1. Prologue

1065 Words
Namaku Mikayla Azzalea. Umur saat ini 23 tahun. Sedang bekerja disebuah perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi. Dan kuliah jurusan bisnis. Aku mengambil kuliah malam. Aku bukan orang kaya. Tapi percaya deh, wajahku ini tidak seperti wajah orang miskin. Kulitku putih (terima kasih untuk papaku, dia yang mewarisi kulit putihnya dan rambut pirangnya), rambutku panjang pirang, bulu mata lentik, tinggi tubuhku 164 cm, mataku bagus cokelat, tubuh cukup ideal lah. Bukannya sok cantik. Tapi sudah banyak orang sedari ku kecil, mengatakan bahwa aku memang cantik. Back to the topic! Aku orang miskin, aku hanya tinggal bersama ibuku saja. Ayahku? Dia sedang berbahagia bersama keluarganya. Sejak aku kelas 4 SD, ibuku mulai berjualan nasi untuk makan siang. Jadi, semenjak ibuku berjualan, aku mulai terbiasa membantu ibuku. Sejak pukul 5 shubuh, aku sudah dibangunkan ibuku untuk sholat lalu mulai ke dapur untuk membantu membuat adonan gorengan, mencuci piring, menata meja dagang. Sedangkan ibuku memasak. Ya namanya juga masih kecil, jadi pekerjaannya yang ringan-ringan saja. Tapi aku yakin sekali, itu sangat berarti bagi ibuku. Dan sampai aku duduk dibangku SMA, ibuku tetap berjualan nasi bahkan sekarang jualannya makin banyak macam, sampai sore. Jadi sekarang ada menu sarapan, yaitu nasi kuning dan menu makan siang dengan aneka lauk pauk. Tetangga dirumahku atau orang-orang dilingkungan rumahku sudah tahu tentang betapa rajinnya diriku membantu ibuku. Sampai orang-orang pasar pun sangat memujiku. Mereka sangat menyanjungku, terutama para orangtua. Mereka ingin memiliki anak sepertiku, rajin. Aku memiliki kakak perempuan, bernama Desi. Kami beda 10 tahun. Oiya, saat aku SMA, kakakku sudah menikah dan dia tinggal bersama suaminya. Saat aku sudah duduk dikelas 3 SMA, ibuku memberitahu bahwa aku sekolah sebenarnya dibiayai atau diberikan beasiswa pribadi oleh keluarga kaya. Aku tidak pernah tahu itu. Dan aku kaget saat ibuku memberitahu ku. Aku tanya pada ibuku, kenapa aku dibiayai orang lain? Keluarga kaya tersebut, senang melihatku yang katanya, cantik, rajin dan berprestasi. Itu jawaban mereka, kata ibuku. Jadi, mengenai pembayaran biaya sekolahku sedari SMP kelas dua, orang kaya tersebut sudah mulai membiayaiku sampai saat ini aku kuliah di universitas ternama, aku mengambil jurusan bisnis. Aku sudah terbiasa berdagang, jadi aku ingin menjadi pengusaha. Walau usaha kecil-kecilan, tapi aku yang menjadi bos usaha kecil itu. Tidak diatur dan tidak diperintah orang lain. Jadi, aku tetap bekerja sambil kuliah. Aku ambil kuliah malam. Sepulang kerja, aku tetap kuliah. Walau lelah , tapi aku memaksakan diri tetap kuliah. Karena tetap ingin merasakan hasil keringat sendiri. Dan sejak aku bekerja , semua kebutuhan rumah sudah bisa aku penuhi. Aku bangga. Tiap seminggu sekali membelikan martabak telor kesukaan ibuku. Kenapa seminggu sekali? Itu martabak mahal banget, buat ukuran martabak itu terlalu mahal menurutku, tapi sumpah, rasanya enak banget. Itu sudah jadi langganan ku sejak kecil. Untuk keluarga kaya yang membiayaiku, aku belum pernah bertemu. Mereka hanya mengirim uang kuliah lewat transfer Bank. Semenjak aku kuliah, aku mulai menangani penerimaan uang pendidikanku sendiri. Dulu saat masih sekolah , ibuku yang menanganinya dan biasanya uangnya langsung dibayarkan ke pihak sekolah lewat orang suruhan saja. Semenjak kuliah, aku kirim email jurusan apa yang ingin aku ambil, rincian biayanya. Lalu setelah dijumlah dengan benar , aku kirim email ke orang kaya tersebut. Entah itu email pribadinya atau email orang suruhannya. Aku tidak tahu. Jika sudah kukirim total biaya kuliahku, dia akan segera mentransfer sejumlah uang yang dibutuhkan dan langsung dibayarkan lunas untuk 3 semester. Lalu , jika sudah kubayar ke kampus, aku kirim bukti kwitansi pembayaran lewat email. Orang kaya tersebut tidak pernah meminta bukti kwitansi si, hanya saja aku merasa bertanggung jawab. Karena bagaimanapun, mereka telah percaya padaku. Maka dari itu, aku tidak mau mengecewakan kepercayaan mereka padaku dan ibuku. Aku punya kekasih. Tampan, tinggi, seumuran denganku. Dia adalah mantanku sejak SMP. Namun kami bertemu kembali. Lalu sekarang kami sudah menjalin hubungan selama 3 tahun. Namanya Azka Winata. Dia orang berada, sampai detik ini dia belum bekerja alias pengangguran. Dia anak bungsu seperti diriku. Bisa dibilang, dia itu sangat dimanja oleh ibunya. Aku juga sudah kenal dekat dengan keluarganya. Ayahnya sudah meninggal sejak ia masih kecil, karena serangan jantung. Hubungan kami akhir-akhir ini sedang agak renggang. Ini dikarenakan, kesibukanku dikantor sangat menyita waktu dan Azka 'ngambek'. Dia ingin segala hal harus dilaporkan padanya. Sedangkan aku tidak suka melaporkan segala hal aktifitas ku padanya. Bukan karena aku selingkuh. Aku tidak suka dikekang. Apalagi ini kami belum menikah. Menurutku, melaporkan segala hal aktifitas ku, tidak masuk akal dan merepotkan. **** "Kamu kenapa tadi enggak chat aku tadi pas berangkat ke kantor?" Tanya Azka saat dia datang ke kantorku untuk menjemput ku. "Lupa," Aku jawab seadanya, malas membahas ini. "Ya ampun Mika. Apa susahnya si tinggal chat aku doang. Itukan enggak makan waktu banyak cuma chat. Masa lupa? Aku kan udah sering bilang sama kamu, kamu chat aku, pas mau berangkat kerja, istirahat kamu makan apa dan saat kamu mau pulang kerja juga." "Azka, udah deh, jangan bahas ginian lagi deh. Males aku Ka. Laporan mulu, emangnya kita udah nikah? Aku enggak suka dikekang gini. Padahal belum jadi suami," Aku udah protes lagi. "Ya udah, kalo gitu kita cepet nikah aja," Azka membalas enteng. "Nikah? Kamu mau kasih aku makan apaan? Kamu aja belum kerja." "Makan mah gampang, mamaku pasti kasih makan kita kok," Azka menjawab enteng banget. "Nikah tuh bukan soal makan doang. Nanti punya anak, anak kita mau sekolah dimana? Belum kebutuhan pribadi aku. Ogah banget aku pakai uang mama kamu buat kebutuhan pribadi aku. Aku enggak biasa nadah doang sama orang," Aku mulai emosi. "Ini kamu jadi anter aku pulang atau gimana? Kalo udah enggak mau jemput lagi besok-besok juga enggak apa-apa. Aku enggak masalah. Aku bisa sendiri," Aku ingin keluar dari mobilnya dan mulai membuka pintu mobil Azka. Eh ralat, ini mobil mamanya. Lalu Azka menarik tangan ku saat sebelum membuka pintu mobil. Aku menoleh kearahnya. Dia cepat-cepat mencium bibirku. Lalu dia lepaskan ciumannya. "Ya udah, aku anter pulang. Jangan ngambek lagi. Tapi kita makan dulu ya," Azka melembut. Aku menurut. Dan mulai memasang seatbelt. Azka mulai mengendarai mobil. Kita menuju tempat makan pinggir jalan. Ada tenda pecel lele disana. Kami berhenti disana dan makan. Tidak ada pembahasan soal laporan chat lagi. Jujur aja aku masih kesal. Aku sebenarnya sudah sering banget mau putus sama dia soal masalah ini. Aku udah mulai enggak nyaman. Hari ini aku tidak ada jadwal kuliah, jadi setelah selesai makan kuputuskan langsung pulang kerumah. Biasanya sehabis makan kami menonton bioskop. Dan b******u didalam bioskop. Tidak sampai meraba-raba.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD