Bab 10

1694 Words
"Selamat sore Mama, eeeee Maaf kliru!. Sore Tante." Ketika, dipanggil Mama, hati Annisa bergetar hp terlepas dari tangan, mendadak air mata tak tertahan, terisak tak mampu dicegahnya. Sesaat Anisa berusaha menguasai diri dan menyeka air mata kemudian menjawab: "Sore manis." "Sepertinya Tante kurang enak badan ya?" "Enggak.. enggak kok, Tante cuman habis nangis nonton drama Korea bikin Tante sedih." "Berarti gak sibuk kan?, bisa ketemuan gak, Rara lagi pengen dipeluk tante, sharelok doank!" Pinta Rara manja. Untuk kedua kalinya hati Annisa, terasa tercabik, perih, sedih, sakit, bercampur haru, bahagia sekaligus merasa bersalah dan kali ini tak bisa disembunyikan, saat menjawab telepon Rara. "Iya tunggu bentar." Telepon ditutup. Annisa menangis sejadi-jadinya. Seakan dia tau bahwa Rara benar-benar merindukan, mendambakan kasih dari seorang ibu yang meninggalkannya sejak kecil. Cukup lama Annisa menangis tersengal-sengal. Entah berapa lama, ketika sadar bahwa buah hati yang ditelantarkan minta Sherlock baru kemudian dikirimnya. Hidupnya kali ini, menjadi seperti ini, pasti hukum karma yang dia terima. Annisa duduk di tepi ranjang hotel tempat dia menginap, setiap kali kangen Rara, walau hanya sekilas melihat, buatnya sudah cukup. Beda ketika Rara duduk di bangku SMA, dan waktu Rara kuliah di kampus itu. Bisa melihatnya dari kejauhan lebih banyak dibanding sekarang. Dering panggilan, membuyarkan lamunannya. "Ya sayang posisi sudah dimana?" "Di depan hotel Ma… eee tante." "Masuk saja ke lobby, Tante keluar." Tak lama kemudian mereka berdua bertemu dan berpelukan. Si Annisa melampiaskan kerinduan kepada anak yang ditelantarkan, si Rara memeluknya dan menganggapnya sebagai mama yang dirindukan sejak kecil. Annisa tetap berusaha untuk menyembunyikan emosi dan berusaha datar, walau dalam hati menjerit dan meronta. "Hari ini kamu gak kerja?" Sapa Annisa. "Kerjaan Rara kalau dibilang santai ya bisa, kalau nurutin kerjaan, ketemu Mama lebih penting. Maaf ya Tante. Rara lebih berasa nyaman ketika Rara memanggil Tante sebagai Mama." Kata Rara ceria. Annisa tidak berusaha untuk menjawab, karena sesungguhnya yang ditemuinya saat ini memang Mama yang menterlantarkan dirimu. "Mending kita menghabiskan waktu di kamar ajjja Ma." Tambahnya. Kali ini Annisa benar-benar kehabisan kata dan gak tau harus ngomong apa, yang ada dalam hatinya adalah rasa bersalah. "Gimana perjalananmu selama di Paris, pasti menyenangkan ya?" Tanya Annisa. "Buat Rara semua perjalanan selama berpetualang selalu indah dan berkesan, tapi alangkah berkesannya selama hidup Rara jika Rara bisa memeluk mama yang melahirkan Rara.. aaaah sudahlah kok Rara jadi mendominasi waktu dengan curhatan Rara." Dia berhenti sejenak lalu menyeka air mata yang ada di pipinya. Baru saja dia bermaksud untuk mengambil tisu, Annisa dengan tangan lembutnya sengusap air mata itu. "O..iya Ma, daripada Mama nginap di hotel, mending Mama nginep ajjja di rumah Rara. Cukup luas kok. Lagian Rara cuma tinggal sama papa berdua, tanpa asisten rumah tangga, karena papa gak mau ada orang lain berada di rumah. Dan ada kamar khusus yang Rara siapin kalau-kalau mama Rara suatu saat datang dan belum pernah ada yang masuk di sana kecuali Mama. Karena Rara yakin suatu saat nanti bila mama ingat dan rindu sama Rara dan memang Tuhan takdirkan untuk bertemu, pasti bakal kembali dan memeluk Rara. Walau cuma sekali, dan masuk kamar yang Rara siapkan khusus Mama. Rara sudah bahagia dan Rara sudah berjanji dalam hati tidak akan mencari pasangan apalagi menikah jika Rara belum merasakan pelukan Mama yang melahirkan Rara." Annisa hanya membisu tanpa mampu berucap kata mendengar kerinduan tulus dari churhatan Rara. "O iya Tante, Rara lupa.. kalau Papa Rara kan sendiri, pasti Tante jelas bakal gak enak ya kalau tinggal di rumah Rara.. hehehehe." Lanjut Rara. Kemudian dia mencium Annisa dengan lembut. "Tapi tahun depan jika villa mewah milik Rara pribadi sudah selesai dibangun, Tante wajib tinggal bersama Rara di villa itu, kalau kebetulan Tante berada di kota ini." Kata Rara penuh harap. Mendengar Rara mengatakan membangun villa mewah, Annisa sedikit kaget. Bahwa anak yang ditelantarkan itu sudah berpenghasilan lumayan jauh dari apa yang dipikirkan selama ini. Namun Annisa tak berani bertanya tentang banyak hal. Pertemuan beberapa jam itu serasa hanya sekejap. "Tante,.. e… Mama, Rara pamit dulu ya, Rara ada sedikit urusan.. Jangan bosan ya Tante mendengar curhatan Rara." Di ciumnya kening Annisa dan dicium tangan Anisa. Diatarnya Rara sampai ke tempat parkir. Keduanya saling melambaikan tangan. Mobil Rara telah menyelinap dan tak nampak terhalang oleh tembok, kemudian Annisa kembali ke kamar hotel dia menginap. Anniisa bergegas masuk kamar, karena sudah gak sanggup membendung apa yang ada dalam benaknya. Semalaman Annisa hanya menangis. Penyesalan terhadap perlakuannya terhadap Rara sungguh membuat penyesalan yang tak terampuni.Terlebih tekadnya untuk tidak menikah sebelum Rara bisa memeluknya adalah sebuah tamparan yang membuat hatinya hancur. Disisi lain dia tak mampu mengatakan keberadaan yang sesungguhnya. Rasa bersalah karena mengkhianati Soeryo Atmodjo suaminya yang hingga kini sendiri merawat, mengasuh buah cintanya hingga mengabaikan dirinya sendiri demi sang buah hati. Rasa bersalah telah meninggalkan dan menelantarkan Rara, penyiksaan batin terhadap sang buah hati dalam merindukan kasih sayang mama yang melahirkan, dan ternyata yang dirindukan sibuk dengan dunianya. Dunia cinta pertama yang telah menyiksanya, selama ini. Masih segar dalam ingatannya kala itu. "Ma, kabarnya ibu di Jawa sudah sakit-sakitan semenjak ditinggal bapak, kita harus pulang." Kata Alfian alias Billal dengan nama panjang. Raden Billal Winangun Djoyo Binangun Karso. "Papa saja yang pulang, nanti jika ibu sampai tau kita sudah menikah bakal memperkeruh keadaan apalagi kondisi ibu seperti itu, aku bakal dan pasti menunggumu." "Kalau itu yang terbaik, ya sudahlah. Dan biar Mama bisa bekerja dengan fokus, biar si si Bima tak ajak, kalau ada waktu luang dan Mama kangen dengan anak kita, Mama bisa terbang ke Indo untuk menemuinya." Awalnya berjalan dengan lancar. Annisa setiap bulan terbang ke Indonesia untuk menemui buah hati. Bukan di rumah sang suami, melainkan menginap di sebuah hotel di kota selama beberapa hari. Enam bulan berikutnya, keadaan mulai berubah dengan alasan sang ibu sudah kritis dan memerlukan perhatian khusus. Dua tahun berjalan, Annisa sudah gak tahan dan mencari informas dari desa sekitar tempat tinggal sang suami. Betapa terkejutnya. Bagai disambar petir disiang bolong ketika Annisa mendengar Khabar, bahwa sang suami telah punya istri dan sudah memiliki anak perempuan. Ingin rasanya saat itu menemui sang suami untuk meminta anak hasil dari cinta mereka, tapi hal itu tak dilakukan. Dan memutuskan untuk hidup sendiri, menerima karma dari perbuatan masa lalunya. Setidaknya itu pandangan Annisa. Hari hari yang dia lalui penuh dengan rasa kecewa, menyesal sekaligus kebencian yang mendalam terhadap Billal yang telah menterlantarkan di kota itu sekian lama tanpa keputusan jelas, di satu sisi rasa bersalahnya meninggalkan Rara dan suami sahnya yang ditinggalkan begitu saja tanpa kabar. Hari hari yang dia lalui penuh dengan kekalutan dan akhirnya Annisa memutuskan meninggalkan Hughes St, Huntington, WV 25704, Amerika Serikat kota kenangan dan menyimpan rasa pahit dan kembali ke Indonesia. Bermaksud ingin kembali kepada sang suami Soerya Atmodjo, dia bertekad ingin meminta maaf atas kesalahan yang telah dia lakukan. Namun setahun berlalu tinggal dekat dengan suami dan anaknya, namun tidak memiliki kemampuan untuk mengungkapkannya, bahkan sampai detik ini. Dua masa lalu pahit itu kembali silih berganti menguasai hati dan pikiran Annisa, setelah dia mendengar suara, belaian, canda tawa dan curhatan Rara anak yang ditelantarkan itu. Annisa bangun dan ke kamar mandi berdiri dibawah shower, menangis hingga menggigil kedinginan di bawah guyuran air yang tersembur dari shower kamar mandi hotel itu hingga tak sadarkan diri. ______ Air genangan yang keluar terus-menerus dari shower meluber hingga ke kamar akibat lubang pembuangan tertutup oleh tubuh Annisa, entah sudah berapa lama. Ketika Annisa sadar dan bergeser, namun dia tak punya tenaga untuk beranjak dari tempat itu. Saat bagian klining servis melewati lorong dan melihat air meluber hingga ke lorong itu, ia berlari. Beruntung kamar itu tak terkunci sehingga Annisa cepat tertolong. Beberapa cleaning service dan supervisor dan segera menolongnya. "Kami panggilkan ambulan ya Bu?" Tanya supervisor selesai mengangkatnya dan membaringkan Annisa. Ia hanya menggelengkan kepala. Beberapa pegawai hotel perempuan bergegas ke kamar itu dan menolong untuk menggantikan pakaian Annisa. Entah angin apa yang membawa Rara balik ke hotel tempat orang yang dikenalnya dengan nama Bu Rani yang sesungguhnya adalah ibu kandungnya sendiri. Sesampainya di kamar dan didapatinya banyak pegawai di sana. Pikiran Rara langsung tertuju pada Bu Rani. Setelah tau bahwa yang dirawat beberapa pegawai wanita hotel itu adalah Bu Rani Maharani. Rara segera memeluknya. "Apa yang terjadi Ma…ada?" Kembali Rara memeluknya. Sejak kejadian itu Rara tak meninggalkan Bu Rani alias ibu yang melahirkan dirinya itu sendirian. _______ Malam itu mereka berdua berbaring saling berhadap-hadapan. Sesekali mereka berdua mengidap ke langit-langit kamar. Bercerita tentang banyak hal. Dan Rara mendominasi malam itu dengan kisah petualangannya dari yang menegangkan hingga yang menggelikan. Sampai bagaimana ia bersama enam sekawan menjadi konglomerat baru versi pak Chan Leng Adi Nugraha. Annisa sesekali bertanya, dan tertawa lepas bersama seakan tak ada beban yang pernah singgah dalam hidup mereka berdua. Saat mulai hening dan mereka berdua kehabisan kata. Mereka berdua diam membisu serta menatap langit-langit kamar. "Te." Panggil Rara,karena masih sering canggung memanggil dengan Mama. "Beberapa hari ini kita bersama, giliran Tante dong yang menceritakan keluarga Tante." Annisa hanya tersenyum. "Tante kalau sudah banyak cerita, bawaannya Tante laper melulu. Ntar kalau banyak makan takutnya gendut. Makanya Tante pilih untuk menjadi pendengar." Jawab Annisa sambil ketawa. Disatu sisi Annisa merasa nyaman di samping Rara, di sisi yang lain dia semakin merasa bersalah terhadap putri ditelantarkan puluhan tahun yang lalu. Pikirannya benar-benar buntu, tak tau apa yang harus dia lakukan agar dia bisa mengatakan yang sebenarnya tentang dirinya kepada Rara. "Tante, Rara pulang sebentar ada urusan sedikit yang harus diselesaikan, nanti Rara balik lagi kesini." Dicium kening Annisa, lalu mencium tangan Annisa. Sambil tersenyum dia melambaikan tangannya. Pikirannya kian kalut dan tak tau apa yang harus dia lakukan. Dikemasi semua barang-barangnya. Bermaksud pergi namun tak tau harus kemana. "Nanti kalau ada seorang gadis bernama Rara, dan mencari saya. Tolong surat ini sampaikan kepadanya. Dan hp ini juga kasih ke dia, tapi bilang kalau barang ini ketinggalan di kamar." Pesannya kepada resepsionis, sambil memberikan beberapa lembar uang dollar. Gak jelas apa maksud Annisa memberikan tip pakai uang dollar. _______ Sore itu Rara sudah sampai di hotel tempat orang yang dikenalnya dengan nama Rani Maharani menginap. Didapatinya kamar sudah kosong. Segera dia bertanya di bagian resepsionis. Sesuai pesan yang harus disampaikan kepada Rara dia menyampaikan pesan itu. Dibacanya surat itu dan dimasukkan hp yang tertinggal dimasukkannya ke tas lalu Rara pulang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD