Part 9

1136 Words
Berita seorang pengusaha sukses menghamili seorang model papan atas dan tidak mau bertanggung menjadi topik hangat yang selalu diperbincangkan di televisi dan sosial media belakangan ini. Aurora sampai jenuh melihat berita tentang dua orang itu. Dan sama dengan yang lainnya, Aurora pun menyalahkan Goumin atas apa yang terjadi tersebut. Jika saja dia bertemu pria itu secara langsung, maka dia akan memberikan pelajaran berharga sehingga tidak berani lagi berbuat tanpa bertanggung jawab. "Tidak kusangka Goumin akan menghamili Lisa. Untung saja aku tidak jadi melamar wanita sialan itu." Langkah gadis cantik itu terhenti kala mendengar ucapan Jason. Aurora menatapnya lama. Sementara Jason tetap fokus ke layar televisi sembari menyeduh tehnya. "Mereka berdua memang cocok. Sama-sama penghianat." "Penghianat? Mereka menghianatimu?" Jason sampai terlonjak ke samping mendengar pertanyaan Aurora. Pria itu begitu terkejut melihat Aurora duduk manis di sampingnya dengan sorot mata yang terlihat penasaran. Kemudian pria itu terkekeh, kembali duduk seperti semula. "Kau membuatku kaget saja, Ra." "Hehe. Maaf." Jason mengangguk seraya mengelus puncak kepala Aurora tanpa di sengaja. "Ekhemm!" deheman keras Stevan membuat Jason tersadar dan menjauhkan diri dari Aurora yang menatap heran adiknya. Stevan yang melihat itu menggeleng geli, kembali melanjutkan jalannya dengan seikat balon yang berada di dalam genggamannya. "Kenapa Stevan berdehem aneh kayak gitu? Apa dia sakit ya?" tanyanya ke Jason yang tampak canggung. "Mungkin." jawab Jason berusaha terlihat seperti biasa. "Kalau begitu aku membelikannya obat dulu." Jason menatap kepergian Aurora dengan tatapan frustasi. "Ternyata Aurora punya sisi polos juga." **** Goumin meremas rambutnya frustasi karena tidak ada satu orang pun yang memercayainya. Sang mommy memarahinya dan tidak mau menatapnya lagi. Daddy nya pun juga memarahinya. Semua orang menatap dirinya seolah dia makhluk paling hina di muka bumi ini. Untuk membuktikan dia tidak bersalah pun tidak bisa. Lisa sangat licik. Perempuan itu ternyata benar-benar sedang hamil. Akan tetapi, bukan dia ayah dari bayi yang dikandung Lisa. Jangankan bercinta dengan Lisa, melihat wanita itu saja dia muak duluan. Perusahaannya juga tiba-tiba menurun drastis karena masalah yang diciptakan Lisa. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Sungguh sial nasib dia tahun ini! Beberapa waktu lalu uang perusahaannya di korupsi, sekarang perusahaannya menurun drastic karena Lisa. Dalam hati ia berjanji akan membuat wanita itu sangat menyesal telah berani bersandiwara di hadapan semua orang dan membuat namanya tercemar. Tangannya mengepal erat. Emosi yang diubun-ubun membuatnya hilang kendali dalam mengendarai mobil. Di tikungan, pria itu tidak menurunkan kecepatan mobilnya sehingga berakhir menabrak seorang perempuan yang sedang menyebrang. Tabrakannya begitu kuat hingga tubuh perempuan itu terlempar beberapa meter ke depan. Tubuh Goumin semakin menegang. Karena masih memiliki sedikit akal sehat, Goumin segera turun dari mobilnya untuk melihat keadaan perempuan yang di tabraknya. Darah menggenang di sekitar kepala perempuan itu. Dengan tangan yang bergetar, Goumin menyibak poni yang menutupi wajah perempuan itu. Tubuhnya menegang, air matanya mulai turun dengan deras, dan di rengkuhnya tubuh lemah itu ke dalam dekapan hangatnya. "LIEN!!!" Pria itu berdiri dengan cepat. Tidak mungkin dia akan berleha-leha di sini dan nyawa Liennya tidak akan terselamatkan jika tidak mendapatkan pertolongan secepat mungkin. Sewaktu mengendarai mobil pun, Goumin mengendarai dengan secepat kilat. Menyelip kendaraan lain layaknya pembalap super. Mengabaikan klaksonan mobil lain yang tentunya sangat kesal dengan tingkahnya. "Bertahan lah untukku, Lien. Jangan tinggalkan aku lagi." isaknya pelan. Menatap pujaan hatinya dengan perasaan yang hancur. **** Goumin menunggu pemeriksaan dengan harap-harap cemas. Sudah sejam dokter berada di sana, tapi mereka tak kunjung keluar. Ingin rasanya dia memaksa masuk ke dalam. "Kenapa kau di sini, Gu?" Goumin tidak menyahut pertanyaan pria berjas dokter tersebut karena yang ada di dalam otaknya hanya perempuan yang telah mengisi hatinya selama bertahun-tahun. "Hei, aku ini Max. Teman masa kuliahmu. Apa kau tidak mengenaliku lagi?" sentak pria itu. Goumin berdesis kesal. "Jangan mengangguku sekarang!! Aku sangat mencemaskan keadaan istriku!!" Pria bernama Max tersebut melongo tidak percaya. "Istri? Kau sudah menikah dengan Lisa?" "Yang benar saja! Aku tidak akan pernah menikahi wanita jalang itu." "Wanita jalang? Jaga bicaramu, Gu!!" "Kenapa? Kau menyukainya?" sinis Goumin. "Iya, aku menyukainya." Goumin tersenyum manis, menepuk bahu Max dua kali sebelum menatap pria itu serius. "Kalau kau memang menyukainya, kau harus mengikatnya dalam ikatan pernikahan." "Bagaimana caranya? Dia tidak akan mau menikah denganku." tutur Max heran. "Kau datangi orangtuanya, lalu bilang kau yang menghamili anaknya. Setelah itu katakan ke media bahwa kau ayah sebenarnya dari bayi yang dia kandung." Max tersenyum miring. "Terimakasih saranmu, Gu. Aku akan menjalankan rencanaku mulai sekarang." "Bagus. Aku tunggu undangan pernikahanmu dengan wanita itu." Goumin menghela nafas lega. Beruntung sekali dia bertemu dengan Max. Dia bisa menyelesaikan satu masalah tanpa perlu melakukan banyak hal. Goumin tidak ingat betul siapa Max. Akan tetapi, Goumin mensyukuri pertemuannya dengan pria itu. Masalah perusahaan bisa di atur belakangan. Untuk sekarang, yang terpenting adalah Liennya. Wanitanya di masa lalu yang selalu ditunggu kehadirannya tanpa bosan. Satu-satunya wanita yang dia cintai selama hidup. Wanita terhebat dalam hidupnya. Tak lama, dokter keluar dari ruangan. "Bagaimana keadaannya?" tanya Goumin tergesa-gesa. "Pasien mengalami koma, Tuan. Kami tidak dapat memastikan kapan pasien akan bangun dan kemungkinan besar pasien akan mengalami amnesia karena benturan kuat yang terjadi pada kepalanya." Bahu Goumin meluruh ke bawah seketika mendengar pernyataan dokter tersebut. Wanita yang dicintainya terbaring koma karena ulahnya. Jika sampai wanita itu tidak terbangun lagi, maka dia akan membunuh dirinya sendiri! Goumin memasuki ruang rawat inap Lien. Dadanya semakin sesak melihat keadaan tak berdaya wanita yang selalu ada di dalam pikirannya itu. Selang infus tertancap di punggung tangan wanitanya. Begitu pun dengan selang oksigen di hidung Lien. Goumin duduk di dekat Lien. Mengenggam pelan tangan Lien seolah takut menyakiti perempuan itu. "Ini semua salahku, Lien." Goumin menangis terisak-isak. Dikecupnya pelan tangan gadis itu. "Lien, aku mohon.. Jangan tinggalkan aku lagi." Ditatapnya wajah pucat Lien. Dan lagi, perasaan bersalah itu merasuki relung jiwanya. Andai saja tadi dia tidak ngebut-ngebutan, maka kondisi Liennya tidak akan seperti ini. "Lien, bangun lah ... Aku menunggumu sejak dulu. Aku sudah dari lama menunggu saat ini, Lien. Bangun lah, sayang." Di mansion Jason, keadaan begitu heboh karena Aurora tak kunjung kembali semenjak membeli obat untuk Stevan. Bella sudah menangis sedari tadi karena ibu yang disayanginya tidak ada di dekatnya. Ibu Aurora pun juga menangis karena takut anak gadisnya kenapa-napa. Stevan tidak menangis tapi dia begitu mencemaskan keadaan kakaknya. Jason pergi ke luar untuk mencari Aurora secara langsung. "Bella mau ibuuu!!" rengek Bella dalam tangisnya. Mata gadis kecil itu terlihat merah dan membengkak, hidungnya pun juga terlihat memerah karena terlalu lama menangis. "Bella jangan menangis lagi ya? Nanti kakak belikan balon lagi." bujuk Stevan pelan. "Bella tidak mau balon! Bella hanya mau ibu!!!" teriak Bella kesal sebelum kembali menangis histeris. Begitu lah keadaan mereka semenjak Aurora tidak terlihat di dalam mansion. Jika mereka melihat keadaan Aurora secara langsung, sudah dapat dipastikan mereka akan semakin menangis histeris. Terutama untuk Bella yang sudah terlanjur menyayangi Aurora dan menganggap perempuan itu ibunya. -Tbc-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD