Day 1

1042 Words
Day 1 ** Sean melempar s*****a kepada masing-masing temannya, hari ini mereka tampak lebih siap dari hari-hari sebelumnya. Alefukka juga tampak sudah menyiapkan mental dan berdoa agar asmanya tak kambuh disaat yang tidak tepat. “Semuanya, gue harap hari ini dalam misi kedua kita gak akan ada yang namanya perdebatan macam kemarin itu, terutama untuk Darren dan Gilang, hari ini tolong jangan bertengkar dulu. Stop pertengkaran selama 364 hari bisa kan?” tanya Sean yang menatap Darren dan Gilang dengan tatapan intimidasi. Darren memutar matanya malas walaupun ia ragu tidak bertengkar dengan Gilang, namun ia tetap mengangguk. Rasanya tak ada guna juga jika ia berdebat dan mengoceh tidak penting. “Iya,” ucap Darren dan Gilang bersamaan, mereka tampak saling pandang dengan tatapan datar. Meski begitu Sean yakin mereka berdua tidak akan membuat kekacauan setidaknya sampai hari di mana mereka keluar dari dunia game ini. Rasa was-was semakin menjadi ketika mereka keluar dari dalam sebuah ruko, mereka melihat sekeliling mall tersebut yang tampak sangat berantakan dengan darah yang berceceran ke mana-mana dan s****h yang sudah beterbangan. Baru pertama kalinya Sean dan ketiga temannya melihat mall yang sepi seperti ini, walaupun mengasyikkan karena banyak barang branded yang gratis, namun jika dihuni dengan zombie akan lain juga rasanya. “Selamat datang di game survival. Halo para pemain hebat, dengan senang hati kami mengumumkan bahwa misi kedua kalian adalah membunuh 50 zombie. Harap di ingat untuk masing-masing pemain tidak diperkenankan menembak zombie, kalian harus membunuh zombie-zombie tersebut dengan tangan kosong jika terjadi kecurangan maka semua pemain dianggap gagal. Demikian pengumuman hari ini, semoga harimu menyenangkan” Darren memutar matanya malas, kesal sekali setiap pengumuman diakhiri dengan kalimat ‘semoga harimu menyenangkan’ seakan-akan mereka sedang berwisata di tempat wisata yang paling menyenangkan di dunia ini. “Semoga harimu menyenangkan, hilih bacot!” ucap Darren sambil membuang ludah di lantai mall tersebut. Sean dan Alefukka hanya melihatnya dengan tatapan kesal, bukan hanya Darren yang kesal namun mereka bertiga juga sama kesalnya. “Kayaknya si Andrew ini emang psikopat ya, dia mending bikin game masak-masakan aja deh dari pada kayak gini jadi ga jelas,” ucap Gilang yang merutuki kakak tingkatnya itu. bahkan Gilang bersyukur bahwa ia tidak pernah melihat Andrew di kampus karena jika ia melihat bisa saja dirinya ikut membully Andrew karena sikapnya yang aneh itu. Sean menghela napasnya pelan, ia benar-benar tidak ingin mengeluhkan apapun. Namun, misi yang tidak jelas membuat dirinya berpikir untuk mengeluh sebelum memulai. “50 Zombie satu orang, gimana bisa? Mana harus pakai tangan kosong pula, ini tolong banget deh kenapa dia nyiptain game nyusahin gini? Bahkan kalau gue main di PC juga bakal sering game over, palagi ini,” kata Sean yang terduduk lemas sambil menutup matanya. Ia bingung, bahkan kali ini ia tidak bisa berpikir jernih. Alefukka juga mengangguk, ia tidak tahu bagaimana bisa membunuh zombie dengan tangan kosong. “Namanya aja zombie, gimana bisa kita bunuh tanpa s*****a?” tanya Darren yang merasa permainan itu lama-lama tidak jelas dan menyuruh mereka benar-benar berjuang sendiri memutar otak. “Lo kan anak bela diri, Lang. Coba ajarin kita membunuh tanpa menyentuh,” ucap Sean dengan wajah polos. “Heh! Gue ini anak bela diri bukan anak dukun! Bisa bedain gak?” tanya Gilang dengan wajah yang sudah memerah. Darren dan Alefukka tertawa keras, betapa bodohnya pertanyaan Sean yang polos dan tanpa dipikir itu. Padahal Sean adalah ketua, namun karena pertanyaan itu membuat anggotanya merasa geli sendiri. “Ah iya maksud gue itulah. Ajarin kita dong, kita harus tahu bagian mana aja yang mematikan,” kata Sean dengan semangat. Gilang tampak berpikir, ia sebenarnya tidak tahu mana yang harus ia ajarkan karena bela diri yang ia pelajari adalah untuk manusia bukan Zombie. “Gue gak yakin sih, karena yang kita hadapin ini adalah zombie kayaknya bela diri juga gak akan berpengaruh banyak. Urat dan bagian yang bisa melumpuhkan manusia tidak akan berlaku untuk zombie,” ucap Gilang dengan sedikit bingung, kalau saja yang dihadapi manusia mungkin teknik bela diri akan berguna dalam keadaan seperti ini. Sean dan kedua sahabatnya itu tertunduk lesu, padahal mereka berharap bisa belajar ilmu bela diri. Namun, Sean langsung berdiri saat melihat sebuah ruko yang menjual pakaian rugby. “Sepertinya kita bisa pakai pakaian rugby itu untuk menghindari gigitan zombie, emang sih gak jamin. Namun, apa salahnya kalau kita coba?” tanya Sean dengan mata berbinar. Ketiga temannya setuju, di sana juga ada helm untuk melindungi kepala mereka yang mungkin saja dibutuhkan saat berhadapan dengan zombie-zombie tersebut. Mereka berempat pun cepat-cepat ke arah ruko tersebut, namun alangkah kagetnya mereka ketika melihat satu zombie yang berada di ruko tersebut. “s*****a mana s*****a!” teriak Sean panik. “Kan gak boleh pakai s*****a,” ucap Darren yang ikut berteriak. Mereka pun berlari, lupa jika peraturan tak waras itu dimulai hari ini. “Kita ga boleh terus lari, ayo hadapin,” ucap Sean berteriak memberi kode kepada tiga temannya itu. Mereka pun menghentikan langkahnya dan siap menerjang satu zombie itu. Sean memberikan ancang-ancang untuk menerjang zombie tersebut. Darren yang sedari tadi mengumpat di balik tembok langsung menerjang zombie tersebut dari belakang. “Sean gebuk sekeras-kerasnya!” teriak Darren yang mencoba menahan zombie tersebut agar tidak berbalik ke arahnya. Sean menggebuk kepala zombie tersebut dengan keras, namun sedikit susah juga karena mereka harus melakukan itu dengan tangan kosong. Perlu 20 menit lebih untuk melumpuhkan sang zombie yang berada di dekapan Darren. Mereka menghembuskan napasnya lega setelah tahu bahwa zomie tersebut sudah terkapar tak berdaya. “Ini peraturan gila! Susah woii ini bisa seharian kita bunuh 50 zombie doang. Emang ya si Andrew pantes dibully gegara gak pernah punya otak kali ya pas kuliah,” ucap Gilang dengan ketus. Tidak ada  yang berkoar-koar selain Gilang, mereka terlalu lelah dalam menghadapi zombie yang tenaganya bisa 5 kali lipat dari tenaga mereka. “Gue putus asa kalau caranya gini, ini baru misi kedua dan baru 1 zombie yang kita dapat masih kurang 49 zombie lagi, sumpah gue gak kuat,” kata Alefukka yang tampak kehabisan napas. Alefukka bisa dibulang yang paling rapuh diantara mereka jadi tak heran ia yang sering mengeluh karena kelelahan. Sean melihat wajah Alefukka yang mulai memucat, dari kecil memang pemuda itu sakit-sakitan. Hal itu juga yang membuat Sean selalu menjaga Alefukka dari sesuatu yang bisa membuat sakitnya parah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD