Bab 2

1316 Words
Marisa terus melihat cincin hadiah ulang tahun yang diberikan oleh Hali. Bukan karena kemilaunya tapi hadiah itu sangatlah berarti. "Kok senyam-senyum lihat cincinnya?" tanya Hali. "Sudah nggak sabar ya jadi istriku?" "Terlalu percaya diri," ejek Marisa. Hali tersenyum. "Jadi bagaimana? Kapan kita bisa bertemu dengan orangtuaku? Kalau aku sih aku bisa membuktikan 100 % kalau Ibumu akan setuju." Senyum Marisa menghilang begitu saja. Dia khawatir hubungannya dengan Hali akan kandas karena Ibu Hali sangat menentang hubungan mereka. Perubahan yang begitu signifikan dari raut wajah Marisa tidaklah membuat Hali heran. Dia malah mengerti kecemasan sang kekasih. Diraihnya tangan milik Marisa, menggenggam lembut seraya memberikan senyum. "Kita hadapi ini bersama-sama ok? Aku juga akan mencoba memberi pengertian siapa tahu Ibuku akan menerima hubungan kita," hibur Hali. Marisa memberikan senyuman namun itu tak membuat dirinya tenang. Firasatnya mengatakan pasti sesuatu terjadi. "Baiklah kita pulang ya sekarang sudah larut." ❤❤❤❤ Menempuh perjalanan selama 2 jam akhirnya Syifa sampai di Kuala Lumpur. Dia langsung memesan penginapan segera, menukar uangnya dengan ringgit. Beberapa snack juga disiapkan jaga-jaga jika Rey mau makan. Sampai di penginapan, Syifa tidak langsung istirahat. Dia sibuk dengan beberapa file untuk lamaran kerja. Sebenarnya dari jauh hari wanita itu melamar pekerjaan di beberapa perusahaan. Jauh-jauh hari Syifa melamar pekerjaan pada beberapa perusahaan yang ada di Kuala Lumpur. Tapi tak semudah yang dibayangkan, Hanya dua perusahaan menerima CV Syifa. Syifa tidak menyerah. Dia akan berusaha mendapat pekerjaan salah satu dari perusahaan tersebut demi kelangsungan hidupnya dan juga Rey. Semoga saja tidak ada halangan besok. ❤❤❤❤ "Kenapa baru sampai jam sekarang? Larut malam lagi, mama telepon perusahaan dan bilang kamu pulang lebih awal," omel Mama Hali. Wanita paruh itu terus mengekori putranya. "Biasalah, anak muda Mama ingin jalan-jalan," jawab Hali tenang. "Iya tapi setidaknya bilang sama Mama. Mama tidak mau ya kalau kamu masih bergaul dengan anak pembantu itu atau jangan-jangan kau bertemu dengan dia sampai lupa waktu?" Hali menghentikan langkah menatap Ibunya kesal. "Sebenarnya kenapa sih Mama memusuhi Marisa? Dulu pas Ibunya masih jadi pembantu, hubungan kalian baik-baik saja bahkan Mama menganggap Marisa itu anak Mama?!" "Itu bukan urusanmu! Yang jelas Mama tidak suka ya kalau Mama harus berhubungan lagi sama Marisa dan Ibunya." Della berjalan melewati Hali, dibiarkan putranya merenung sendirian. Wanita paruh baya itu meraih telepon. Dia menekan tombol sesaat beberapa "Halo, selamat malam ... Saya ingin memeriksa riwayat rekening dari anak Saya ... atas nama Hali Singgih." ❤❤❤❤ Esok pagi jam 7 pagi, Syifa sudah siap-siap menuju kantor sedang Rey akan dititipkan ke tempat penitipan anak untuk sementara. Dia tak mungkin membawa Rey bisa saja nanti anaknya rewel. "Bunda nanti jemput Ley, kan?" tanya Rey anak kecil berusia 5 tahun tersebut. "Iya pasti tapi janji sama Bunda kalau Rey nggak akan nakal tunggu Bunda di sini ok?" Rey mengangguk. "Anak pintar." Syifa mengecup kening Rey dan berbicara sebentar kepada pengasuh di sana. Meski agak terkendala dengan bahasa keduanya mengerti satu sama lain. Akhirnya Syifa pun pergi meninggalkan Rey sendirian di tempat penitipan anak. Jantungnya berdebar sekarang pesimis akan hari ini. Tapi tak ada waktu mundur. Syifa menarik napas dalam-dalam mengeluarkan secara perlahan. Dia melakukannya berulang kali sampai ke kantor. Ternyata dua perusahaan tersebut ada dalam satu bangunan yang sama hanya saja lantai berbeda. Salah satunya adalah sebuah perusahaan tekstil terkenal di Malaysia, perusahaan membutuhkan sekretaris untuk direktur mereka. Satunya adalah sebuah perusahaan di bagian asuransi mereka juga sedang mencari sekretaris baru. Syifa lantas bergegas menuju perusahaan asuransi, ada wawancara kerja yang tak boleh disia-siakan. Syifa kemudian berjalan menuju lift. Dengan orang banyak di kanan kiri, ia menjadi gugup. Pikiran Syifa kelut sekarang, berharap orang-orang tak memperhatikannya. Tiba-tiba dari arah depan seorang pria menabrak bahu Syifa. Tas yang dipegang oleh Syifa jatuh beserta beberapa dokumen persiapan wawancara kerja. Syifa membeku sesaat dia kaget ketika tubuhnya didorong kasar oleh orang asing tersebut. Sayup-sayup suara dari arah belakang meneriaki pencuri. "Security, hentikan pencuri itu!" Orang asing yang tak lain adalah pencuri masih mencoba untuk berlari. Langkahnya hendak dipercepat akan tetapi lehernya tiba-tiba tercekat. "Kau pencuri sialan! Tetap di sini!" seru Syifa. Tangannya terus menarik kerah belakang dari si pencuri, semakin pria itu memberontak semakin pula Syifa mengeratkan cengkraman. Untuk seukuran wanita tenaga Syifa lebih besar terbukti pencuri tak berkutik bahkan pria itu dengan lesu terjatuh dan menopang tubuhnya menggunakan lutut. Petugas keamanan segera datang membantu Syifa sedang wanita muda itu setelah mengucapkan terima kasih, ia bergegas pergi sebelum pria yang tadi mendekat. Dia bahkan tak mendengar suara panggilan apapun karena fokus pada tujuannya. Tak berapa lama Syifa sudah sampai ke perusahaan asuransi. Bukan hanya dirinya seorang tetapi 20 orang menunggu untuk diwawancara. Menghabiskan waktu 2 jam, Syifa menyelesaikan wawancara. Dia berusaha untuk optimis mendapat pekerjaan tersebut. "Maaf kalau boleh tahu kapan ya pengumumannya?" tanya Syifa kepada salah seorang karyawan. "Kalau tidak salah nantinya di kirim melalui email setelah lima hari." "Kalau begitu apa boleh aku bisa pergi sekarang?" "Silakan." Syifa berpamitan dan bergegas menuju perusahaan yang lain. Dia beruntung masih memiliki waktu yang cukup awalnya wanita selalu cemas jika terlambat. Bisa-bisa dia di cap tak profesional. Sampai di sana wawancara masih berlangsung terbukti beberapa orang tengah duduk dengan gelisah menunggu. Tidak memiliki banyak waktu, Syifa lekas menghampiri salah seorang staf di sana. "Maaf apakah nama saya sudah dipanggil?" "Nama anda siapa?" "Syifa Faresta." Staf tersebut melihat sebentar daftar yang dipegang. Staf kemudian membuang napas kasar, tatapannya kepada Syifa menjelaskan banyak hal. "Maaf nama anda sudah dipanggil tapi karena anda tak berada di tempat maka anda didiskualifikasi." Syifa terdiam sesaat sebelum akhirnya menghembuskan napas. Dia menerima keputusan tersebut dengan lapang d**a. Ini pun salahnya karena membagi waktu untuk dua wawancara. "Terima kasih informasinya." Syifa dengan lesu bergerak menjauh dan duduk di sebuah sofa yang letaknya di depan receptionist. Sekarang dia hanya berpegang pada hasil wawancara dari perusahaan asuransi tapi biarpun begitu Syifa merasa kecewa dan mulai membayangkan bagaimana hidupnya kalau dia tak lolos interview. Dalam kekalutannya, Syifa tak menyadari sosok pria paruh baya berjalan menghampiri. Melihat Syifa hanya diam, si pria berdehem dan membuat wanita itu mendongak. "Boleh aku duduk di sini?" "Tentu silakan." Syifa tersenyum. Segera dia menggeser memberikan tempat untuk pria paruh baya tersebut duduk. Si pria berucap terima kasih. Tak ada percakapan untuk waktu yang cukup lama. Syifa sibuk dengan pikiran sendiri sementara pria paruh baya sibuk memperhatikan jam tangannya. Mata si pria lalu melihat ke arah Syifa yang murung merambat pada beberapa dokumen yang dipegang oleh wanita itu. "Kau mau tes wawancara?" Pertanyaan si pria mengejutkan Syifa. Sekejap melihat pada dokumen, Syifa tersenyum hambar. "Maunya begitu tapi saya tidak bisa interview karena terlambat." "Kenapa?" tanya si pria paruh baya penasaran. "Saya baru saja datang untuk wawancara di perusahaan lain. Saya pikir karena di bangunan yang sama makanya saya rasa bisa membagi waktu." Si pria paruh baya mengangguk. "Boleh lihat dokumennya?" Meski bingung Syifa memberikan semua dokumen yang ia bawa. "Kamu punya pengalaman menjadi sekretaris?" "Iya pak," jawab Syifa singkat. "Di sini juga ada surat rekomendasimu dari perusahaan tempatmu bekerja," gumam pria itu sendiri. Ditutupnya dokumen dan diberikan lagi pada Syifa. "Saya rasa kamu pantas dapat kesempatan kedua. Temui lagi panitianya bilang pada mereka Pak Erwin merekomendasikanmu." Syifa terkejut. Darahnya kembali berdesir merasakan gairah semangat muncul lagi. "Terima kasih pak." Segera Syifa menuju staf yang masih senantiasa berdiri di depan pintu. Staf tersebut agak heran dengan kedatangan Syifa lagi tapi begitu dijelaskan si staf segera masuk ke dalam membawa berita dari Syifa. Akhirnya Syifa mendapat kembali tempat untuk wawancara. Dia sangat berterima kasih kepada Pak Erwin jika tak ada pria itu Syifa jelas sudah menyerah. "Pak, apa bapak yakin? Dia orang asing kenapa bapak bisa merekomendasikannya?" tanya Fauran, sekretaris Erwin. "Saya rasa dia bisa di percaya apa lagi dari tadi jika dia tak menangkap penipu itu pasti sekarang kita bangkrut. Ini hanya hak istimewa yang bisa kuberikan sebagai hadiah, tak lebih." Erwin menjawab lugas. Tak ada keraguan sama sekali. ❤❤❤❤ See you in the next part!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD