-----------------
Dua bulan sudah Kirei bekerja di Perusahaan Abrahan Company. Gadis itu sungguh tipe orang pekerja keras. Ia pun sangat pandai dan cekatan dalam bekerja. Membuat pimpinan terkesima dengan cara kinerjanya.
Kirei selalu menanamkan semangat di dalam dirinya untuk bisa jadi orang sukses. Agar bisa membahagiakan ibu dan adiknya.
"Rei, gimana udah siap bahan untuk presentasinya?" tanya Pak Abraham, direktur sekaligus pemilik perusahaan.
"Siap, Pak. Tenang aja, semua sudah saya urus," jawab Kirei dengan tersenyum ramah.
"Bagus." Pak Abraham tersenyum puas dengan jawaban Kirei.
Hari ini di kantor sangat sibuk. Meeting dengan beberapa perusahaan asing membuat semuanya harus bekerja ekstra keras. Bagaimana tidak? Tender bernilai triliyunan itu tidak mungkin disiasiakan begitu saja.
Meskipun karyawan baru, Kirei telah dipercaya perusahaan untuk berbicara di depan para investor asing itu. Kemampuan gadis itu memang tidak diragukan lagi.
Dari pagi sampai sore, meeting itu baru selesai. Seluruh pimpinan sangat puas karena dapat memenangkan tender yang diperebutkan oleh banyak perusahaan pesaing itu.
"Rei, kamu baik-baik aja?" tanya Bu Lulu saat melihat Kirei memegangi perut dan memijat keningnya sendiri.
"Ah, iya, Bu. Saya baik-baik aja kok. Cuma sedikit mual aja."
"Baik apanya? Muka kamu pucat loh. Kamu udah makan belum?"
Kirei menganggukkan kepala dengan senyum yang sedikit dipaksakan. "Tadi pagi saya udah makan manisan kedondong, kok, Bu," jawab Kirei.
"Oalah, masa pagi-pagi makan kedondong? Pantas aja kamu mual. Pasti karena magh itu. Begini saja. Karena hari ini tim kita sangat luar biasa, ayo, kita ke restoran di seberang itu! Kalian semua saya traktir deh," ajak Bu Lulu yang langsung menarik lengan Kirei.
"Asyik ... kita semua ditraktir sama Bu Lulu."
Seketika ruangan itu jd gaduh dengan sorak para karyawan yang terlibat saat meeting tadi.
Kirei bangkit dari duduknya. Ia berjalan perlahan mengikuti langkah kaki Bu Lulu dan rekan-rekan yang lain..
BUG!
Kirei jatuh tersungkur ke lantai. Gadis itu pingsan.
"Rei! Kirei, bangun! Apa yang terjadi denganmu?"
*****
Kirei berada di ruangan sebuah klinik yang letaknya tidak jauh dari perusahaan.
Sesaat setelah pingsan, ia dibawa oleh rekan-rekannya ke klinik tersebut.
Semua orang mengurungkan niat untuk pergi makan. Mereka lebih khawatir kepada Kirei sehingga menunggui Kirei di depan ruangan. Menunggu Kirei siuman dan hasil pemeriksaan dokter.
Beberapa saat kemudian, dokter keluar dari ruangan. "Siapa kerabat dari pasien?"
"Saya, Dok," jawab Bu Lulu.
"Apakah kita bisa berbicara sebentar di ruangan saya?"
Bu Lulu mengekor dokter menuju ruangan kerjanya.
******
"Selamat ya, Bu. Saudara ibu sedang mengandung. Usia kandungannya baru dua bulan. Jadi, beliau jangan sampai terlalu capek," jelas dokter.
Bu Lulu tercengang. "Apa, apa, Dok? Ha-hamil?"
Bu Lulu sangat shock mendengar pernyataan dokter. Mana mungkin Kirei hamil sedangkan dia sendiri belum menikah?
Dua hari kemudian ....
Kirei telah masuk kembali bekerja. Ia baik-baik saja, tetapi tubuhnya terasa lemas dan sering mual jika mencium bau yang tidak cocok di hidungnya.
"Rei, kamu dipanggil Bu Lulu ke ruangannya," ucap Dewi memberi tahu Kirei.
"Ok, Wi. Makasih, yaa ...."
*****
Bu Lulu memberikan sebuah amplop putih saat Kirei telah berada di ruangannya dan duduk tepat di depan Bu Lulu.
"Ini apa, Bu?" Kirei terlihat bingung.
"Kamu ... lihat dulu aja isi amplop itu!"
Perlahan, tetapi pasti. Kirei membuka amplop dan melihat isi di dalamnya.
Telapak tangan kanan Kirei menutup mulutnya sendiri saat ia tengah membaca isi amplop itu.
Selembar kertas yang menyatakan jika Kirei tengah berbadan dua.
"Sa-saya hamil, Bu?" Kirei terbata. Benar-benar tak percaya.
"Apakah kamu tidak tahu kalau kamu hamil?" tanya Bu Lulu.
Kirei menggelengkan kepala. Tak terasa buliran bening meluncur begitu saja dari matanya.
Kirei tahu betul aturan perusahaan yang melarang karyawan untuk hamil setidaknya setahun setelah menikah.
Yang telah menikah saja ditahan-tahan dulu untuk memiliki momongan. Apalagi dia yang belum menikah sama sekali. Memalukan. Sungguh memalukan.
Kirei baru menyadari kenapa beberapa hari ini sering merasa mual dan pusing. Ia pun selalu ingin memakan makanan yang asam-asam. Ternyata inilah alasannya.
"Saya kecewa sama kamu, Rei," ucap Bu Lulu.
Kirei hanya tertunduk lesu. Ia tahu betul jika ini adalah kesalahan yang sangat fatal.
Ia pun teringat kepada ibu dan adiknya. Perih. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Waktu pun tidak akan pernah bisa diulang kembali.
"Tapi, Bu ... saya rasa ini tidak mungkin. Saya rasa dokter itu salah, Bu."
Kirei berusaha meyakinkan Bu Lulu agak tidak dulu mengeluarkannya dari perusahaan sebelum ada bukti tandingan yang benar-benar kuat dan valid.
Terbersit pikiran gila dalam otak Kirei. Dia ingin menggugurkan janin yang ia kandung.
Untuk saat ini baginya ibu dan adiknya adalah yang terpenting. Lebih baik menghilangkan janin yang belum terlanjur membesar daripada mengorbankan cita-cita dan harapannya.
"Baik, saya kasih kamu waktu tiga hari untuk membuktikan kalau ini memang salah dan saya pun berharap kalau ini adalah sebuah kesalahan."
Kirei dan Bu Lulu membuat kesepakatan. Tiga hari. Ya, cuma tiga hari Kirei harus membuktikan kalau semua itu kesalahan diagnosa dari sang dokter.
Tiga hari aku rasa cukup untuk melenyapkan janin di dalam rahimku ini. Maafkan Mama, Nak! Mama belum siap, benar-benar belum siap jika harus memilikimu sekarang.
*****
Tiga hari kemudian .....
Kirei menyerahkan surat pengunduran dirinya ke ruangan Bu Lulu. Ia mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada Bu Lulu dan perusahaan.
Segala upaya telah Kirei lakukan untuk melenyapkan janinnya. Namun, janin itu teramat kuat dan ingin bertahan hidup. Membersamai ibunya.
"Maafkan saya, Kirei. Saya tidak dapat mempertahankanmu. Kamu adalah salah satu karyawan terbaik saya, tapi peraturan tetaplah peraturan. Saya pun tidak kuasa," jelas Bu Lulu.
Benar kata orang bilang. Jangan bekerja terlalu keras karena kerja keras kita belum tentu dihargai. Jika kita tiada juga perusahaan masih bisa mencai orang baru lagi.
******
Kirei duduk tercenung di bangku taman kota. Pikirannya melayang ke mana-mana.
Sekarang bagaimana caranya Kirei harus bilang kepada ibu dan adiknya tentang pengunduran dirinya yang tiba-tiba? Apalagi ia baru bekerja selama dua bulan di perusahaan itu.
Semua ini salahnya. Memang salahnya. Ah, tentu saja itu bukan salahnya sendiri, melainkan kesalahan yang ia perbuat bersama Jordan.
Kirei pun teringat akan usia kandungannya. Dua bulan, ya, dua bulan. Ia pun teringat akan kejadian panas di pinggir tebing dua bulan yang lalu.
Sial! Ternyata Mas Johan mengeluarkan di dalam, gumam batin Kirei.
Padahal, selama ini Jordan selalu mengeluarkan cairan kenikmatannya di luar lubang inti Kirei. Namun, entah mengapa ia mengeluarkannya di dalam dan Kirei pun tidak bisa mencegahnya karena terlanjur terbuai.
Mas Jordan harus tahu akan hal ini. Iya benar. Siapa tahu dia punya solusi.
Dalam kebingungan, ia pun bertekad untuk memberi tahu Jordan akan kondisinya saat ini.
Bersambung ....