Gagal Makan Siang Bersama

1390 Words
Ponsel Elena berdering, wanita cantik itu terlihat tidak bersemangat, ciuman dari Excel telah membuatnya kehilangan separuh kekuatannya. Ia hampir tidak melakukan apapun sepanjang hari dan hanya duduk di café dengan membaca buku tentang bisnis. “Halo Diego.” Elena menerima panggilan. “Elen, apa kita bisa makan siang bersama?” tanya Diego. “Kita selalu makan siang bersama.” Elena tersenyum. “Baiklah seperti biasa restaurant dekat dengan kantor kamu.” Diego menghubungi Elena karena mereka akan makan siang bertiga dengan Excel. “Hubungi aku jika kamu sudah berada di restaurant, aku akan segera turun,” ucap Elena. “Ya, sampai bertemu di restaurant.” Panggilan terputus, Elena melihat jam berwarna hitam yang melingkar di lengan kirinya. “Hah, aku tidak melakukan apapun hari ini dan hanya duduk diam di café.” Elena beranjak dari kursi dan berjalan kembali ke kantor, ia harus menyelesaikan banyak pekerjaan sebelum jam makan siang. “Nona, anda sudah kembali, maafkan aku yang telah mmebuat anda khawatir.” Sintia merasa bersalah. “Ah tidak, aku sedang tidak mood saja untuk bekerja, mungkin aku butuh liburan.” Elena duduk di kursi kerja dan kembali fokus pada berkas dan layar computer. “Nona, aku rasa Anda memang harus berlibur walaupun hanya pergi ke pantai.” Sintia tersenyum. “Ya, aku akan melihat hari yang pas, apa kamu mau ikut?” tanya Elena tanpa melihat Sintia. “Tidak Nona, aku akan tetap bekerja.” Sintia tersenyum. “Kamu juga bisa berlibur jika kamu mau, karena liburan sangat menyenangkan jika bisa pergi dengan banyak orang.” Elena tersenyum cantik. “Anda benar Nona.” Sintia menunduk, ia sangat tahu Elena adalah bos yang baik dan pengertian walaupun sangat disiplin dan semua pekerjaan harus selesai tepat waktu. Kedua wanita itu kembali terdiam dan fokus bekerja, sesekali Sintia melirik Elena yang terlihat cantik elegan. “Andai aku seorang pria, aku benar-benar akan tergila-gila pada Nona Elena.” Sintia tersenyum dan berbicara di dalam hati. “Kenapa Nona bertahan untuk tetap sendiri? Padahal dia adalah wanita yang sangat sukses, cantik dan masih sangat muda,” lanjut Sintia yang berbicara dengan dirinya sendiri. Ponsel Elena kembali berdering, karena sibuk bekerja ia hampir lupa dengan jam makan siang dan Sintia masih tetap sabar menemaninya di dalam kantor. “Ah Diego.” Elena segera mematikan layar computer dan merapikan berkas. “Halo, Diego aku akan segera turun.” Elena menerima panggilan. “Tidak usah buru-buru, aku baru saja sampai.” Diego sangat mengerti Elena yang gila kerja dan dirinya harus setia mengingatkan jam makan wanita itu. “Kamu bisa pesankan makanan yang sama dengan dirimu.” Elena merapikan kemeja biru yang ia padukan dengan celana panjang berwarna hitam. “Baiklah.” Diego tersenyum, ia bisa menebak wanita itu sedang berkemas. “Sintia, kenapa kamu tidak pergi istirahat dan makan siang?” tanya Elena yang bersiap untuk turun. “Aku menunggu Anda Nona.” Sintia tersenyum, ia tahu benar Elena akan berhenti bekerja ketika mendapatkan telpon dari Diego. “Aku akan pergi ke retauran yang tidak jauh dari perusahaan, apa kamu mau ikut?” tanya Elena. “Terima kasih Nona, saya akan makan di kantin kantor.” Sintia merapikan berkas. “Baiklah, aku pergi sekarang.” Elena berjalan meninggalkan Sintia. *** Excel menatap Diego yang sedang memilih menu makanan dengan semangat, sahabatnya memesan untuk dua porsi yang sama dengan dirinya. “Excel, apa kamu tidak memesan?” tanya Diego tersenyum tampan. “Bukankah kamu telah memesan dua porsi?” Excel menatap Diego. “Aku tidak memesan untuk dirimu.” Diego tersenyum. “Baiklah.” Excl mengambil buku menu dan memesan. “Diego, apa kamu tidak bosan terus berada di samping Elena?” tanya Excel. “Apa yang bisa membuat kamu bosan dengan Elena, wanita cerdas yang bisa membahas apa saja dengannya, selain itu wajah yang cantik dengan sikap yang menyenangkan.” Diego tersenyum tampan. “Apa kamu pernah mencium Elena?” tanya Excel, membuat Diego tertawa. “Apa kamu pikir Elena, w************n?” Diego balik bertanya. “Aku hanya bertanya.” Excel tersenyum sinis. “Aku hanya bisa menggengam dan menggandeng tangannya.” Diego tersenyum dan melihat wanita yang ia tunggu berjalan masuk ke dalam restaurant. “Bidadariku datang,” gumam Diego. “Maafkan aku telat.” Elena tersenyum cantik pada Diego, ia tidak tahu ada Excel karena pria itu menutupi wajah dengan buku menu. “Kamu tidak telat, lihatlah makanan saja belum tersaji.” Diego menarik kursi untuk Elena. “Aku pergi ke kamar mandi dulu.” Elena tersenyum dan berjalan menuju kamar mandi. “Excel, kenapa kamu menutupi wajah dengan buku menu?” tanya Diego heran. “Aku berpikir akan menambah pesanan.” Excel meletakkan buku menu. “Bukan karena Elena?” tanya Diego. “Apa yang kamu pikirkan? Aku ke kamar mandi sebentar.” Excel beranjak dari kursi. “Aku berharap kamu tidak akan pernah jatuh cinta pada Elena.” Diego menatap tajam pada Excel. “Tidak akan, itu semua hanya taruhan.” Excel tersenyum sinis. Elena yang baru saja keluar dari kamar mandi hampir menabrak Excel, mata mereka saling bertemu, ada kilatan kebencian dari tatapan Elena, pandangan Excel berpindah pada bibir seksi merah muda dan basah, mengingatkan ia pada ciuman panas yang ia lakukan. “Menjijikan.” Elena melewati Excel tetapi tangan wanita itu ditarik dengan kasar. “Lepaskan!” Elena menatap tajam pada Excel. “Aku melakukan itu tanpa sadar.” Excel menekan tubuh Elena ke dinding. “Jika tidak sadar, kamu tidak akan mengingatnya.” Elena mendorong tubuh Excel dengan kuat dan berjalan mendekati meja Diego. “Diego, maaf aku tidak bisa makan siang bersama.” Elena mengambil tas yang ia letakkan di kursi. “Apa ada pekerjaan yang mendesak? Atau kamu sakit?” Diego terlihat khawatir. “Tidak ada, aku harus pergi sekarang.” Elena tersenyum. “Elen, kamu harus segera makan, jangan sampai penyakit kamu kambuh.” Diego memegang tangan Elena. “Ya, terima kasih, kamu bisa membungkuskan untuk diriku.” Elena tersenyum lembut. “Baiklah, hati-hati.” Diego berjalan mengantarkan Elena ke mobil. “Dia bisa besikap lembut dan tersenyum manis pada Diego.” Excel mengepalkan tangannya. “Kenapa Elena pergi?” tanya Excel pada Diego yang kembali dari mengantar Elena. “Aku tidak tahu.” Diego memanggil pelayan agar membungkuskan makanan yang telah ia pesan dan mengantarkan ke kantor Elena. “Apa? Kamu bahkan membungkuskan makanan untuknya.” Excel mengerutkan alisnya. “Elena tidak bisa telat makan, kepalanya akan sakit hingga muntah-muntah.” Diego tersenyum. “Kenapa kamu menghabiskan waktu dengan wanita yang tidak mau menjadi kekasih kamu?” tanya Excel. “Dia tidak akan menjadi kekasihku tetapi ketika waktunya tiba kami akan menikah.” Diego tersenyum. “Apa maksud kamu?” tanya Excel. “Elena selalu berkata, ia akan berada di sampingku selamanya.” Diego bersiap untuk menikmati makan siangnya. “Excel, aku tidak akan bertahan jika Elena tidak memberikan harapan, ada banyak pria yang menginginkan dirinya tetapi ia lebih memilih selalu bersama dengan diriku.” Diego menatap Excel yang terdiam. Pernyataan Diego membuat Excel berpikir lagi tentang rencana balas dendamnya, ia tidak mungkin menghancurkan hubungan persahabatan mereka hanya karena Elena. “Hey, makanlah!” Diego membuyarkan lamunan Excel. “Apakah Elena pergi karena diriku?” tanya Excel. “Mungkin karena kamu mengganggu dirinya.” Diego menjawab tanpa melihat Excel. “Aku bukan pria bodoh yang bisa kamu tipu Excel.” Diego menahan emosinya. Dua pria tampan telah menyelesaikan makan siang bersama dan berjalan menuju parkir. “Excel, jangan pernah berpikir untuk merebut ataupun menyakiti Elena hanya karena sakit hati kamu di masa lalu.” Diego menatap tajam pada Excel. “Diego, apakah hanya karena wanita itu kamu akan memutuskan persahabatan kita?” Excel tersneyum sinis. “Aku tidak mau Elena berada diantara kita berdua hanya karena masa lalu yang tidak bisa kamu lupakan.” Diego tersenyum. “Hey, waktu itu kita hanya bermain, tidak ada yang serius.” Excel menepuk pundak Diego. “Baiklah, aku percaya karena perasaanku pada Elena tidak main-main dari dulu hingga detik ini.” Diego membuka pintu mobilnya. “Apa kamu mau pergi?” tanya Excel. “Ya, aku harus kembali bekerja.” Diego melambaikan tangannya. “Hey, aku sedang berlibur, apa kamu tidak mau menemani diriku?” Excel menahan pintu Diego. “Akan aku pikirkan.” Diego tersenyum dan menjalankan mobilnya meninggalkan restaurant. “Kenapa kamu harus benar-benar jatuh cinta pada Elena?” Excel melihat kepergian mobil Diego. Rasa benci dan dendam akan merusak diri sendiri, akan ada resiko yang harus ditanggung ketika pikiran berusaha menguasai hati yang tulus untuk membalaskan dendam, akan ada orang-orang yang tidak bersalah dan ikut tersakiti. Memaafkan dan melupakan semua kesalahan yang pernah terjadi di masa lalu lebih baik agar kaki tetap bisa melangkah lebih ke depan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD