Mendapat Izin

1288 Words
“Baiklah, kita sudahi ini semua dan mari ke kantor kepala sekolah.” Caitlin beranjak dari duduknya, melangkah berjalan memimpin. Ia sudah habis kesabaran karena kedua anaknya yang tidak mau buka suara untuk menjelaskan segalanya. “Mom.” Velgard bergumam pelan. Caitlin yang berada di ambang pintu segera menghentikan langkah lalu berbalik memandang keduanya yang masih bergeming di tempat mereka. “Ada apa? Kau juga mau membantahku? Seperti membantah guru matematikamu?!” tanyanya pada Velgard dengan nada yang tegas dan bersikap seperti ibu yang bertanggungjawab mendisiplinkan anaknya. Velgard menunduk menggeleng pelan. Lalu ia buka suara dengan nada yang pelan karena takut. “Aku harus bermain football. Aku sudah berjanji pada tim. Aku harap ....” “Dalam keadaan seperti ini? Tak ada toleransi, Mr. Drexell.” Caitlin menyela. Ia tampak kesal karena putranya bukan mengatakan kalimat untuk memberikan penjelasan yang diinginkannya, malah mengatakan hal yang bukan saat yang tepat untuk dibahas sekarang. “Aku mohon.” Velgard memelas, ia tak memandang ibunya yang berada beberapa langkah di belakangnya, sedang memandangi punggungnya. “Di rumah, mungkin aku adalah ibumu, tapi di sini, aku tetap wakil kepala sekolah. Meski ini berat, tapi aku harus tetap melakukan tugas dan tanggung jawabku.” “Aku tak bisa mengingkari janjiku.” “Kau sudah berkhianat padaku dengan perbuatanmu, anak muda. Jangan mengatakan mengenai janji.” Nada yang marah dikeluarkan saat wanita itu mengatakan kalimat tersebut. Memberikan penegasan jika kata-kata berupa janji sepertinya hanyalah bualan saja. Velgard tak menyanggah dan membela diri atas perkataan itu, Bevrlyne tak bisa membantu apa-apa sehingga ia hanya bungkam dan menunduk saja. “Ini yang terakhir, aku akan melakukan apa pun asal aku dapat izin. Tim membutuhkanku.” Velgard tampak masih berusaha memohon untuk diizinkan pergi. Waktu pertandingan sudah semakin dekat dan ia harus pergi saat ini juga, pertandingan antar grup memang tak terlalu besar seperti melawan sekolah lain. Tapi penggemar football cukup banyak di sekolah ini, ada kemungkinan akhir semester nanti, grup yang memang akan menjadi wakil bagi sekolah untuk bertanding dengan sekolah lain. “Kita masih belum selesai, dan kau mau pergi begitu saja?” “Aku akan bertanggung jawab. Setelah ini, aku akan melakukan apa pun.” Velgard menjawab dengan yakin. Bevrlyne hanya memegang tangan kirinya, hanya itu bantuan yang bisa dia berikan. Melihat kesungguhan yang ditampakkan oleh Velgard, Caitlin tampak tak bisa berbuat banyak, terlebih football penting bagi kegiatan sekolah, bisa dikatakan football adalah salah satu olahraga kebanggaan dan kegemaran utama di Morgana High School ini. “Baiklah, kau boleh pergi setelah kau meminta maaf pada Mrs. Jordan. Dan kau Bev, kau tetap tinggal di sini untuk membahas perbuatanmu.” Akhirnya ia memberikan keputusan. Sontak saja keduanya angkat kepala karena mendengar kalimat itu. “Tapi ....” Bevrlyne hendak membantah, padahal sudah sejak pagi ia berjanji mengatakan akan datang, Velgard juga sudah berharap bahwa pertandingannya akan disaksikan oleh Bevrlyne, maka dari itu ia beberapa kali mengingatkan saudarinya itu. Tapi siapa sangka jika semua ini akan terjadi? “Harus ada yang menceritakan semua ini, dan aku yakin kalian tak saling menyembunyikan rahasia.” Caitlin menjelaskan alasan kenapa Bevrlyne ditahan. Terlebih, mereka tak bisa lolos begitu saja setelah semua yang terjadi. “Aku ingin menonton ....” Bevrlyne akan melakukan pembelaan, tapi perkataannya disela. “Tidak ada menonton football. Kau bisa menyaksikan melalui rekaman video. Tak ada bantahan.” Caitlin menegaskan perkataannya. Ini adalah keputusan final, ia kemudian menoleh pada Velgard yang masih saja duduk di tempatnya. “Apa yang kau tunggu? Lima menit lagi pertandingan dimulai, jangan sampai keputusanku membuat aku makin kecewa. Dan kau Miss Drexell, ikut aku dan siapkan sebanyak mungkin kalimat yang sebaiknya memuaskanku.” Ia memandang Velgard lalu menoleh pada Bevrlyne saat berbicara. Sepasang saudara kembar itu akhirnya berdiri, mereka saling memandang. “Vel, sorry. Aku tak akan ada di sana untukmu. Ini sulit dan ....” Bevrlyne bingung harus melanjutkan kalimatnya seperti apa. “Tak apa, aku mengerti.” Velgard menggelengkan kepalanya lalu tersenyum. “Semua akan baik-baik saja. Aku pergi.” Mereka berpelukan sesaat. “Goodluck, bro.” Bevrlyne menepuk bahu Velgard pelan. “Hum. Aku pergi,” balas Velgard. Maka dengan enggan mereka akhirnya berpisah. Velgard segera meninggalkan ruangan itu. Bevrlyne kembali duduk di sana, saatnya mengatakan semuanya. Meski ini terdengar mustahil dan tak akan dipercaya, tapi ia tetap harus mengatakannya. “Baiklah, kita mulai dari awal lagi. Kau pasti tahu apa yang dilakukan saudaramu, ya kan?” Bevrlyne mengangguk menjawab pertanyaan itu. “Kau juga tahu apa yang menjadi masalah saat ini?” Caitlin kembali bertanya. “Ya.” Bevrlyne mengeluarkan kata itu sambil mengangguk. “Dan kenapa? Kenapa kalian berbuat seperti ini. Aku kira aku tak mengenal kalian, aku merasa jika kalian adalah orang lain. Buka anak-anakku lagi. Maksudku, demi Tuhan, Vel menginjak wajah seseorang, bahkan ayahnya tak pernah melakukan itu.” Caitlin tampak frustrasi ketika kembali mengingat apa yang dilihatnya tadi. “Mom, aku bisa menjelaskan, kami punya alasan atas semua yang telah kami perbuat.” “Baiklah, Nona, kita dengarkan apa yang ingin kau bagikan.” Caitlin berdiri di hadapan Bevrlyne. Karena ibunya itu terus mendesak, maka Bevrlyne mau tak mau harus mengatakan semuanya dengan jujur, ia akan memilih kata-kata yang sesuai agar tidak terjadi salah paham, ia harus bisa membuat ibunya percaya dengan apa yang dirinya akan katakan. Lebih bagus lagi keberuntungan memihaknya, ia berharap untuk kali ini kekuatannya akan muncul sebagai pembuktikan bahwa apa-apa saja yang akan dirinya katakan memiliki bukti nyata. “Baiklah, aku akan menceritakan semuanya.” “Bagus, aku harap aku mendengar alasan yang kuinginkan.” “Aku akan menceritakan semuanya dari awal agar semuanya jelas.” Bevrlyne lanjut berbicara. Melihat Caitlin yang tidak mengatakan apa-apa lagi, Bevrlyne tahu bahwa dirinya sudah boleh bercerita sekarang. Ia menjadi berdebar-debar karena takut ibunya tidak percaya dengan segalanya. “Aku tak tahu harus kumulai dari mana, semua ini disebabkan oleh ....” Ucapan Bevrlyne tiba-tiba terpotong oleh suara telepon kantor yang berbunyi, Caitlin menoleh pada telepon yang berada di belakang meja kerjanya. Ia mengangkat tangan untuk menghentikan Bevrlyne berbicara. “Sebentar.” Ia beranjak dari sana lalu mengangkat panggilan. Bevrlyne sendiri yang masih berdebar-debar berusaha menenangkan diri. “Ya, aku di sini.” Ia membalas, suara dari seberang sana cukup pelan sehingga Bevrlyne tak mampu mendengarnya. “Apa? Sekarang? Tapi bagaimana dengan anak-anakku?” tanyanya pada si penelepon. Sepertinya telah terjadi sesuatu yang mendadak dan amat mendesak karena Bevrlyne bisa melihat perubahan dari ekspresi ibunya itu. “Ya, Bevrlyne ada di sini bersamaku, aku mengizinkan Velgard pergi bertanding.” Ia seperti menjawab pertanyaan dari si penelepon itu. “Ya, ya, kalau begitu aku akan pergi.” Itulah akhir dari percakapan dalam telepon tanpa Bevrlyne bisa mendengar dan tanpa ia tahu apa yang sedang dibahas. Maka setelah itu, panggilan ditutup, percakapan berakhir. “Hari yang buruk.” Caitlin kembali bertatapan dengan Bevrlyne, setelahnya ia langsung meraih tasnya. Bevrlyne tentu bingung dengan perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini. Seolah tahu dengan ekspresi yang diperlihatkan anaknya, Caitlin langsung buka suara sebelum Bevrlyne sempat melakukannya. “Aku ada pertemuan, kau akan tinggal di kantor kepala sekolah sampai aku kembali.” Itu bukan pernyataan atau jawaban dari ekspresi bingung Bevrlyne, tapi perintah yang tak boleh ditolak. “Ikuti aku.” Maka mereka segera pergi menuju kantor kepala sekolah saat itu juga. Bevrlyne tampak tak ada niat untuk membantah. “Kita akan bicara soal permasalahan kalian di rumah bersama. Untuk saat ini katakan saja mengenai apa-apa yang kepala sekolah inginkan darimu. Jangan lupa juga dengan hukuman yang harus kau ambil.” Bevrlyne hanya mengangguk, ia tak bisa mengatakan apa-apa lagi. Ada baiknya karena ibunya ada urusan mendadak, ia tidak perlu bercerita mengenai rahasia yang dirinya dan Velgard sembunyikan, tapi ia juga yakin bahwa ini bukanlah akhir. Ini masih akan menjadi urusan yang lebih panjang dari yang ia duga. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD