ku dan kembali berbaring berharap rasa sakit ini menghilang. Tapi apa daya rasa sakit ini tidak kunjung hilang sehingga aku mencari kotak obat ku dan ternyata persediaan obat ku sudah habis. Mau tidak mau aku harus bertahan hingga rasa sakit ini pulih dengan sendirinya. Aku mendengar seseorang mengetuk pintu kamar ku, begitu ku buka ternyata penjaga kosan ku yang mengantarkan makan untuk ku. "Ini dari siapa mas?" sambil aku mengambil pemberian penjaga kosan ku "Dari teman kak citra tadi yang menunggu dibawah" saat mendengar itu aku langsung mengucapkan terima kasih kepada penjaga kosan ku dan ikut berjalan keluar untuk menemui novan. Tapi saat berjalan beberapa langkah tiba-tiba pandangan ku mengabur dan menjadi hitam -- Sayup-sayup ku dengar suara penjaga kosan ku sedang berbicara dengan seseorang. Perlahan ku buka mata ku dan ku temukan diriku terbaring ditempat yang terlihat seperti rumaah sakit. Ku tengok tangan ku yang terasa sedang digenggam seseorang dan ku telusuru siapa pemilih tangan itu, dan ternya dia adalah novan. Aku mencoba untuk duduk dan turun dari tempat tidur, novan baru menyadari bahwa aku sudah sadar. "Kamu sudah sadar? Bagaimana keadaan mu? Apakah sudah baik?" Tergambar raut cemas diwajah novan "Mengapa kamu memberikan makan itu pada ku? Bukan kah aku sudah bilang, aku akan memasak sendiri, jadi tolong jangan kasihani aku dan terlalu baik pada ku" pinta ku to the point "Aku tau kamu sedang sakit, jadi aku membelikan mu makanan agar kamu tidak perlu memasak terlebih dahulu dan aku tidak pernah mengasihani mu, kamu harus tahu itu" "Baik lah terima kasih atas inisiatif mu, lain kali jangan terlalu baik seperti ini. Aku bisa saja salah paham" jawab ku sambil berusaha menuruni tempat tidur dan mengurus administrasi agar aku bisa pulang "Kamu mau kemana?kamu belum boleh kemana-mana sebelum infusnya habis" "Aku ingin mengurus administrasi dan cepat pulang sebelum biayanya semakin mahal" "Aku sudah mengurusnya dan aku mohon jangan menolak kali ini saja" mohon novan yang tak kubalas. Ruangan pun sangat hening, novan yang terlihat sedang sangat fokus dengan ponselnya dengan satu tangan yang menggenggam tangan ku, terkaget saat aku melepaskan tangannya dan berusaha meraih gelas dimeja. "Kamu mau apa? Minum?" Sambil mengambilkan gelas berisi air dimeja "Makasih" "Kamu kelihatannya sedang sibuk, Kamu pulang aja duluan" perintah ku "Kalo aku pulang duluan kamu gimana? Kan belum habis infusnya" "Aku gapapa sendiri, atau nanti aku bisa minta tolong sama raka untuk menemani" "Kenapa harus raka lagi sih?" Wajah novan mulai memerah "Ya karena puspa dan sania kemarin bilang sedang ada urusan dengan kekasih mereka hari ini. Dan juga dia pernah bilang jika butuh bantuan bisa menghubungi dia kok" "Kamu bisa meminta bantuan dengan raka, tapi kamu sangat sulit untuk mau menerima bantuan ku. Kenapa? apa bedanya dengan ku?" "JELAS BEDAA. Kamu itu sudah memiliki kekasih. Jika kamu terlalu baik dengan ku, aku bisa salah paham nanti dan aku tidak mu seperti ini" jelas ku reflek mendengar oertanyaan novan. "Tapi aku sudah putus dengan sinta cit" "Tidak bisa van.."dengan suara yang lemah "Pulang lah van, aku bisa sendiri, kumohon.." Novan menatap ku nanar, ku balas menatapnya meyakinkan dia untuk meninggalkan ku. "Baik lah kalo kamu bersikeras memintaku pergi, dan jika raka mengatakn hal itu, maka aku juga akan mengatakannya. Hubungi aku jika kamu butuh bantuan walaupun bantuan kecil, oke?" Novan mengalah, menampakan wajah sendu dan memberikan ponsel ku yang sedari tadi ada disakunya 'Aku juga ingin van, disaat sulit dan bahagia ku selalu ada kamu. Tapi ku rasa akan sangat sulit, tidak bisaa' Tak lama novan meninggalkan ku, cairan infus ku pun sudah habis. Setelah suster melepaskan infusku ku, aku langsung pulang, tetapi aku tidak akan menelfon raka seperti yang kututurkan pada novan tadi. Aku tidak ingin merepotkan raka dan aku pun tidak tahu apa raka sesng sibuk atau tidak. Beberapa langkah dari pintu keluar rumah sakit, kurogoh saku ku dan baru menyadari bahwa aku tidak membawa uang sepeser pun dan masih mengenakan baju tidur ku. Tidak ada cara lain, aku harus pulang berjalan kaki. Jarak antara rumah sakit dan kosan memang tidak terlalu jauh ataupun dekat dengan kosan ku, hanya sekitar 3km. Tapi untuk diri ku yang sedang sakit ini jarak itu terasa sangat jauh. Aku menepi dibawah pohon sebentar karena merasa kelelahan dan ada seorang tukang ojek yang menghampiri ku. " mbak ayo saya antar" "Tidak pak, saya tidak punya uang, maaf pak" "Saya sudah dibayar mbak, ayo naik" mendengar itu aku mengerutkan dahi ku terheran "Dibayar?" "Iya tadi pacar mbak sudah bayar saya, dan diaurih mengantarkan mbak sampai kosan. Sebenarnya saya tidak boleh mengatakan ini tapi saya bingung menjelasnyanya pada mbak. Sudah mbak ayo naik saya antar" "Tidak pak terimakasih" "Ayo mbak bantu saya mbak, beras saya habis dirumah dan keluarga saya belum makan. Jika saya kembalikan uangnya pada pacar mbak, keluarga saya makan apa?" Mendengar ini aku langsung menunduk merasa tertohok dengan perkataan bapak tukang ojek ini "Yasudah pak saya naik" Sesampainya di kosan aku langsung istirahat dan mengecek ponsel ku. Ternyata ada pesan dari novan "Kenapa tidak menghubungi raka ataupun aku?" Membaca itu aku pun langsung menghapusnya dan kembali ketempat tidur. ___ Setelah kejadian itu aku terus menghindari novan dan cenderung lebih banyak mengobrol dengan raka seperti biasanya, bahkan tidak raka memberiku boncengan saat pergi maupun pulang dari kampus. Seperti hari ini, aku dijemput oleh raka dan pergi kekampus bersama. "Nanti sore kelompok kita mngerjakan tugas ya dikosan gilang?" "Ohh iyaa, hampir saja aku lupa jika kamu tidak mengingatkan" "Hahaha padahal aku bertanya lohh"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD