1

1664 Words
"Nama lengkap ?" " Sifaeraera Safiera Fieraeri." "Apa? Bisa di ulangi?" perintah polisi berbadan tambun itu. "Maaf, Pak, sebaiknya saya tulis saja nama saya sendili. Atau kegiatan ini akan telus-telusan, gak selesai.” Polisi berbadan tambun itu mengganggu, ia menyerahkan selembar kertas dan pulpen padak. “Tulis namamu yang benar.” “Iya, Pak.” Aku segera mengambil kertas dan pulpen. "Nih, Pak, udah selesai." "Oh, jadi nama kamu Sifarara Safira Firari. " Aku mengangguk pelan, polisi itu lantas tersenyum. "Nama kamu lumayan sulit..., " katanya sembari menahan senyum, hidungnya kembang kempis. "Berhubung kamu gak terbukti maling, sekarang kamu saya bebaskan," Ujar polisi. "Ye, kan udah dali tadi Lala ngomong kalo Lala ngak nyuli!" Aku menatap sengit pria aneh yang tadi membawaku ke kantor polisi. "Apa liat liat!” dia melotot, “Naksir?” “Idih bukannya minta maaf, malah nge-gas! “ Aku bergumam. “Maaf. “ “Apa Lala gak dengar? “ Pria itu lalu merogoh sesuatu dari celana jins-nya. “Nih, alamat dokter THT.” “Ha? Maksud kamu Lala b***k?” “Maybe. Cuman orang b***k yang gak bisa dengar omongan gue tadi.” “Lala gak b***k! Kenapa sih, kamu ngeselin banget!” “Kalo ngangenin, entar Lo baper.” “Gak ada spesias manusia yang bakal kangen sama olang kayak kamu!” “Bagus kalo gitu. Bye! Gue mau pulang.” Dia melangkah pergi, meninggalkan aku sendirian di sini. “Hai! Kamu halus tanggung jawab atas pelbuatan kamu!!" Aku memekik kencang, sangking kencang nya membuat semua orang di kantor polisi menatap heran kearahku, buru-buru aku langsung lari dari sana mengejar si manusia nyebelin itu. “Oi, tunggu!” pekikku, sembari mengejarnya. “Kamu halus tangung jawab sama Lala!” Kali ini aku berhasil mengejar langkah lebar si manusia satu ini, “Kamu halus tanggung jawab!" ulangku seraya mengatur nafas yang masih naik turun. "Gue tanggung jawab? Emang gue hamilin Lo?” "Jangan berpula-pula gak bbeldoa ya! Kamu gak liat hali ini udah malem!" Aku memekik geram. “Orang gila juga tahu ini malam. Terus apa hubungannya sama gue?” “Ada hubungannya. Ini udah malam, malam itu rawan kejahatan, banyak orang jahat yang kelialan malam-malam, banyak penculi, banyak begal, kalo Lala pulang sendilian, telus ketemu begal, begalnya jahat, telus Lala di apa-apain, telus Lala mati gimana? “ “Bilang aja Lo mau minta dianterin. Tibet banget bilang gitu doang. Dasar modus! “ "Lala gak modus. Tapi Lala mau kamu tanggung jawab!" "What ever..." katanya seraya masuk ke dalam mobil. "Hello nona R apa Lo butuh undangan buat masuk mobil? Atau gue harus siapin red karpet buat Lo? “ "Lala gak mau naik mobil kamu, apalagi cuman belduaan sama kamu. Lala gak mau!” "Terus Lo maunya apa! Lo mau gue ajak pak polisi naik mobil gue?! “ketusnya. "Ya, kalo pellu!" "Dasar gadis aneh! Terserah Lo mau pulang atau gak, gue gak peduli...." "Lala gak mau tahu, kamu halus tanggung jawab. Antalin Lala pulang, tapi naik angkot! Lala gak mau belduaan di mobil sama yang bukan muhklim.” "What?!" Dia melotot. "Lo gila! Kalo gue naik angkot terus mobil gue gimana?" “Tunggu di sini.” Aku lalu berlari menghampiri pak polisi yang sedang bertugas, "Pak polisi apa saya bisa minta tolong pak polisi?" "Apa yang bisa saya bantu?" tanya polisi itu ramah. "Pak jadi gini, bapak kan tahu kalo pelempuan dan plia belduaan di mobil itu gak baik, bisa menimbulkan tindak kliminal sepelti pemelkosaan, mutilasi dan lain-lain. Benel gak, Pak? “ Pak polisi menggangguk, menyetujui argumenku. “Benar sekali, Nak!" ujarnya bijak. Aku tersenyum bahagia. "Nah kalena itu Pak, apa saya boleh nitip mobil itu?" Aku menunjuk mobil dimana pria itu berdiri. Pak polisi menatapku dengan seksama. "Boleh ya, Pak, plis...plis...pak polisi gak maukan dengel kabal anak baik jadi kolban kejahatan di dalam mobil.” Sedetik berikutnya pak polisi mengangguk pelan. “Kalo begitu boleh.” "Lo ngomong apa? Lo gak ngomong macam-macamkan ?" ujarnya pelan. "Lala gak ngomong apa-apa,” jawabku jujur. “Mana kunci mobilnya!” “Buat apa?” "Biar mobil kamu di taruh di sini saja. Besok kamu bisa mengambilnya,” sambung pak polisi. “Cepat kasihin kuncinya!” seruku tidak sabar dan langsung merampas kunci itu. “Ini pak, makasih pak udah mau tolongi saya.” Pak polisi hanya mengangguk pelan, dan aku dengan senyum kemenangan mulai berjalan. "Hey, nona R. Lo ngomong apa sama tuh polisi!" "Lala cuman ngomong, kalo pelempuan dan plia berdua aja di mobil itu gak baik.” “Terus...?” "Bisa terjadi pemelkosaan, mutilasi, pelampokan dan.....” "Mimpi apa gue bisa ketemu gadis kayak Lo! “ "Sehalusnya kamu bersyukur ketemu cewek cantik kayak Lala.” “Lo bukan type gue! " "Idih, kamu pikil Lala suka sama kamu?” Pria itu tersenyum miring. "Gak mungkin lo gak seneng gue, diawal Lo bilang senyum gue manis.” "Eh.” Aku tergagap, dari mana pria ini tahu. "Gak usah banyak mikir. Kasihan otak lo entar error.” Aku mendelik kesal, lalu memilih untuk mempercepat langkahku, sedangkan pria itu masih berjalan santai. Sedetik kemudian, keheningan menyelimuti kami, baik aku atau orang tanpa nama memilih diam, berkutik dengan pikiran kami sendiri "Oy..." "Maaf gue gak denger!" "Tapi balusan kamu jawab.” "Mulut gue yang jawab bukan telinga gue.” "Telselah.” Hening kembali menyapa. Aku menengok kanan-kiri berharap angkot segera datang menjemput, hari sudah pukul 9 malam dan itu artinya, aku sudah pergi hampir 16 jam lamanya tanpa menelepon atau mengabari mumy. Dan berita buruknya aku sudah berjanji pada mumy jika aku pulang sebelum pukul 8 malam uang jajanku bakal di potong. "Tamat liwayat Lala.” Aku berteriak histeris, " Semua gala-gala lo !" "Lah apa salah baim ya Allah?" ujarnya sok polos. " Lala gak mau tahu, Lala mau pulang sekalang!" "Sok atuh kalo mau pulang...." "Ih... nyebelin!" "Anda benar.” Aku mendengus dan berjalan meninggalkan pria itu sendirian. "Oy, Kamu gak mau nyusul Lala!!" aku berteriak kencang, percuma menunggu pria itu peka karena mungkin pas pembagian stok peka manusia satu ini tidak hadir. "Gak minat!" jawabnya singkat. "Bye nona R, titip salam kalo ketemu nenek kunti.” " Ih.....ngeseli...." Aku berteriak kencang menumpah segala kekesalan ku pada manusia satu ini dan pergi sambil menghentak-hentak keras kakiku. "Dasal gak beltangung jawab!" "Gala-gala dia uang jajan Lala dipotong.” "Sekalang Lala pulang malam-malam sendilina.” “Sebel...sebel...sebel...” Aku menghentak-hentakkan kakiku kesal. Aku terus mengomel sepanjang jalan, jalan yang sepi membuatku agak sedikit takut, ya hanya sedikit, seorang Rara gak pernah takut apa pun, kecuali jalan yang sepi. Rasanya aku ingan menangis. Tapi tiba-tiba, aku melihat sorot lampu mobil menerangi punggung belakangku, diam-diam aku tertawa dalam hati, ternyata pria itu masih punya hati, aku bernafas lega. Dan pintu mobil terbuka..... Terdengar suara kaki mendekat... Aku sudah siap dengan akting ku... Wajah marah dan sok belagu sudah siap... Dan derap langkah semakin dekat... Aku siap.... Dan ternyata... Zonk.... Dasar gak bertanggung jawab! *** Masih dengan rasa penasaran yang sama, aku datang sepagi ini. Yap, bahkan lebih pagi dari si raja pagi, Kelly. Aku cukup bangga hari ini bisa mengalahkan Kelly. Ya, ini rekor pertama selama aku bersekolah di Internasional School, rekor pertama datang pagi lebih cepat dari Keli, si raja pagi. Aku melirik jam tangan yang melingkar di balik lengan baju pajangan seragamku. “Balu pukul enam.” Biasanya jam segini aku masih sibuk membuat peta di bantal atau di kasur, waw itu hobiku dari dulu. Meski mumy suka ngomel karena hobiku ini, aku tidak ambil pusing karena bagiku hidup itu untuk berkarya dan berkarya untuk hidup. Dan itu salah satu karya kebanggaan ku - jangan pernah contoh aku ...heheheh Mataku langsung menjelajahi tiap detail sekolah, nuansa pagi masih kentar sekali dengan masih setianya embun pagi yang masih nangkring di daun-daun hijau, membuat daun itu terlihat segar. "Apa benel ya?" Tapi tidak ada hal aneh yang terjadi, aku mendengus sepertinya aku yang salah. "Kebijakan kamu itu tidak bisa saya terima!" Suara bariton dari dalam ruangan kepala sekolah, langsung mengundangku. "Saya tidak meminta, tapi saya memaksa. Terapkan mulai sekarang,”balas suara dari dalam. Aku segera merapat di dinding dengan jelas dapat mendengar suara itu, beberapa saat terjadi keheningan, entah itu sebuah keheningan atau aku tak dapat mendengar suara mereka yang begitu small. Aku mendekat, masih tidak ada suara yang dapatku dengar, aku makin mendekat ke pintu masih juga tidak terdengar suara apapun, aku makin mendekat ke pintu atau lebih tepatnya di depan pintu. Krek Pintu terbuka sebelum aku menyadarinya, dan buruknya sekarang aku masih dalam posisi sebagai penguping. "Ngapai lo!" Suara barinton, sukses mengundang keringat dingin hadir. Aku mendongka, terlihat dua mata tajam menatapku. "Lo!” "Kamu....” Mataku melotot, saat itu aku benar-benar terkejut, kenapa dia lagi? Orang yang sama yang telah membuat uang sakuku di potong mumy, aku mendengus rasa kesalku seketika kembali hadir. "Lo nguping ya!" Aku mendengus, memang benar aku sedang menguping tapi entah kenapa aku tidak suka mendengar perkataan dari si manusia satu ini. "Semalam kamu nunduh Lala maling sekalang kamu bilang Lala nguping pada hal, Lala hem, belum dengar apa-apa.” “Sama aja! “ "Bedalah..." "Bedanya di mana? Udahlah gue gak mau sepagi ini naik pitam gara-gara Lo!" Si anak orang mendengus, "Sekarang lo gue hukum!" "What!!" aku terkejut setengah mampus, dengan mata melotot dan mulut tergaga, pose buruk dalam selfi. "Emang kamu siapa? Sok sokan hukum Lala." "Lo gak tahu,” katanya sombong. "GAK DAN GAK MAU TAHU ATAU PUN TEMPE. UNDELSTAND!" aku berbalik dan bersiap pergi. "Benaran gak mau tahu?" "Gak." "GUE ANAK PEMILIK YAYASAN" “Ha? “ Aku kembali tergaga, untung lalat tidak pada datang bertamu. "Gak usah kaget dulu!" katanya santai, "Gue belum kasih tahu yang lebih menggangetkan. Jadi simpen dulu ya stok kagetnya.” Aku masih bertahan di pose buruk itu, lalu dia berkata dengan sangat pelan nyaris membuat jantungku mudik ke alam akhirat. "Dan dalam waktu 6 bulan ini gue dipercaya buat memimpin sekolah ini! " Kering. Di situasi seperti ini tenggorokanku seperti padang pasir yang merindukan bulan eh maksudnya merindukan air, air ludah yang tiba tiba mengeringi "Oh ia satu lagi." Dia kembali membuka mulutnya, aku merasa hawa buruk. “Lo 11 bahasa 4 kan? Kalo gitu kita sekelas!" Bener kan..... Lengkap. Lengkap sudah takdir ini, Ya Allah kirimkan aku pelindung, untuk melindungiku dari semua ini... Mumy anak mu buat masalah sama anak pemilik yayasan!!! Ya Allah, hanya kepada mu hamba berlindung dan hanya kepada mu hamba meminta pertolonglah. Tolong hamba mu yang imut ini dari dunia yang semakin global warming dan dari ozon yang sekarang udah pada bolong ya Allah. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD