Semua barang-barang berserakan di lantai, bahkan banyak yang pecah. Mona karena terkejut mendengar suara sesuatu terjatuh, ia langsung berlari walau tas masih melekat di punggung. Memandang Kakak iparnya terduduk di kasur sambil memegang sebuah kertas membuat Mona penasaran, dia mendekat dan bertanya dengan pelan.
"Mas, ada apa?" tanya Mona menatap Arka yang langsung mendongak saat mendengar suaranya.
"Pergi!" bentak Arka bangkit menatap tajam ke arah Mona.
Mona menunduk ia terkejut mendapatkan bentakan dari Arka. Dengan langkah lemah dia keluar dan bergegas ke kamar untuk mengganti pakaian. Sehabis itu berkeliling mencari Kakaknya.
"Kak Dinda, dimana?" Mona terus berteriak berusaha mencari sang Kakak yang mengajaknya tinggal bersama dua bulan yang lalu saat orangtua mereka tiada.
Sampai sebuah suara membuat ia berhenti mencari, terdengar dari nada itu sangat dingin. Lelaki yang memanjakannya bahkan menyekolahkan disini berubah menjadi menyeramkan. Terlihat dari manik mata terpancar kebencian.
"Dia tak ada," seru Arka dengan dingin memandang Mona yang berada dibawah sedangkan dia di atas tangga.
"Kak Dinda belanja, Mas?" tanya Mona merasakan hawa yang mengerikan saat mendongak membalas tatapan Arka, membuat bergidik ngeri dan menunduk.
"Dia pergi, dan tak akan pernah kembali," balas Arka membuat mata Mona mengerjap dan otaknya berusaha mencerna perkataan Arka.
"Maksud Mas, apa?" Mona berusaha mengusir pikiran buruk dari otaknya, ia malah bertanya pada Arka yang langsung tersenyum sinis sambil melangkah mendekatinya.
Rasa takut mencuat dihati, ia melangkah mundur saat Arka sudah dekat. Lelaki itu mencengkram lengan adik iparnya yang berusaha menghindar. Dengan kasar Arka menjambak rambut Mona membuat gadis itu mengerang kesakitan dan berusaha melepaskan tangan Arka dari surainya.
"Massss, sakittt," lirih Mona perlahan air berjatuhan dari kelopak matanya.
"Sakit! Lebih sakitan aku sialan! Apa kamu tak mengerti, bahwa kakak biadapmu itu kabur. Membawa uang dan perhiasan yang aku berikan," bentak Arka lalu melepaskan jambakan beralih menatap kedua pipi Mona sampai memerah.
"Itu tidak mungkin, Mas," ucap Mona menggelengkan kepala, lututnya terasa lemas dan jatuh duduk di lantai.
"Aku juga berpikir tidak mungkin, tapi ini yang terjadi!" geram Arka menendang Mona sampai terlentang dan sudut bibir gadis itu berdarah.
"Pergi ke kamarmu, atau kamu akan mati ditanganku sekarang!" perintah Arka membuat Mona berusaha bangkit dan melangkah ke kamar sambil terisak menahan sakit.
"Kak, apa benar kamu pergi. Kamu memang sialan! Meninggalkan aku dan Mas Arka yang sangat mencintai Kakak," gumam Mona masih tidak percaya, ia membuka laci untuk mengambil obat tetapi dia malah menemukan sebuah kertas.
"Apa ini?" tanya Mona lalu membawa ke kasur untuk membacanya.
Isi surat
Mona, Kakak pergi bersama pria yang kakak cintai. Kakak sudah tak tahan dengan Arka, lelaki itu terlalu kaku dan tidak romantis bahkan lemah saat di ranjang. Sedangkan kakak memiliki fantasi liar. Kamu tinggallah bersama dia, Kakak sudah membuat surat juga padanya. Berbuat baik dan menurutlah, agar kamu bisa meraih cita-cita yang kamu inginkan. Gantikan Kakak jadi istrinya ya, layanin dia.
Dari Dinda untuk Mona
Mona meremas kertas itu lalu melemparnya, ia menangis histeris. Lalu melempar buku-buku yang tergeletakan di kasur belum dibereskan. Setelah menumpahkan rasa kesal dan kecewa gadis itu jatuh tertidur.
BAB 2
jam sudah menunjukan angka lima pagi, Mona terbangun segera bangkit duduk di ranjang. Mata bengkak, mengambil cermin kecil di nakas lalu memandang pantulannya. d**a terasa sesak lagi, kejadian kemarin langsung hinggap di hati.
"Ternyata bukan mimpi," batin Mona berseru lirih.
"Dulu aku menganggumimu Kak," gumam Mona pelan.
"Tapi sekarang tidak, kamu b******n menumbalkan aku untuk mengantikanmu," lanjut Mona memegang cermin dengan kencang.
"Apa yang harus aku la--," ucap Mona terpotong oleh teriakan Arka di depan pintu kamarnya.
"Mona cepat buatkan aku sarapan!" teriak Arka lalu lelaki itu melangkah pergi ke meja makan, duduk di kursi memainkan ponsel.
Mona lekas bangkit menaruh cermin, merapikan rambutnya asal lalu diikat menjadi satu. Melangkah ke bilik mandi untuk cuci muka dan gosok gigi. Setelah selesai segera pergi menuju dapur untuk memasak.
"Lain kali bangun lebih cepat dan siapkan sarapan!" perintah Arka tanpa melihat Mona yang menoleh.
"Iya Mas, " sahut Mona.
"Pasti kamu udah baca suratnya'kan," kata Arka dengan nada dingin
"Kamu menggantikan dia menjadi istriku," seru Arka lalu memandang Mona yang tengah mematung mendengar perkataannya.
"Cepat buatkan aku kopi!" perintah Arka lalu Mona segera menyiapkan apa yang disuruh.
"Ini, Mas." Mona menaruh kopi di meja sambil menunduk, ia tak berani menatap wajah Arka.
"Sehabis joging, sarapan dan pakaian kerja harus sudah siap!" seloroh Arka lalu bangkit keluar tanpa menunggu jawaban Mona.
Mona hanya menghela napas pelan, melakukan tugasnya lalu cepat-cepat berganti pakaian untuk kuliah. Beruntung lelaki itu masih mau menguliahkannya bukan! Kalau tidak bagaimana nasib Mona. Dengan menyemangati diri, Mona bergegas melaksanakan pekerjaan rumah tangga.
"Akhirnya selesai juga," ucap Mona lalu bergegas ke kamar untuk membersihkan diri dan bersiap - siap.
Arka baru saja selesai joging, ia menatap meja makan yang telah terhidang sarapan. Melangkah mendekat dan duduk untuk menikmati nasi goreng buatan Mona. Lelaki tersebut melirik kopi yang telah dingin, dia tadi tak meminumnya, langsung pergi berolahraga. Arka meraih ponsel lalu mengirim pesan pada adik ipar.
[Siapkan kopi lagi, yang tadi sudah dingin. Cepatlah!] - Arka
Mona yang baru saja selesai menyisir rambut langsung meraih handphone karena bergetar tanda pesan masuk. Dengan tergesa-gesa ia mengikat surai lagi lalu mengambil tas dan berlari menuju dapur unruk menyiapkan kopi. Sehabis itu lekas menaruh di meja makan membuat Arka melirik sekilas.
"Aku sudah selesai, kamu sarapan gih!" Setelah mengatakan itu Arka melangkah menuju kamar membuat Mona menghela napas lalu duduk di kursi untuk sarapan.
"Sabar Mona, mendingan kamu sarapan," monolog Mona pada dirinya sendiri lalu melahap makanan yang di depan mata.
Arka selesai berpakaian ia langsung memegang tas dan melangkah keluar menuju dapur. Menaruh uang lima puluh ribu di meja. Melirik kopinya sebentar dan mengembuskan napas kasar.
"Ini uang untuk ongkosmu buat pergi kuliah," kata Arka lalu pergi meninggalkan Mona tanpa meminum kopi yang dibuatkan gadis itu lagi.
Sehabis makan Mona langsung bangkit dan mengambil uang yang ditaruh Arka tadi. Memasukan ke saku lalu cepat membereskan piring kotor. Setelah itu melangkah cepat-cepat keluar dan menatap kosong bagasi.
"Bodohnya aku! Memangnya Mas Arka sudi, mengantarkan aku sekolah setelah pengkhianatan Kak Dinda," tutur Mona mengomeli dirinya sendiri, lalu melangkah memilih berjalan kaki ke sekolah karena jaraknya tidak terlalu jauh.