Bab 3

1037 Words
Alana sudah mengambil keputusan bahwa ia tidak mau menikah dengan Gavril. Untuk apa menikah dengan pria yang tidak menginginkan bayinya lagipula ia tidak ingin memiliki pernikahan singkat. Menikah dengan pria yang tidak mencintainya bukan impian Alana sama sekali. Alana sudah menyampaikan keputusannya kepada Winata dan tentu saja ayahnya tersebut langsung murka. "Dasar tidak tahu malu!" Alana hanya bisa diam mendengar caci maki sang ayah. "Kamu mau bikin kami malu hah? Apa kata keluarga besar, apa kata orang kalau kamu hamil di luar nikah!" Alana memberanikan diri menatap sang ayah yang sedang menatapnya tajam sementara Lisa dan Airyn hanya diam saja mendengar perdebatan dua orang itu. "Kalau itu yang ayah takutkan, baiklan Alana akan pergi dari rumah ini," mungkin ini pertama kalinya Alana berani menentang ucapan ayah. "ALANA!" "Tidak ada satupun perempuan di dunia ini yang ingin menikah dengan pria yang tidak mencintainya dan lebih parah lagi pernikahan itu akan berakhir setelah bayi itu lahir," Alana sudah lelah diam, ia sudah lelah hanya menangis. Sesabar apapun seseorang pasti ia tidak akan kuat jika terus disakiti karena biar bagaimanapun hanya manusia biasa yang mempunyai hati tidak sekuat baja. "Alana sayang, dengarkan kata Ayah. Kamu menikah dengan Gavril sampai anak kamu lahir." Orang yang Alana harap bisa mendukungnya ternyata sama saja, sama-sama tidak memikirkan kebahagiaannya. "Bunda sama ayah sama saja, kalian semua egois tidak memikirkan hatiku!" benteng pertahanan Alana runtuh, keluarga tidak ada yang mendukung keputusannya. Alana menghapus air matanya kasar. "Kebahagiaan aku memang tidak penting," Alana melirik Airyn yang sedang memainkan ponselnya. "Kak Airyn lebih penting 'kan? Jadi kalian tidak perlu repot-repot urusi aku!" "Alana, tidak ada bantahan. Besok kamu harus menikah dengan Gavri!" tegas Winata "Besok? Bahkan kita belum menyiapkan apa-apa," itu suara Airyn. "Memangnya pernikahan karena kecelakaan harus meriah? Cukup ada saksi dan penghulu." Alana tersenyum miris. "Tidak akan ada pernikahan besok!" Alana berlari ke kamarnya, ia tidak peduli kalau ayahnya terus memanggil namanya. Terkadang dalam hidup itu harus berperan antagonis agar tidak selalu tersakiti. "KAMU JANGAN LUPA, ALANA. KALAU KAMU CUMA ANAK HARAM DAN BAYI YANG DI KANDUNGANMU JUGA ANAK HARAM!" Alana menangis sejadi-jadinya mendengar teriakan sang ayah, ia sadar kalau dirinya cuma anak yang tidak jelas ayahnya. Tapi apa pantas ia disebut anak haram? "Ayah, tolong jangan bilang dia anak haram, dia tidak salah!" Airyn sedari tadi hanya diam, kini bersuara. "Ayah tidak salah, bun. Kita juga tidak tahu kan siapa ayahnya Alana! "AIRYN!" mendengar bentakan itu membuat Airyn langsung terdiam karena ini pertama kalinya ia mendengar Lisa membentaknya. "Lisa, jangan sekali-kali membentak anakku!" Winata menatap tajam Lisa. "Seandainya dulu kamu mendengarkan kata dokter agar menggugurkan kandungan sialanmu itu!" Pada saat itu rahim Lisa sangat lemah dan dokter menyarankan agar Lisa menggugurkan kandungannya tapi Lisa memilih mempertahankan kandungannya dan saat Alana lahir Lisa mengalami pendarahan yang cukup hebat dan dokter memutuskan mengangkat rahimnya demi keselamatan nyawanya. Impian Winata menginginkan anak laki-laki pupus karena istrinya sudah tidak bisa hamil lagi dan bagi Winata penyebabnya itu adalah Alana makanya sampai saat ini Winata tidak bisa menyayangi Alana seperti Airyn. Alana keluar dari kamarnya dengan menggeret koper kecil yang berisi pakaian, ia sudah tidak menangis mungkin air matanya sudah kering. "Seandainya dulu bunda jangan pertahankan aku, seandainya aku tidak pernah lahir!" "Alana," lirih Lisa. "Aku pergi, selamat tinggal. Bunda, ayah, kak Airyn!" Alana langsung melangkahkan kakinya pergi dan Lisa mengejarnya. "Lisa, satu langkah kamu keluar dari rumah ini. Aku tidak akan segan-segan menjatuhimu talak 3!" *** Dalam perjalanan ke rumah sakit Satria, Jasmin, Gavril terus merapalkan doa agar Allah masih membiarkan Saski hidup. Mereka benar-benar panik saat Saski pingsan dan hidungnya mengeluarkan banyak darah. Setelah sampai di rumah sakit Saski langsung dibawa ke ruang icu, mereka terus berharap agar kondisi Saski tidak semakin parah. Setahun yang lalu ia divonis mengidap kanker leukimia stadium awal dan keadaannya berangsur membaik s karena Saski sering melakukan pengobatan tapi siapa sangka hari ini ia tumbang. "Bagaimana keadaan anak saya, dok?" tanya Jasmin saat seorang dokter dan dua perawat keluar dari ruang ICU. "Pasien sudah sadar sebentar lagi akan dipindahkan ke ruang rawat, bapak sama ibu bisa ikut saya ke ruangan sebentar." Jasmin dan Satria mengikuti dokter sementara Gavril memandangi adiknya dari balik kaca, ia tersenyum ke arah Saski yang sedang menatapnya sambil mengucapkan kata 'semangat'. Gavril yakin Saski pasti sembuh, adiknya itu adalah perempuan yang kuat. "Jadi begini, keadaan Saski sekarang tidak baik-baik saja. Kankernya sudah masuk stadium 2," air mata Jasmin langsung menetes ketika mendengar penjelasan dokter Rifal tersebut. "Tapi apa bisa sembuh dok?" tanya Satria. "Inshaa Allah, pak. Kita berdoa saja" *** Sekarang Saski sudah dipindahkan ke ruang rawat VIP, sebenarnya Satria ingin anaknya dipindahkan ke ruang VVIP tapi karena ruang itu tidak ada yang kosong jadilah ia di sini. "Saski, besok papa sama mama mau membawa kamu berobat ke Amerika." Saski kaget mendengar ucapan Satria dan jelas ia menolak. "Papa, mama aku mau di sini saja, sama-sama rumah sakit kok," ujarnya dengan nada lemah. Gavril ikut menimpali. "Kami semua ingin yang terbaik buat kamu." "Mau berobat sejauh apapun kalau Allah bilang waktunya berhenti, kita bisa apa." Jasmin menghela napas. "Sayang, tolong. Setidaknya kita harus berusaha. Mama belum siap kehilangan kamu." Saski bukannya tidak ingin mengikuti permintaan orang tuanya tapi ia tidak tega meninggalkan Alana sendirian di sini, Alana membutuhkannya. "Tapi aku nggak bisa meninggalkan Alana sendirian di sini, ia membutuhkan aku, kecuali———" Saski melirik Gavril. "Kecuali kakak mau menikahi Alana sekarang maka besok aku siap ke Amerika." Gavril kaget mendengar permintaan Saski apa ia harus mengabulkan permintaan Saski. "Jangan sekarang juga," ujar Gavril. "Bisa, Gavril akan membawa Alana dan penghulu ke sini," ujar Jasmin. "Mama," rengek Gavril. "Gav, please untuk adikmu, sekarang kesampingkan dulu hati kamu. Pikirkan nasib Saski. Mama mohon sama kamu, Gavril. Lakukan untuk Saski!" "Seharusnya itu tidak berat, Gavril. Bukannya kamu memang mau menikahinya dan di rahim dia juga ada anakmu," Satria mendukung Jasmin. Gavril menghela napas pasrah, kalau sudah begini mau tidak mau ia harus menurutinya. "Baiklah." Sudah berulang kali Gavril menghubungi Alana tapi tidak aktif, sekarang ia menghubungi Airyn. "Halo sayang," sapa Airyn di seberang sana. "Sayang, Alana ada?" "Tidak ada." "Kemana?" "Kabur, ada apa?" "Kenapa?" "Habis berantem sama ayah." Jasmin langsung merebut ponsel Gavril dan mematikan sambungannya. "Jangan kelamaan ngobrol sama Airyn lebih baik sekarang cari Alana dan bawa ke sini." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD