A Bad Guy

1150 Words
“Jangan menggangunya dasar kalian jahat!” bentakku pada sekumpulan anak berpakaian berantakan yang menganggu Fian yang baru kuketahui semenjak sebulan yang lalu. Aku yang tadinya tidak tahu apa-apa hanya diam saja saat mereka mulai meminta hasil pekerjaan Fian untuk mereka salin. Aku pikir itu biasa, dan saat aku bertanya pada Fian dia juga bilang tidak masalah baginya untuk membantu mereka. Namun kali ini, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa mereka memukul Fian di kelas pagi ini. Aku tahu itu adalah hal yang salah, dan para siswa jahat itu juga tampak menikmatinya. Sebenarnya aku bingung, kenapa anak baru seperti mereka sudah berpakaian layaknya pemeran jahat dalam film sih? Mereka kan hanya anak remaja. Bahkan aku bisa melihat salah satu dari mereka memiliki tindikan di bibir dan kupingnya. Apa mereka tidak sakit saat memakainya? “Ck, ck, ck. Lihat apa yang kutemukan di sini, seorang kucing galak tanpa pemilik. Hey Nerd, kamu tidak malu dilindungi perempuan seperti dia?" tanya si lelaki bertindik yang sepertinya ditunjukan pada Fian. Biar aku tebak sekarang. Jika mereka jahat namun masih bisa masuk sekolah ini itu artinya mereka adalah sekelompok Alpha menyebalkan. Setahuku, para Alpha memang bebas menentukan dimana mereka akan sekolah. Kenakalan merekapun biasanya hanya dianggap sebagai proses pendewasaan saja tanpa hukuman yang berarti. Peraturan yang sangat menyebalkan bukan? “Ja-jangan ganggu dia.... Di-dia tidak ada hubungannya dengan ini,” desis Fian dengan suara bergetar. Apa dia ini sebenarnya takut pada semua orang? Tatapannya yang selalu rendah membuat orang ingin selalu membullynya. Mereka tertawa mendengar gertakan Fian, melewatiku, dan mendorong Fian sampai terjatuh. “Kamu menyukainya Nerd? For God sake! Sadarlah pada posisimu sendiri bodoh. Alpha tidak berguna sepertimu tidak berhak mencintai perempuan manapun. Tidak sekarang maupun nanti,” ucap salah satu dari mereka dengan menyebalkannya. Fian malah terdiam ketika dihina seperti itu, tubuhnya kaku seperti kehilangan dirinya sendiri. Aku tidak terima teman pertamaku diperlakukan seperti itu, sehingga dengan seluruh kekuatan aku berusaha untuk mendorong mereka semua. Yah, walaupun tampaknya kurang keras karena mereka hanya terhuyung ke belakang setelah kudorong begitu. “Wow, wow, easy little kitten. Kamu tidak mau aku melukai wajah cantikmu bukan? Begini-begini kami tidak akan menyakiti perempuan walaupun dia tomboy sepertimu. Sekarang lebih baik kamu pergi atau aku akan menjadikanmu pacarku dengan paksa," bisik si tindik sambil menyeringai. Apa-apaan dia? Jadi selama ini dia menganggapku perempuan?! “Aku ini laki-laki, bodoh! Kamu tidam visa melihat celana yang kupakai hah?! Sekarang pergilah kalian semua atau aku akan memanggil guru agar mereka mendisiplinkan murid kurang ajar seperti kalian!” teriakku emosi kepada mereka. Lagipula, kenapa anak kelas ini tidak ada yang membantu sih?! Jadi kehidupan sekolah reguler seperti ini? “Ck, bahkan teriakannya seperti perempuan. Hey, jangan-jangan kamu Omega ya? Setahuku Omega memang senang berprilaku seperti perempuan,” ejek mereka sambil menertawakanku. Dapat kurasakan mataku yang mulai memanas mendengar ucapan mereka. Baru kali ini aku menemukan Alpha yang sombong seperti mereka. Kakakku yang Alpha saja tidak pernah merendahkan Omega. Kenapa mereka begitu sombong dengan darah yang mereka punya? Pukulan yang kulayangkan tiba-tiba ditahan oleh lelaki tinggi entah darimana. Matanya yang tajam menatapku dingin. Eh, kenapa aku jadi ketakutan begini? “Kamu datang di saat yang tepat Steve. Aku menemukan salah satu Omega menarik di sekolah ini. Dan tampaknya dia masih belum punya mate karena lehernya masih mulus layaknya kulit bayi,” adu si tindik pada lelaki tinggi di depanku ini. Mendengarnya, lelaki tinggi itu beralih menatapku lama. Wajahnya tetap menyeramkan, sebelum bibirnya tiba-tiba saja tersenyum meremehkan. “Yah, dia memang Omega, Carl. Tapi karena dia menarik, aku yang akan membawanya mulai sekarang. Kalian bisa kembali bersenang-senang dengan Alpha banci yang terduduk di sana. Melihatnya pagi-pagi hanya merusak moodku. Aku butuh Omega cantik langka ini untuk menemaniku sekarang.” Dengan tenang, pria tinggi itu mengalungkan tangannya di leherku. Kata-katanya itu terdengar seperti merendahkan kaum Omega di telingaku. Belum lagi tangannya, kenapa dia seenaknya begini merangkul-rangkul leherku? Sudah cukup. Baru kali ini ada orang yang merendahkanku seperti ini. Memang sebenarnya hanya Omega kelas bawah atau penggoda yang biasanya masuk sekolah reguler yang diisi oleh para Beta dan Alfa, sedangkan Omega kelas atas akan homeschooling sepertiku dulu dan menunggu Pemerintah sampai menemukan jodoh yang pantas untuk mereka. Tapi bagiku semua orang berhak mendapatkan hak yang sama. Apa-apaan dengan peraturan aneh itu? “Dasar kalian Alpha rendahan! Menyedihkan! Lebih baik aku mati daripada dekat dengan kalian! Ayo Fian, kita pergi dari tempat bodoh ini,” ujarku keras sambil menarik tangan Fian untuk keluar dari kelas. Pandanganku mengarah pada taman yang sepi, lalu kududukan pantatku dan Fian ke salah satu bangku yang ada disana. Aku masih memajukan bibirku, sementara Fian malah asik menatapku lekat. “Hei, maafkan aku karena tidak bisa membelamu. Aku memang Alpha yang payah.” Rasa kesalku hilang begitu saja mendengar penuturan Fian. Jadi dia memang benar berdarah Alpha? Aku memang belum pernah menanyakan perihal itu sih padanya. Kupikir berteman itu tidak perlu tergantung peringkat kelahiran seperti itu. “Aku benci menjadi seorang Alpha karena rata-rata mereka adalah orang licik yang senang menindas. Ayahku seorang Alpha dan Ibuku seorang Beta, dan kau tahu apa yang terjadi? Keluarga Ayahku selalu merendahkan Ibuku setiap ada kesempatan. Aku benci tindakan itu sehingga aku lebih baik menolak kenyataan bahwa aku juga seorang Alpha. Aku lebih baik dibully daripada menjadi salah satu dari mereka,” tutur Fian kepadaku. Jadi ini sebabnya dia diam saja saat mereka membullynya? Aku saja yang punya ibu seorang Omega tidak pernah direndahkan seperti itu. “Bagiku, tidak semua Alpha itu menyebalkan Fian. Semua keluargaku berdarah Alpha dan hanya aku yang merupakan seorang Omega. Tapi mereka menyayangiku dan tidak pernah malu mempunyai anak Omega sepertiku. Bahkan kakakku yang merupakan seorang Alpha pernah bilang, bahwa kita tetap harus menghormati semua orang terlepas dari derajat apa yang mereka punya. Dan untuk kamu ketahui saja, ibuku juga seorang Omega yang dipilihkan oleh Pemerintah untuk Daddy. Tapi, mereka semua menerima Mommyku dengan tangan terbuka.” Fian tampak diam mendengar penuturanku. Kurasa menghabiskan waktu disini sampai bel makan siang bukanlah sesuatu yang buruk. “Kamu juga baik sebagai Alpha Fian. Jika kamu membenci para Alpha jahat itu maka kamu hanya harus menjadi Alpha kuat yang baik. Kupikir ibumu juga tidak akan senang jika tahu anaknya selalu dibully seperti itu," nasihatku dengan hati-hati. Aku tidak ingin menyakiti perasaannya. Aku bersyukur saat Fian tersenyum malu-malu dan tidak tampak tersinggung dengan perkataanku. Dia mengganguk yakin, pelan-pelan memegang tanganku yang terulur. “Aku akan berusaha menjadi kuat untuk teman pertamaku. Aku akan mencoba untuk menerima darah Alphaku dan bertindak seperti mereka. Namun ingatkan aku jika perlakuanku salah, aku ingin kamu membimbingku dan selalu bersamaku. Aku ingin menjadi Alpha hebat seperti katamu tadi,” ucapnya yakin. Aku tidak terlalu mengerti ucapan terakhirnya, namun aku yakin sebagai teman aku harus membantunya. Aku diam saja saat dia menempelkan dahinya ke dahiku dan mengucapkan 'aku menyukaimu'. Kupikir itu sama dengan rasa suka yang biasa temanku katakan saat kami tengah bercanda until menggoda satu sama lain. To be continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD