Kasih Sayang Leon

1621 Words
Jika Adrian menatap dengan penuh kebencian dan kepuasan, berbeda dengan Hans yang sejak awal Adrian merencanakan balas dendamnya, sudah menatap Lita dengan iba. Selama tiga bulan terus memantau dari jarak jauh hubungan dan cinta palsu majikannya itu, Hans sudah amat sangat menyayangkan nasib Lita yang harus sengsara hanya karena kesalahan kakak kandungnya. “Kakaknya yang bersalah, tapi malah adiknya yang disengsarakan. Menyengsarkan gadis yang tidak tahu apa-apa tidak akan membuat Nyonya Yusna sembuh, yang ada malah menabah masalah untuk orang lain.” Hans hanya bisa berkata dalam hati karena ia tidak berani berkata apa pun tentang tindakan majikannya yang menurutnya salah sasaran. Keduanya terus memperhatikan Lita duduk di kursi taman sambil menangis, bahkan saat Lita memukuli perutnya berkali-kali, Adrian malah tersenyum dan semakin merasa puas. Sedangkan Hans malah takut terjadi sesuatu pada janin yang tidak bedosa. “Pak, boleh aku turun untuk mencegah Lita memukul perutnya terus-menerus?” tanya Hans. “Tidak, biarkan saja dia memukuli perutnya sekencang mungkin. Jika terjadi sesuatu padanya karena pukulanya itu, justru akan semakin menambah kepuasan bagiku.” Hans hanya bisa mengehela nafas berat karena heran dengan pikiran majikannya itu. “Bahkan dia bisa tega dengan anak kandungnya sendiri. Apa sebuah musibah yang menimpa keluarganya bisa menghilangkan nalurinya sebagai seorang ayah?” geramnya membatin. Ketika hujan mulai reda Lita bangun dari duduknya masih dengan memegangi perut yang terasa sakit setelah dipukuli berkali-kali. Bersamaan dengan itu, Hans menghidupkan mesin mobil untuk kembali mengikuti Langkah Lita dari kejauhan. ••••• Pagi ini Lita terbangun karena belaian lembut penuh kasih sayang di kepalanya dari Leon—kakak kesayangan yang sudah duduk di tepi tempat tidur. “Sudah sadar?” tanya Leon saat mata Lita menatapnya. Lita tersenyum manis dengan mata yang masih enggan terbuka. Di hatinya takut Leon yang merupakan mahasiswa kedokteran ternama di Jakarta, tahu kehamilannya karena ia pingsan begitu tiba di rumah semalam. “Kenapa semalam hujan-hujanan? Kenapa tidak menginap saja di rumah temanmu?” tanya Leon lembut tanpa menghentikan belainnya. Ia berpikir pingsannya Lita semalam karena kehujanan. “Kakak hanya satu minggu pulang ke rumah, Lita tidak mau menyia-nyiakan waktu dengan tidur di rumah teman Lita selama Kakak di sini,” bohong Lita. “Kenapa tidak memberitahu agar Kakak jemput. Semalam Bapak pulang bawa angkot Bos Herman, kalau semalam kamu beritahu, Kakak pasti jemput dengan angkot itu, jadi kamu tidak perlu hujan-hujanan dan tidak akan pingsan saat tiba di rumah.” “Bagaimana cara Lita beritahu Kakak, Lita, ‘kan tidak punya HP?" “Kamu bisa pinjam HP temanmu.” “Lita tidak hafal nomor Kakak.” “Kalau begitu, mulai hari ini kamu harus menghafal nomor ponsel Kakak, agar kamu bisa menghubungi Kakak kapan pun. Dan jika suatu saat kamu sedih atau merindukan Kakak, kamu bisa langsung telepon dengan meminjam ponsel siapa pun.” “Minggu besok Kakak kembali ke Jakarta untuk koas lagi di rumah sakit, tidak mungkin Kakak bisa langsung pulang saat Lita telepon karena butuh bantuan Kakak.” “Paling tidak Kakak tahu kabarmu atau mungkin bisa beri solusi untuk masalah yang sedang kamu hadapi.” Leon menarik hidung adiknya lembut. “Apa keadaanmu sudah lebih baik?” “Sudah, Kak. Lita pingsan hanya karena kehujanan, jadi sekarang sudah membaik lagi.” “Mau sarapan sekarang?” Lita langsung melirik ke anyaman bambu yang menjadi dinding rumahnya untuk melihat jam. “Ternyata sudah jam sebelas, Lita pikir masih jam enam. Itu berarti bukan sarapan, tapi makan siang, Kak.” Leon tersenyum mendengar jawaban adiknya. “Kamu baru bangun dari tidur sekaligus pingsanmu dan perutmu juga masih kosong, jadi Kakak sebut sarapan untuk makanan pertama yang masuk setelah bangun tidur." “Mana ada seperti itu, Kak. Sarapan itu hanya untuk pagi hari sebelum jam sembilan.” Lita ikut tertawa dengan jawaban Leon. “Bagi Kakak ada.” Kemudian Lita menggeser posisnya untuk tidur di pangkuan Leon. “Kak, seandainya Lita berbuat salah, apa Kakak akan memaafkan Lita? Lalu jika Bapak dan ibu memarahi, apa Kakak akan membela Lita?” “Sejak dulu, saat kamu berbuat salah, apa Kakak pernah marah? Yang ada Kakak ikut menutupi kesalahanmu. Lalu jika Bapak-Ibu sedang memarahimu saat ada Kakak, apa Kakak pernah diam saja tanpa membelamu?” Lita membalikkan badan untuk membenamkan wajah di perut Leon sambil melingkarkan kedua tangan di pinggang kakaknya itu. Ia tidak bisa bayangkan jika keluarga tahu kesalahan saat ini bukanlah sekedar tidak patuh pada perintah ataupun kesalahan yang bisa diluruskan dengan sedikit penjelasan lalu terselesaikan dengan omelan dan bisa ditebus dengan permintaan maaf. “Lita sayang Kakak.” Leon mengusap-usap kepala adiknya penuh sayang. “Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu? Apa kamu sedang melakukan kesalahan?” “Tidak, Lita hanya bertanya saja,” bohong Lita dan terus menyembunyikan wajahnya di perut Leon. “Atau selama Kakak di Jakarta, Bapak-ibu sering memarahimu?” “Tidak juga. Malah selama Kakak tidak ada di rumah, Bapak-ibu sangat, sangat jarang memarahi Lita.” “Lalu untuk apa pertanyaan tadi?" “Hanya ingin tahu saja, kasih sayang Kakak berubah atau tidak setelah Kakak tinggal di Jakarta, apa lagi setelah memiliki Kak Yusna yang banyak menolong Kakak. Lita takut, kasih sayang Kakak berkurang karena semuanya beralih pada Kak Yusna,” bohong Lita lagi. “Kakak tidak mungkin seperti itu. Siapa pun wanita yang hadir dalam hidup Kakak, kasih sayang Kakak akan tetap sama, bahkan jika suatu saat Bapak-Ibu sudah tiada, lalu Kakak sudah menikah sedangkan kamu masih sendiri, Kakak pasti akan mengajakmu tinggal bersama Kakak. Jika pasangan Kakak tidak setuju, Kakak akan membawa anak-anak Kakak pergi dan kita akan mencari tempat untuk tinggal barsama.” Lita merubah posisi lagi menjadi telentang di pangkuan Leon. “Pasangan Kakak tidak setuju? Memang Kak Yusna tidak suka dengan Lita, Kak? Atau sifat Kak Yusna seperti sifat orang kaya yang ada di sinetron, di mana orang kaya tidak suka pada keluarga miskin?” “Tidak, Kak Yusna tidak seperti itu. Jika dia tidak suka pada orang miskin, dia tidak akan mau menjadi kekasih Kakak, apalagi sampai bertahun-tahun,” bela Leon. “Atau mungkin dia hanya suka pada Kakak, tapi tidak suka dengan Lita, Bapak, dan ibu?" "Tidak juga. Kak Yusna itu tipe wanita yang sayang keluarga. Dia juga sangat menyayangi Adrian—adik laki-lakinya." "Kakak yakin Kak Yusna sayang dengan keluarga Kakak?" “Bukankah lima bulan lalu Kakak pernah mengajak Bapak, Ibu, dan kamu bicara dengan Kak Yusna? Apa dari nada bicaranya saat itu terdengar seperti orang tidak suka?” “Tidak, Kak, cara bicaranya sangat baik, lembut, sopan, dan ramah. Ibu dan Bapak saja bisa langsung suka, padahal belum melihat wajahnya.” “Lalu kenapa bisa bilang Kak Yusna tidak suka padamu?” “Karena tadi Kakak bilang jika pasangan Kakak tidak setuju Lita ikut dengan Kakak.” “Itu, 'kan hanya, jika, seumpama, dan seandainya pasangan hidup Kakak nanti bukanlah Kak Yusna.” Kemudian Lita bangun dari berbaringanya dan langsung melayangkan tatapan heran pada Leon. “Kenapa Kakak bicara seperti itu? Apa Kakak tidak yakin dengan hubungan Kakak dan Kak Yusna sekarang?” Leon menarik nafas berat karena kembali teringat dengan beban hati sekaligus kerinduan pada wanitanya yang sudah empat bulan tidak bisa bertemu atau ditemui. “Kakak sangat yakin dengan hubungan dan cinta Kak Yusna pada Kakak.” Leon berkata dengan nada lesu. “Lalu kenapa Kakak bicara seperti tadi?” “Ada hal yang tidak bisa Kakak buktikan dalam hitungan bulan pada kedua orang tuanya. Kakak takut dia salah paham dan tidak bisa menunggu lalu meninggalkan Kakak.” “Hal apa, Kak?” selidik Lita. Leon tersenyum lalu mengusap-usap kepala adiknya gemas. “Anak kecil tidak boleh tahu karena ini urusan orang dewasa,” guraunya. Lita langsung menunjukkan wajah cemberutnya sebagai bentuk protes pada jawaban Leon. “Apa usia sembilan belas tahun masih kecil, Kak?” “Dimata Kakak, kamu ini bukan sembilan belas tahu, tapi sembilan tahun. Bahkan jika nanti kamu berhasil mengejar cita-citamu menjadi seorang disainer, di mata Kakak kamu tetaplah adik balita Kakak." Seketika wajah cemberut Lita berubah jadi sedih saat mengingat ia tidak akan bisa lagi mengejar cita-citanya. Bahkan sudah semenjak satu minggu lalu ia putuskan untuk berhenti kuliah sesuai saran Edo yang hingga detik ini keluarganya tidak ada yang tahu. “Kenapa tiba-tiba sedih?” tanya Leon saat menyadari perubahan ekspresi Lita. Bukannya menjawab Lita malah dengan cepat menutup mulutnya saat tiba-tiba terasa mual. Huueek … “Lita, kenapa?” tanya Leon panik sambil memegang kening Lita untuk merasakan suhu badannya. Alih-alih menjawab, Lita justru langsung berlari secepat mungkin ke kamar mandi yang ada di dapur karena sesuatu di perutnya sudah mendorong ingin dikeluarkan. Leon adalah calon dokter umum, ia sedikit banyak tahu tanda-tanda kehamilan dari Yusna yang merupakan calon dokter spesialis obgyn. Dan Ketika melihat adiknya tiba-tiba mual lalu berlari seperti tadi, pikirannya antara percaya dan tidak kalau adiknya hamil. “Ibu dan Bapak bilang Lita masih jarang keluar malam meskipun sudah lulus SMA. Apalagi semenjak kuliah hari-harinya dia habiskan di kampus sampai sore dan malamnya tidak keluar kamar selain untuk makan malam. Tidak mungkin hanya dalam waktu tiga bulan ada pria berengsek yang dia kenal di kampus lalu menghamilinya?” Kemudian Leon menyusul adiknya ke kamar mandi. Ia ingin bertanya langsung untuk memastikan agar tidak berpikir macam-macam. Huueeek … huueek …. Leon langsung memeggangi tengkuk Lita begitu tiba di kamar mandi. Ia hanya memegang tengkuk tanpa memijat karena ia tahu tidak ada kaitannya memijat tengku dengan memperlancar mengeluarkan isi perut saat muntah. Ia memegang hanya untuk antisipasi, khawatir adiknya itu lemas setelah muntah apalagi perut Lita masih kosong dan tidak ada apa pun yang keluar selain liurnya. “Sudah?” tanya Leon saat Lita berdiri tegak. Lita mengangguk sambil menatap Leon dengan kesedihan sekaligus ketakutan. Bahkan bibirnya terkatup rapat agar bisa menahan tangisnya. “Kamu masih menjadi adik kecil Kakak yang bisa menjaga kehormatan, ‘kan?” tanya Leon.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD