Bab 1

1362 Words
Usia kandungannya memasuki minggu ke empat dan untung saja ia tidak ngidam yang aneh-aneh mungkin bayinya tahu kalu ibunya sedang tidak baik-baik saja. Beban ini terlalu berat dipikul gadis 18 tahun yang baru tamat SMA beberapa bulan yang lalu. "Na, lo harusnya senang dong sebentar lagi lo bakal jadi nyonya Gavril. Bukannya itu impian lo selama ini?" cerocos Saski melihat Alana yang sedari tadi hanya melamun memandangi makanan di depannya yang belum tersentuh sama sekali. "Nikah karena terpaksa itu tidak pernah ada dimimpiku," ujarnya menahan tangis. Ingin sekali rasanya berteriak kepada dunia bahwa hatinya tidak kuat menerima semua ini. Dibenci oleh kakak sendiri, menikah dengan laki-laki yang tidak mencintainya dan setelah melahirkan akan menjadi seorang janda. Alana berakhir sad sedangkan Airyn akan tertawa di atas air mata Alana. Kenapa dunia sekejam ini? "Menikah hanya karena anak yang aku kandung benar-benar bukan impianku," lirihnya, kali ini Alana sudah tidak bisa menahan air matanya. "Na, maaf karena gue lo harus menanggung beban ini," ucapnya penuh rasa bersalah sedangkan Alana menatap Saski bingung meminta penjelasan atas ucapannya. Saski menatap Alana dengan suara yang tertahan, ia tidak sanggup menceritakan semua yang terjadi dan bisa saja Alana akan membencinya dan melupakan persahabatan mereka. Saski menggeleng lalu beranjak dari tempat duduknya. "Lo mau pulang atau tetap di sini?" "Di sini dulu, sayang makanan gue masih utuh." Alana menatap punggung Saski yang keluar dari kafe, sebenarnya ia penasaran apa maksud perkataan Saski tadi, tapi ia tidak mau ambil pusing, masalahnya sudah berat. 085xxx : Lagi di mana? Alana melihat foto profil w******p si pengirim chat tanpa nama itu ternyata Gavril yang tengah menggenggam tangan Airyn begitu erat. Kemudian Alana membalasnya. Alana : Rose cafe Alana beralih ke aplikasi instagramnya dan ia tersenyum saat Saski menandainya sebuah foto selfie mereka berdua beberapa waktu lalu. Lo harus bahagia selalu sayang, my best friend Alana tersenyum membaca caption alay Saski, lalu memencet tanda love di bawah foto tersebut, baru saja ia ingin menulis komentar tiba-tiba ada seseorang yang duduk di depannya. Alana kaget ada Gavril di hadapannya, ia baru sadar ternyata ini tujuannya menanyakan keberadaan dirinya. "Sudah berapa minggu?" Gavril memulai percakapan. Alana bingung maksuda Gavril, ia mengernyitkan keningnya. "Sudah berapa minggu usia kehamilanmu?" ulang Gavril masih dengan suara datarnya dan wajah tak berekspresi serta tatapan tajam. Like a vampire. "Jalan 4 minggu," jawab Alana gugup. "Aku ingin memberi penawaran untukmu, kamu tentu ingin punya pernikahan yang bahagia dengan seseorang yang kamu cintai. Jadi, aku mau kamu menggugurkan kandunganmu, tidak perlu ada pernikahan di antara kita. Kita tidak saling mencintai, right?" Lebih tepatnya aku mencintaimu tapi kamu yang tidak mencintaiku. Alana tetap bersikap tenang, ia tidak mudah mengeluarkan amarah atau kata-kata tajam serta berteriak penuh emosi. "Maaf, kak. Entah apapun alasannya aku tidak akan membunuh bayiku sendiri, dia berhak hidup." "Apa susahnya, Alana. Aku akan mencarikanmu dokter terbaik!" Gavril mengepalkan tangannya di atas meja. "Kalau kak Gavril tidak mau menikahiku, aku tidak masalah. Silakan kak Gavril bilang sama Ayahku," ucapnya tenang. Gavril tidak bisa menahan emosinya, ia menjatuhkan gelas dan piring yang berada di atas meja hingga pecah dan berserakan lantai, semua mata memandang ke arah mereka dan beberapa pegawai langsung menghampiri. Gavril mengeluarkan 10 lembar uang 100 ribu dari dompetnya dan meletakkan di atas meja setelah itu ia menarik Alana keluar dari kafe. Satu juta terlalu banyak untuk mengganti piring dan gelas yang pecah, tapi uang satu juta tidak ada apa-apanya untuk Gavril yang memiliki duit berember-ember. "Gugurkan bayi itu atau aku akan membunuhmu?" tanya Gavril saat mereka sudah ada di pinggir jalan raya. Gavril sengaja membawa Alana di pinggir jalan karena ada sesuatu yang telah ia rencanakan. Alana belum menjawab pertanyaannya bersamaan dengan itu ada mobil yang melintas dengan sigap Gavril mendorong tubuh mungil Alana ke jalan raya hingga terjadi tabrakan tapi saat otaknya ingin meninggalkan tempat ini berbeda dengan hatinya ingin menolong. *** "Bagaimana keadaannya dok?" tanya Gavril saat dokter keluar dari ruang rawat Alana. Gavril seperti orang bodoh, ia yang mencelakakan dan ia pula yang menolong. "Alhamdulillah pasien lukanya tidak terlalu parah dan janinnya baik-baik saja hanya lemah dan pasien saat ini belum sadar." Setelah dokter pergi, Gavril masuk ke dalam ruangan dan ia meringis melihat Alana terbaring di atas sana karena ulahnya. Ia belum menghubungi keluarga Alana satupun karena ia bingung harus menjawab apa saat mereka tanya apa yang terjadi dengan Alana. Lama Gavril memandangi wajah Alana yang belum sadarkan diri, ia melihat Alana memang tidak secantik Airyn tapi wajah itu begitu menenangkan apalagi tutur katanya sangat lembut, belum pernah ia mendengar nada marah dari mulut Alana. "Menikahimu apa sudah menjadi takdir?" Gavril teringat ucapan winata beberapa hari yang lalu yang memintanya menikahi Alana lalu setelah Alana melahirkan ia bisa menceraikannya dan menikah dengan Airyn. Gavril heran kenapa ada ayah yang lebih mementingkan kebahagiaan anak sulungnya daripada anak bungsunya. Ting Gavril mendengar ada pesan masuk dari ponsel Alana kemudian ia membuka tasnya lalu mengambil ponsel yang kebetulan tidak di password. Saski : Na, gue mau lanjutin omongon gue yang di kafe tadi. Terserah lo mau benci sama gue atau nggak anggap gue sahabat lagi. Tapi gue lakuin ini demi lo, demi sahabat gue tersayang. Sebenarnya gue yang jebak lo sama kak Gavril waktu itu. Buru-buru Gavril membalas pesan tersebut. Alana : jebak apa? Saski : waktu lo main ke rumah beberapa waktu lalu di saat mama papa nggak ada, gue bikinin kalian jus di situ gue campur minuman kalian dengan obat perangsang. Saski keterlaluan. Sesaat kemudian muncul lagi sebuah pesan dari Saski. Saski : Tapi gue lakukan itu buat lo, buat sahabat gue tersayang. Gue pengin nyatuin kalian, gue pengin lo nikah sama orang yang lo cinta. Gue kesel sama abang gue yang nggak mau ngelirik cewek sebaik lo. Gavril jadi tahu kalau Alana diam-diam mencintainya. Satu pesan lagi masuk. Saski : Gue pengin lo bahagia, udah itu aja. Gue sedih liat lo dari smp yang selalu ngalah buat kebahagiaan kakak lo, yang paling buat gue sedih lo harus nunda kuliah tahun ini karena kak Ryn lanjut spesialis kedokteran. Kadang gue heran sama ayah lo yang lebih pentingin kebahagiaan kak Ryn daripada lo. Segitu terluka kah Alana? Di balik wajah polosnya ternyata ia menyimpan banyak luka. Gavril memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas Alana dan kembali memandangi wajahnya, ada sedikit rasa kasihan setelah tahu sebegitu terluka Alana selama ini. "Maafin papa, nak." Entah ada setan apa yang menyuruh Gavril mengelus perut Alana yang masih datar dan berucap seperti itu. *** "Ryn, sampai kapan mau marah seperti ini?" tanya Winata yang melihat putri sulungnya berwajah cemberut dan tidak mau menyentuh makanan di depannya. Lagi-lagi Lisa hanya menghela napas pasrah melihat Airyn yang masih uring-uringan. "Airyn tidak setuju Alana nikah sama Gavril. Apapun alasannya!" Winata tidak akan sanggup berbicara keras atau membentak Airyn walau sedikit saja, semua orang tahu Winata sangat menyayanginya. Airyn yang cantik dan selalu berprestasi, Airyn lah anak kebanggaan keluarga ini. "Airyn, sekali ini saja. Hanya sampai 9 bulan kedepan," Lisa terus meyakinkan putri sulungnya. Airyn tampak berpikir, ia tidak akan sanggup melihat kekasihnya menikah dengan adiknya sendiri meski itu hanya 9 bulan. Tidak akan sanggup, Airyn sangat mencintai Gavril demi apapun. "Seandainya aku langsung menerima lamaran Gavril waktu itu pasti semuanya akan baik-baik saja." Sebenarnya waktu itu Gavril pernah melamar Airyn setelah ia selesai menjalani koas tapi ia menolak dengan alasan mau menikah setelah selesai lanjut spesialis dan Gavril hanya bisa pasrah menerima keputusan Airyn. "Baiklah aku akan menyetujui pernikahan mereka. Tapi ada satu syarat," Winata dan Lisa menunggu Airyn melanjutkan ucapannya. Airyn tersenyum miring dan ia menghela napas beberapa saat sebelum melanjutkan ucapannya. "Alana dan Gavril tidak boleh tinggal satu rumah, Alana tetap di sini dan Gavril tetap di rumahnya." Winata tampak menganggukkan kepalanya menerima permintaan Airyn tapi berbeda dengan Lisa yang terlihat sedang menahan emosi. "Ryn, tidak bisa seperti itu. Suami-istri harus tinggal sama-sama, bunda tidak setuju!" "Sudahlah, bunda. Tidak masalah jika itu kemauan Airyn kita hanya perlu mendukung," ujar Winata menenangkan istrinya. Kalau sudah begini Lisa mau tidak mau mendukung keputusan Airyn karena Winata juga mendukung. Ia ingin menentang tapi sama saja mengundang perang dunia ke tiga, Winata yang tidak suka dibantah akan mudah mengamuk. Sifat mengalah Lisa menurun ke Alana sedangkan sifat keras kepala Winata menurun ke Airyn. Benar-benar complete. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD