3. Test Pack

1010 Words
Kenapa rasanya setiap memasuki kamar Mas Graha, eh...maksudku kamar kami, aku selalu gemetar sampai keluar keringat dingin. Aroma khas Mas Graha yang memenuhi Astaga! membuatku semakin salah tingkah. Sudah seminggu lebih berlalu, dan kelakuanku masih saja aneh seperti ini. Aku menarik napas dalam-dalam, tapi ternyata aroma kamar ini malah memenuhi pernapasan, dan aku kembali salah tingkah membayangkan suamiku. Aku tidak tahu kenapa bisa seaneh ini. Padahal biasanya saat berada di dekat Mas Graha aku tidak seperti ini. Berdebat iya, tapi nggak sampai sehebat ini. Dan...bukankah kami telah melalui malam panjang bersama? Ah! mengingatnya lagi malah membuat wajahku memanas. Mungkin karena hal itu, aku selalu saja merasa salah tingkah saat di dekatnya. Padahal semenjak menikah, Mas Graha justru lebih perhatian dan terlihat lembut saat bersamaku. Untung saja Mas Graha sedang tidak ada di rumah, dia sudah mulai bekerja sejak dua hari yang lalu. Sedangkan aku yang mendapat cuti lumayan lama malah kebingungan ditinggal sendiri di rumah. Tidak ada siapa-siapa lagi di rumah ini selain aku dan Mas Graha. Setahuku, dia memang tinggal sendiri dari dulu. Sedangkan adik-adiknya kebanyakan tinggal bersama suami mereka, kecuali Veni yang belum menikah dan juga tinggal sendiri seperti Mas Graha. Aku mencoba mencari kesibukan agar waktu cepat berlalu. Masih siang, Mas Graha baru akan pulang sore atau malam nanti, tapi dari tadi aku bingung harus melakukan apa. Mau mengunjungi Mama juga sama saja. Mama sedang di toko dan Mbak Rere juga pasti sedang di kantor. Seharusnya aku tidak mengambil cuti yang terlalu lama. Awalnya aku kira Mas Graha akan mengajakku ke luar kota atau ke mana saja setelah menikah kemarin, tapi ternyata pekerjaan mengharuskannya masuk kerja lebih cepat. Jadi dia tidak bisa mengambil cuti yang lumayan lama. Sejenak pandanganku terpusat pada dua tas besar yang tergeletak begitu saja di samping tempat tidur. Isinya baju-bajuku yang sampai saat ini aku sendiri tidak tahu harus disimpan di mana. Lemari baju Mas Graha terlihat besar. Apa boleh baju-bajuku masuk ke situ? Dia tidak mengatakan apa pun soal baju-bajuku yang mau diletakkan di mana. Sedangkan aku agak sedikit lupa membahas masalah ini dengannya. Rasa-rasanya beberapa hari kemarin, di pikiranku hanya ada Mas Graha dan Mas Graha, tidak sempat memikirkan apa pun. Kedengarannya sangat memalukan, tapi memang itu yang terjadi. Setiap pagi aku pasti terbangun dengan salah tingkah. Memandang wajahnya saat bangun di pagi hari selalu membuatku berdebar-debar. Dan bahkan sampai hari ini, ciumannya masih saja membuatku seperti mau pingsan. Ponselku tiba-tiba berdering pelan. Dengan bersemangat aku mengambilnya. Pasti Mas Graha. "May mau dibawain makan siang apa?" Aku tersenyum membayangkan suamiku yang saat ini pasti sedang sibuk dengan pekerjaan, tapi masih sempat memikirkanku. "May lagi enggak selera makan. Nanti saja. May bisa cari sendiri di luar," jawabku. "Masih mual?" tanyanya. Tadi pagi aku memang mengeluh sakit kepala dan mual saat Mas Graha membangunkanku. Mungkin gara-gara kelelahan setelah acara pernikahan kami. "Sudah nggak lagi. Mas kerja saja lagi sana, May baik-baik saja kok." "Nggak kepengen makan apa gitu?" tanyanya. Aku terdiam beberapa saat dan membayangkan berbagai jenis makanan. Tapi sepertinya selera makanku sedang tidak bagus, tidak ada jenis makanan pun yang kuinginkan. "Nggak. May pengen Mas cepat pulang saja," kataku sambil terkikik. Astaga, sepertinya aku berbakat juga menjadi tukang gombal. "Mas pulang sekarang saja, ya," sahutnya. Hampir saja aku menertawakannya jika tidak mendengar nada serius dari perkataannya. Ternyata di balik sikap tidak pekanya, kadang ada hal-hal mengejutkan yang bisa dilakukannya. "Katanya lagi banyak kerjaan," ledekku. "Pulang sebentar saja," jawabnya masih dengan nada serius. "Selesaiin kerjaannya, baru pulang. Kalau Mas pulang sekarang, nanti sore enggak bisa pulang cepat." "Mas suruh office boy kantor saja ya, buat antarin makan siang," tawarnya lagi. "Nggak perlu, Mas. Benaran, May belum lapar," tolakku. Ini Mas Graha benar-benar takut aku kelaparan sepertinya. "Ya sudah, Mas kerja lagi ya. Kalau ada apa-apa telepon ya, jangan lupa makan," katanya menutup pembicaraan. Lagi-lagi aku harus menahan senyum mengingat sekarang aku adalah seorang istri yang sedang menunggu suaminya pulang kerja. Tuh kan, aku jadi malu sendiri menyebutkan istilah itu. Ada nggak sih wanita yang seperti aku juga, merasa salah tingkah saat menbayangkan suami sendiri. Akhirnya aku memilih tidur karena sudah tidak tahu apa lagi yang harus dilakukan. Siapa tahu saja saat aku bangun nanti Mas Graha sudah pulang. *** Aku terbangun dengan malas, rasa kantuk masih saja menempel di mata. Sepertinya ini sudah sore. Dengan gerakan pelan, aku menggeser tubuh. Rasanya masih ingin tidur. Mataku terbuka pelan, aku sampai harus mengerjapkan mataku berkali-kali agar bisa membuka mata dengan benar. Rasanya begitu berat, dan aku ingin kembali tidur tapi entah kenapa rasanya perasaanku nggak tenang karena aku seperti sedang diawasi. "Sudah bangun?" Suara itu menggagetkanku. Mas Graha muncul dari balik pintu. Sepertinya dia baru selesai mandi karena rambutnya terlihat basah. Sepertinya aku tidur terlalu lelap, sampai tidak sadar jika Mas Graha telah pulang. "Mas kapan pulang? Kok nggak bangunin May." Aku segera bangun dari tempat tidur dan sesaat merasa pusing karena bangun secara tiba-tibam "Sudah bangunin tadi, tapi nggak mempan." Mas Graha tertawa pelan. Aku berjalan mendekatinya. Saat jarak kami hanya tinggal beberapa langkah lagi, Mas Graha tiba-tiba menarik tubuhku ke pelukannya. Tubuhnya yang baru selesai mandi terasa sejuk mengenaiku. "Mandi sana," bisiknya di telinga. Karena kaget, aku hanya terdiam sambil menatapnya. Dia mendekatkan wajah ke wajahku dan kemudian sensasi dingin menyebar di kening. Mas Graha mencium keningku selama beberapa detik. "I ... iya," sahutku terbata-bata. Tubuh Mas Graha yang dingin karena baru selesai mandi meninggalkan rasa aneh saat bersentuhan dengan kulit. "Nanti May cobain ini, ya." Mas Graha melepaskan pelukan, kemudian mengambil sesuatu dari atas meja. Keningku berkerut, menunggu dengan tidak sabar apa yang ingin diberikannya padaku. "Coba apa, Mas?" tanyaku bingung. Di kepalaku terbayang berbagai jenis makanan yang menggiurkan. "Test pack?!" Hampir saja aku menjerit kaget saat Mas Graha mengulurkan sesuatu padaku. Aku tdak menyangka dengan apa yang diberikan Mas Graha padaku. Maksudnya apa? Apa yang harus aku lakukan dengan test pack ini? Maksudku, kenapa Mas Graha memberikan aku test pack? "May ngerasa pusing dan mual, kan?" "Sudah nggak lagi," jawabku masih bingung. "Cobain test pack-nya. Siapa tahu May hamil." Aku tercengang dan menatapnya tanpa bisa bicara satu patah kata pun. (*)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD