11

938 Words
Prov Aaron Sudah jam 11 malam tetapi Claire juga belum pulang, apa yang di lakukan perempuan itu malam-malam begini. Dari tadi aku sangat ingin menelponnya, tetapi aku urungkan niat ku. memangnya aku siapa? mengkhawatirkannya berlebihan. tetapi aku tidak bisa beranjak dari posisi ini, sudah hampir dua jam aku hanya berdiri di depan balkon kamar ku. kamar ku berada di lantai 1, dan posisi balkonnya persis berada diatas gerbang rumah, sehingga aku bisa melihat siapa saja yang datang. tiba-tiba ada sebuah mobil yang berhenti, seorang laki-laki segera turun dari mobil dan membukakan pintu mobil penumpang yang berada di sampingnya, itu Dillon. aku yakin itu dia dan sudah pasti wanita disampingnya adalah Claire. perasaan ku campur aduk saat ini, apa lagi ketika melihat Dillon membukakan pintu untuk Claire, kenapa tangan b******n itu merangkul pinggang Claire. b******k !! Sekarang aku melihat Dillon mencium kening Claire, tidak ingin melihat kejadian selanjutnya aku segera masuk ke dalam kamar ku, dan menutup pintu balkon. aku berharap aku bisa tidur dengan nyenyak malam ini, semoga saja. **** Prov Aaron. Aku benar-benar tidak bisa tidur sama sekali, yang aku pikirkan hanyalah kejadian tadi malam. disinilah aku saat ini, duduk di meja makan, menikmati sarapan pagi ku. aku mendengar sebuah langkah kaki, dari ke jahuan aku tahu itu langkah kaki Claire. "Selamat pagi " Ucapnya sambil tersenyum Aku tidak merespon salamnya sama sekali, aku hanya sibuk memakan bubur ayam yang mama buatkan untuk ku. "Selamat pagi sayang" terdengar suara mama membalas senyum anak sahabatnya. Claire duduk persis di depan ku, tiba-tiba aku tersedak dan memuncratkan air putih yang sedang aku minum. "Aaron, kamu kenapa?" tanya mama ku penasan. "Tidak ma, aku baik-baik saja" jawab ku segera. Apa aku tidak salah lihat, mata ku tidak berpaling sama sekali dari jari manis Claire. apakah kini ia telah resmi bertunangan dengan Dillon? apakah mereka akan segera menikah? apakah hubungan mereka berdua sudah seserius itu? "Clairee.. " Mama ku berteriak kaget, aku tahu apa yang membuatnya sangat histeris. Mama segera merahih tangan Claire dan melihat cincin berlian yang ada disana. "kapan Dillon memberikan ini?", "Kenapa kamu tidak memberi tahu tante?"  "Ma, aku pergi ke kantor ya" Aku tidak ingin mendengar semua cerita-cerita itu, lebih baik aku segera meninggalkan mereka berdua. ku langkahkan kaki ku ke arah mama ku, kemudian aku kecup pipinya. **** Prov Autor Sekarang hari senin Jam 12 siang, seorang wanita cantik terlihat sedang mencari sosok laki-laki. rumah sakit ini cukup ramai, ia berada di lantai 4, ini merupakan kantin pegawai untuk semua staff yang bekerja di rumah sakit ini. Di sudut ruangan ia melihat laki-laki tampan itu, Aaron sedang di kelilingi oleh beberapa wanita cantik dan masih muda. mungkin berumur 20 an. Dari seragam yang mereka kenakan, Claire bisa tahu bahwa 3 dari perempuan itu adalah dokter dan 3 lagi nya adalah perawat. Claire bisa melihat semua mata perempuan itu memandang penuh kagum kepada Aaron. "Sejak kapan Aaron menikmati perhatian dari para wanita?" tanya Claire di dalam hati. tiba-tiba Aaron berpaling ke belakang, ia melihat ada  Claire berdiri disana dengan ekpresi yang tidak terbaca.  "b******k" Ucap claire dalam hati. bagaimana mungkin dia hanya melirik ku sebentar dan memalingkan wajahnya begitu saja. Claire melirik bekal makanan yang ia bawa, kalau bukan karena tante weni, aku juga tidak akan repot-repot memasak dan mengantarkan bekal ini untuk b******n itu.  sekin kesalnya Claire hanya meletakan tas bekal itu di salah satu meja kosong yang ada disana, kemudian berjalan meninggalkan kantin. ***** Prov Claire Badan ku memang tidak enak dari beberapa hari yang lalu, kepala ku pusing dan sering muntah di pagi hari. Tetapi aku tidak mengindahkannya. Tante weni beberapa hari ini hanya berbaring di kamarnya, karena Aaron tidak mengizinkan mamanya melakukan apapun. Jadi aku sekarang sedang memasak di dapur, makanan ke sukaan Aaron, Goreng bebek sambal mata. Dan untuk tante weni aku membuatkannya soup daging, setelah semua makanan itu siap aku segera pergi ke rumah sakit di mana Aaron bekerja.  Kali ini receptionist disana sudah mengenalku, dengan sangat ramah mereka mengatakan kalau Aaron sedang berada di kantin khusus karyawan di lantai 4. Aaron selalu tampil memukau, dengan senyumnya yang menawan, seandainya ia bukan gay, pasti beruntung siapun yang menjadi istri atau pacarnya. Memang tidak ada yang sempurna, laki-laki tampan, pintar, kaya, karir cemerlang, tetapi gay. Aku bertanya-tanya, wanita mana yang sangup menerima bahwa suaminya adalah seorang gay, seberapa cantik pun sang istri berdandan, hal itu hanya akan percuma saja, karena sang istri tidak bersaing dengan wanita cantik di luar sana, ia harus bersaing dengan laki-laki tampan diluar sana. Aaron tiba-tiba melirik ku, dia hanya melirik, tidak tersenyum sedikit pun bahkan berniat untuk menyapa ku pun tidak sama sekali. Dengan kesal aku meletakan bekal makanan untuknya di atas meja yang persis berada disamping ku dan berjalan meninggalkan kantin itu, Astaga, kepala ku sakit, kali ini rasanya lebih menyakitkan, sampai-sampai energi ku hilang dan padangan ku menggelap. *** Prov Claire Ketika aku membuka mata, aku mulai sadar ternyata aku sedang terbaring di ranjang rumah sakit, aku masih merasakan sedikit pusing walaupun tidak separah sebelumnya. "Apa yang kamu rasakan?" Suara itu membuat ku kaget, ternyata Aaron dari tadi ada disini. Aku berusaha duduk dari posisiku yang berbaring, ia menahan tubuh ku, dan berkata. "berbaring saja dulu" Sesaat aku merasakan Aaron ku telah kembali, Aaron yang akan selalu memanjakan dan mengkhawatirkan ku. Aku setuju dengan perkataannya, dan memutuskan kembali berbaring. "Beberapa hari ini kepala ku pusing, dan aku sering mual di pagi hari" Tiba-tiba Aku shock, apa mungkin aku hamil?? Tidak, itu tidak mungkin, jelas-jelas Aaron berkata kepada ku bahwa dia tidak melakukan penetrasi malam itu dan selaput darah ku masih ada disana. Aku harus memastikan ini. Aku kembali duduk dan bertanya. "apa aku hamil?" tanya ku ragu-ragu Aku lihat ekpresi wajah Aaron, tidak bisa aku tebak sama sekali. Dia bahkan tidak menjawab pertanyaan ku. "Jadi aku hamil??" kali ini nada suara ku mengeras. Ia masih saja terdiam seribu Bahasa. Aku segera menarik kerah bajunya dan memukul tubuh kekar Aaron. Kali ini air mata ku sudah mengalir, aku menangis. Akhirnya Aaron berkta. "Maaf kan aku, tetapi kita harus menikah" 

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD