Prolog

2134 Words
Dery tidak percaya hantu maupun hal-hal mistis lainnya. Dery cuma percaya apa yang bisa dia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Menurut Dery, apa yang tidak bisa dilihat, itu artinya tidak nyata. Jadi, mau menonton film horror terseram sekali pun, atau mendengar cerita hantu yang terkesan nyata, tetap saja Dery tidak percaya. Bagi Dery, hantu itu tidak ada karena selama ini ia tidak pernah melihatnya. Terserah orang mau cerita apa tentang hantu, Dery tidak akan pernah percaya selama ia tidak membuktikannya dengan mata kepala sendiri. Dery sendiri paling malas kalau apa-apa dihubungkan dengan hal mistis, terutama jika sudah menyangkut sesuatu yang paling disukainya, yaitu mendaki gunung. Berani sumpah, Dery sudah mendaki gunung sejak ia masih SMA, hingga sekarang ia sudah berkuliah semester tujuh. Sudah banyak gunung yang pernah Dery daki, mulai dari gunung Semeru yang merupakan gunung tertinggi di pulau Jawa dan memiliki jalur pendakian yang sulit, hingga gunung Slamet yang katanya gunung paling angker di Indonesia. Tapi, dari semua record pendakiannya, Dery tidak pernah merasa pernah mengalami kejadian-kejadian mistis. Masalah yang dihadapi Dery dalam sepak terjangnya mendaki gunung memang banyak, namun ia tidak mau menganggap sesuatu yang berhubungan dengan setan sebagai salah satunya. Menurut Dery, semua masalah yang terjadi selalu bisa dianalogikan dengan nalar. Jika ada yang bilang disesatkan oleh penunggu gunung, itu omong kosong. Kenyataannya justru pendaki tersasar karena tidak fokus dan terpisah dari rombongan. Lalu, kalau ada pendaki yang mendengar suara-suara mistis atau melihat penampakan, Dery rasa itu hanya halusinasi karena terlalu lelah atau sugesti akibat terlalu memikirkan cerita-cerita seram tentang gunung itu sebelumnya. Apalagi kalau katanya ada pendaki yang ketempelan karena tiba-tiba sakit, itu benar-benar omong kosong. Seperti yang terjadi sekarang. "Ketempelan apanya sih? Nggak usah mikir aneh-aneh deh. Ini dia sakit karena kecapekan! Tau sendiri track gunung Sumbing gimana. Ini juga gejala hiportemia, bukan ketempelan!" Dery sebetulnya tidak berniat untuk mengomeli rombongannya, tapi serius deh dia jadi kesal sendiri ketika salah satu rombongan mereka ada yang tumbang, dan yang lain heboh bilang kalau penyebab tumbangnya salah satu dari rombongan mereka pasti karena ketempelan makhluk halus. Nguasal banget! Begitu pikir Dery. "Tapi, serius deh, Bang. Ini si Sultan emang daritadi bikin ulah mulu. Dari awal mulai daki udah sering ngomong kasar, terus tadi juga dia pipis sembarangan tanpa izin. Dia juga sebelumnya sehat-sehat aja, tapi tiba-tiba tumbang begini," jelas Marchel, salah satu dari lima orang rombongan mendaki Dery ke gunung Sumbing hari ini. Sisa dua orang lagi dari rombongan mereka, yaitu Radius dan Irzi, yang sedang memegangi Sultan pun setuju dengan omongan Marchel tadi. Mereka semua merupakan adik tingkat Dery di kampus, jadi pengalaman mendaki Dery memang lebih banyak dibanding mereka, sehingga sekarang mereka terlihat lebih panik. Tapi, di situasi seperti ini, panik dan omongan tidak masuk akal bukanlah sesuatu yang dibutuhkan. "Ck, kalian tuh jangan mentang-mentang lagi di gunung, apa-apa dihubungin sama hal mistis mulu. Coba mikir realistis dulu dah. Lagian, selama ini gue mendaki juga kaga ada yang namanya ketempelan setan, jin, atau siluman. Kaga ada yang namanya setan tuh, apalagi yang namanya ketempelan!" "Bang..." Irzi menegur Dery dengan wajah takut. "Jangan ngomong gitu lah, nggak baik." "Gue lebih senior dari kalian-kalian, jadi gue lebih tau tentang gunung, oke?" Marchel, Radius, dan Irzi tidak berkata apa-apa. Dery melihat situasi sekitar, matahari sudah akan tenggelam, sementara masih jauh untuk mencapai pos pendakian selanjutnya sehingga mustahil bagi mereka untuk melanjutkan perjalanan guna beristirahat disana. Kebetulan, tempat mereka berhenti saat ini cukup cocok untuk dijadikan tempat berkemah malam ini. "Oke, kita nggak mungkin lagi lanjutin perjalanan, jadi kita istirahat disini," ujar Dery memutuskan, karena memang ia ketua dari pendakian kali ini. "Kalian harus tenang dan fokus, Sultan nggak apa-apa. Kita bagi tugas sekarang, Radi lo jagain Sultan dan kasih pertolongan pertama buat Sultan. Marchel sama Irzi bangun tenda. Gue mau ngumpulin kayu bakar dulu buat bikin api unggun." "Lo sendiri, Bang?" "Yaelah, cuma nyari kayu. Nggak bakal diculik setan dah." "Bang-" Dery mengibaskan tangannya, tidak mau mendengar lebih lanjut kekhawatiran rombongannya. Prinsip Dery, semakin merasa takut justru hanya akan semakin mengundang hal-hal buruk, jadi ia ingin bersikap percaya diri pada setiap situasi selama berada di gunung. Yah, walaupun selama ini Dery lebih banyak diam sih. Baru kali ini ia banyak omong karena menjadi ketua dari rombongan mendakinya. Tidak lama kemudian, mereka pun melakukan tugas masing-masing yang diinstruksikan oleh Dery. Sementara Dery sendiri, setelah memastikan rombongannya mengerjakan tugas masing-masing, ia pun pergi mencari kayu bakar untuk membuat api unggun nanti. Mulanya Dery hanya mencari kayu tidak jauh dari tempat mereka memutuskan untuk berkemah. Namun, tidak banyak kayu kering yang bisa ditemukannya, sehingga ia memutuskan untuk mencari lebih dalam lagi ke hutan. Melewati semak-semak, rombongannya sudah tidak terlihat lagi, namun Dery memberi patokan berupa tali putih yang ia ikat di sebuah dahan pohon, untuk jaga-jaga agar ia tidak lupa jalan kembali. Langit sudah mulai gelap ketika Dery telah mendapat cukup kayu bakar untuk api unggun mereka malam ini. Ia pun memutuskan untuk kembali sebelum langit jadi sepenuhnya gelap. Dery menyusuri jalan yang sama ketika ia pergi tadi. Ingatannya cukup baik dalam mengingat jalan-jalan di hutan. Tanpa butuh waktu lama, Dery pun menemukan tali putih yang dijadikannya sebagai patokan tadi. Dari patokan itu, Dery hanya perlu berjalan lurus hingga rombongannya terlihat. Dery pun berjalan lurus, sesuai dengan yang dia ingat. Namun, kerniyatan muncul di dahinya saat dirasanya sudah cukup lama berjalan, namun rombongannya tak kunjung terlihat. Kemana mereka pergi? Tidak mungkin kan mereka meninggalkan Dery? Kalau pun memang mereka pergi, butuh waktu lama bagi mereka untuk membereskan barang-barang yang tadi sudah dikeluarkan, belum lagi harus menggotong Sultan yang lemas. Lagipula, Dery juga tidak pergi terlalu lama. Ia rasa tidak lebih dari lima belas menit lamanya. Dery memilih berjalan kembali ke patokan yang telah dibuatnya, berpikir jika mungkin ia melewati arah jalan lurus yang salah. Namun, sudah mencoba arah jalan lain, Dery tetap tidak menemukan mereka, sedangkan matahari sudah sepenuhnya tenggelam. Untungnya Dery membawa senter sehingga ia tidak sepenuhnya ditelan oleh kegelapan. Dery sendiri masih berusaha tetap tenang dan terus mencoba jalan lain yang sekiranya bisa membawa ia menuju rombongannya. Namun, Dery tidak bisa tenang lagi ketika menyadari bahwa pada akhirnya ia hanya berjalan berputar-putar saja dan terus kembali ke patokan yang telah dibuatnya, sementara teman-temannya tak kunjung terlihat. Perasaan Dery mulai tidak enak. "Bangke. Masa gue nyasar sih?" gumamnya. Kalau memang tersesat, Dery sama sekali tidak bisa menerima kenyataan itu. Setengah mati ia menyangkalnya, apalagi berpikiran jika ia tersesat karena berhubungan dengan sesuatu yang mistis. Namun, Dery sendiri bisa merasakan jika auranya mulai terasa tidak enak. Ia jadi kegerahan, padahal ini sudah malam dan tentu saja di gunung biasanya dingin. Lalu, entah kenapa muncul kabut sehingga jarak pandang Dery jadi buruk. "MARCHEL! IRZI! RADI! KALIAN DIMANA?!" akhirnya Dery memutuskan untuk berteriak, dengan harapan teman-temannya akan menyahut. "JANGAN BERCANDA LAH! NGGAK LUCU ANJERRRRR!" Tepat setelah Dery meneriakkan itu, ia berteriak karena ada sekumpulan kelelawar yang terbang melintasinya. Benar-benar melintasi tubuh Dery hingga ia sempat oleng. Selama sepak terjangnya mendaki gunung, baru kali ini Dery mengalami yang seperti ini. Setelah semua kelelawar itu lewat, Dery melihat sumber cahaya di depannya. Berpikir kalau itu adalah teman-temannya, Dery pun segera berjalan cepat bahkan nyaris berlari menuju cahaya tersebut. Begitu sudah dekat, dilihatnya jika cahaya itu berasal dari beberapa tenda yang berbaris. Dery pun berpikir, sepertinya teman-temannya memutuskan untuk bergabung dengan para pendaki lain yang juga ingin berkemah. Dery akan marah besar pada mereka karena telah melakukan itu tanpa persetujuannya terlebih dahulu. Ketika Dery hampir sampai, hanya tinggal beberapa langkah lagi menuju barisan tenda itu, ia dikejutkan dengan seorang kakek tua yang tiba-tiba saja menghadangnya. Entah darimana kakek tua itu muncu. Rupanya tentu saja asing bagi Dery dan penampilannya agak nyentrik. Kakek itu tidak memakai baju dan hanya memakai celana hitam yang dilapisi kain baik mengikat pinggangnya. Seluruh rambut kakek itu juga sudah memutih karena uban dan diikat kencang di atas kepalanya. Alis, kumis, dan janggut kakek itu juga sudah memutih, menandakan kalau beliau sudah sangat tua. Penampilanya persis seperti orang zaman dulu yang kerap dilihat Dery di buku sejarah. "Jangan kesana...itu bukan tempatmu." Dery menatap sang kakek aneh. Dia rasa, lebih masuk akal jika tidak mempercayai omongan kakek-kakek tua di tengah gunung pada malam hari seperti ini. Jadi, Dery mengabaikannya saja dan memilih melanjutkan langkahnya menuju tenda. Keputusannya itu ia sesali tidak lama kemudian. Karena bukannya bertemu dengan Marchel, Irzi, Radius, atau bahkan Sultan, Dery justru melihat sesuatu yang sebelum ini sama sekali tidak pernah dilihatnya. Dari tenda-tenda itu, semua yang ada di dalamnya muncul satu per satu. Dery mematung di tempatnya menyaksikan makhluk-makhluk paling menyeramkan yang pernah dilihatnya seumur hidup muncul dari semua tenda. Ada pocong yang wajahnya hancur, wanita berpakaian putih dengan bagian perut yang bolong dan penuh belatung, ada pula kepala melayang dengan organ tubuh bergelantungan, makhluk bertubuh manusia namun berkaki babi, dan yang paling menyeramkan adalah makhluk yang baru saja keluar dari kegelapan. Tubuhnya dua kali lipat tubuh Dery dan berwarna hitam, kepalanya mirip kepala banteng, dan warna matanya merah menyala, melotot pada Dery. Ini semua cuma mimpi. Ini semua halusinasi. Ini mimpi. Ini halusinasi. Dery meyakinkan dirinya sendiri. Ia bahkan sampai mencubit dirinya untuk membuktikan bahwa yang dilihatnya tidak lah nyata. Namun, begitu merasakan sakit akibat cubitannya, Dery tersadar kalau apa yang dilihatnya benar-benar nyata. Bibir Dery ingin merapal doa, namun entah kenapa ia tidak bisa menggerakkan bibirnya sendiri. Tubuhnya juga tidak bisa bergerak sama sekali, padahal ia ingin berlari sekencang-kencangnya karena semua makhluk itu sekarang berjalan menujunya, mengepungnya. BANGKE. GUE BENERAN DIKEPUNG SETAN. Itu teriakan Dery dalam hati. INI GUE NGGAK BAKAL MATI KAN? PLISSSS, GUE MASIH MAU IDUP ANJING! GUE NGOMPOL! ENGKOONGGGGG TOLONGIN, MEREKA MAKIN DEKET! GUE BENERAN NGGAK BISA GERAK, MEREKA MAKIN DEKET! IYA IYA GUE PERCAYA DI DUNIA INI ADA SETAN! TOLONGGG, JANGAN MAKAN GUE! DAGING GUE PAIT! Yang terakhir Kali Dery ingat sebelum ia hilang kesadaran adalah suara teriakannya sendiri yang melengking membelah malam di satu sisi gunung Sumbing, sementara makhluk tadi terus mengerubunginya hingga Dery tidak bisa melihat apa-apa lagi kecuali rupa mereka yang hancur dan menyeramkan. *** Dery bangun dengan posisi langsung duduk tegak dan napas yang terengah-engah. Sorot matanya menunjukkan ketakutan yang begitu besar karena apa yang dilihatnya dalam tidur sama sekali tidak menyenangkan. Ia sudah serupa orang yang baru saja ikut lomba lari, padahal ia cuma habis mengalami mimpi yang begitu buruk. Buruk sekali, hingga dipikirkan sekarang pun membuat bulu kuduk Dery berdiri. Ia memijat kepalanya yang pusing bukan main. Mata merah makhluk hitam berkepala banteng dalam mimpinya masih terngiang-ngiang. Belum lagi kepala melayang dengan organ tubuh menempel yang menjijikan, mengingatnya membuat Dery ingin muntah. Syukurnya itu semua cuma mimpi. Karena setan kan, tidak ada di dunia nyata. Sekarang, Dery ada di tempat yang aman, bukan di tengah hutan yang gelap melainkan ada di--tunggu dulu, dimana Dery sekarang? Dery melihat ke sekitar, baru menyadari jika ia berada di sebuah pondok dari anyaman bambu yang tidak dikenalinya. Tidak ada apa-apa di pondok tersebut, hanya ada sebuah lampu minya tergantung di langit-langit, tas bambu di salah satu sudut ruangan, rak dari kayu yang sudah reyot berisikan berbagai jenis tumbuhan kering yang tidak Dery kenali, dan sebuah tikar yang sekarang sedang Dery duduki. Rasa panik pun mulai merasuki Dery. Ia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi kemarin. Seingatnya, ia sedang mendaki gunung Sumbing bersama Marchel, Radius, Irzi, dan Sultan. Lalu, mereka beristirahat karena Sultan mengalami hiportemia. Mereka berbagi tugas, dan Dery kebagian mencari kayu bakar. Ketika mencari kayu bakar itu, Dery tersesat, lau-- Dery tertegun. Ia sadar jika apa yang terjadi semalam ternyata bukan mimpi belaka. Kesadaran itu pun membuat Dery bangkit dan segera keluar dari pondok itu. Begitu sudah keluar, Dery berteriak kencang karena pemandangan yang dilihat olehnya. Ia pun terduduk lemas di tanah. Pondok ini letaknya di tengah hutan, entah dimana, dan tidak tahu kenapa pondok ini diselubungi oleh cahaya berbentuk dome yang melindungi pondok ini. Melindungi dari apa, jawabannya dari semua yang sekarang Dery lihat berada di luar dome cahaya itu. Semua makhluk yang dilihat Dery semalam ada, melotot padanya. Lalu, ada pula makhluk-makhluk lain yang tidak kalah menyeramkan. Dery benar-benar lemas melihat mereka semua. Ia sama sekali tidak mengerti, kenapa tiba-tiba bisa melihat semua makhluk itu?! "Sudah bangun, Nak?" Dery kembali berteriak kaget karena suara yang tiba-tiba mengajaknya bicara. Menoleh ke samping, ia mendapati kakek yang ditemuinya semalam, sedang duduk bersila di sebuah bangku rotan yang ada di depan pondok. Melihat kakek itu membuat Dery kian ketakutan. Seolah bisa membaca pikiran Dery, kakek itu pun berujar, "Jangan khawatir, saya manusia. Sama sepertimu." Barulah Dery bisa bernapas lega, lalu ia mengajukan banyak pertanyaan, "Anda siapa? Saya dimana? Kenapa saya ada disini? Kenapa saya diikutin makhluk-makhluk aneh?" Cukup lama kakek itu memandangi Dery tanpa ekspresi sehingga membuat Dery merasa aneh, persis yang dirasakannya semalam. Lalu, kakek itu hanya memberikan satu jawaban untuk semua pertanyaan Dery tadi. Katanya, "Mata batin kamu baru saja terbuka." "Hah? Maksudnya apa? "Setelah ini hidup kamu ndak akan sama lagi, Nak Rasendriya Caraka."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD