Alena Sanjaya

1203 Words
Alena Sanjaya, tidak ada yang salah dari gadis itu tetapi dengan terlahir dari hasil perselingkuhan Papa Sanjaya dan Mama Ambarwati tentu membuat  dirinya malu karena tidak memiliki keluarga utuh. Hidup dalam kesederhanan dan bahkan kekurangan sehingga dirinya tidak berani menampilkan diri di sekolah.   Gadis itu berusaha mencari Papanya ketika ia mau kuliah karena butuh biaya yang cukup besar, untuk bisa masuk ke kampus keren dan gratis nilai Alena tidak cukup sehingga dirinya tidak lulus seleksi. Alena sangat ingin kuliah di kampus terkenal dan mahal tetapi dengan Mama yang hanya memiliki toko roti tidak akan mempu untuk membayar biaya yang sangat mahal.   Alena akhinya berhasil membujuk Mama Ambarwati untuk mempertemukan dirinya dan Papa Sanjaya dengan cara percobaan bunuh diri. Gadis itu cukup berani  agar  memiliki keluarga utuh walaupun namanya tidak tertulis dalam keluarga Sanjaya. Untuk menebus kesalahan di masa lalu papa Sanjaya membawa Ambarwati dan Alena pindah kerumahnya.   Melihat rumah mewah dan kamar Elena yang paling indah membuat gadis itu menjadi serakah dan ingin memiliki yang sama dengan kakaknya. Alena langsung menuju kamar Elena dan melihat semua hadiah, tropi , penghargaan, sertifikat yang terpajang rapi di lemari kaca, kekecewaan itu terlihat jelas di matanya, ia berpikir dengan hidup enak membuat Elena menjadi gadis yang cerdas. Alena tersenyum memperhatikan kamar yang telah menjadi miliknya sejak datang kerumah itu karena kedatangannya tepat dimana Elena telah berada di Asrama kampus.   “Aku berhak atas kenikmatan ini, Elena sudah cukup puas menjadi nona muda yang sombong.” Alena duduk di depan cemin raksasa.   “Elena, kenapa kamu diciptakan dengan sempurna? Cantik, cerdas dan dicintai banyak orang.” Alena mengambil foto Elena yang ada di laci lemarinya, ia sengaja mencari tahu tentang kakaknya yang sangat popular sehingga dirinya cukup tidak percaya diri untuk mendekati apalagi disandingkan dengan Elena. Terdengar ketukan pintu dan mama Ambar masuk, ia melihat putrinya telah cantik dengan gaun pesta untuk acara makan malam berkumpul bersama anggota keluarga. Wanita seksi itu terlihat cantik dengan gaun merah terang berjalan masuk mendekati Alena.   “Putri Mama sangat cantik.” Ambar memegang pundak Alena yang terbuka.   “Cantik mana aku dan Elena?” Alena menatap mamanya dari pantulan cermin.   “Tentu saja cantik kamu sayang.” Ambar mencium kepala Alena.   “Apa tamu kita sudah datang Ma?” tanya Alena tersenyum pada Mamanya, ia tidak sadar mereka berdualah yang jadi tamu di rumah ini.   “Sayang, kamu harus bersikap baik di depan Tante Ema dan Elena, merekalah pemilik rumah ini.” Mama Ambar duduk di tepi tempat tidur.   “Ma, tapi kita berhasil mengusir mereka satu persatu dari rumah papa.” Alena tersenyum lebar.   “Mama berhasil mengambil ranjang Tante Ema dan aku memiliki kamar Elena, sangat menyenangkan.” Alena beranjak dari kursi dan berputar bagaikan model di atas karpet merah. Ia menggunakan gaun merah muda sebatas paha dengan renda di d**a dan ujung bagian bawah.   “Ayo Sayang, kita turun.” Ambar tersenyum menggandeng tangan Alena keluar dari kamar.   “Alen. Apa kamu sudah pindah ke kamar lain?” tanya Papa yang sedang duduk di ruang tengah dan melihat pada dua wanita cantik menuruni tangga.   “Pa, Alen sudah betah di kamar itu.” Suara Alena terdengar manja dan segera memeluk papanya.   “Alen, itu kamar Elena, dia sendiri yang merubah desainnya.” Papa mengusap kepala Alena.   “Pa, Kak Elen sudah lama menikmati kamar itu.” Alena cemberut.   “Sayang, tidak boleh seperti itu.” Mama Ambar menyentuh tangan Alena dengan lembut.   “Tanyakan pada Elena, apakah dia mengizinkan kamu memakai kamarnya.” Tuan Sanjaya beranjak dari sofa dan berjalan menuju perkarangan rumah.   “Pa, ini rumah Elena atau rumah Papa?” Alena berteriak.   “Alen!” Mama Ambarwati segera menutup mulut Alen.   “Ma, Papa tetap menjadikan Mama dan aku yang kedua.” Alena kesal.   “Dengar, perusahaan Ema Lorenza yang telah membantu perusahaan Papa kamu.” Mama Ambarwati menekankan suaranya.   “Jadi Papa dan Tante Ema belum cerai?” tanya Alena menatap Mama Ambarwati.   “Belum Sayang, Papa tidak akan menceraikan Ema.” Mama Ambarwati menutup mulut Alena.   Sebuah mobil berwarna merah terang memasuki perkarangan rumah yang sangat luas, Papa Sanjaya tersenyum melihat, dua orang wanita cantik yang keluar dari mobil, Ema Lorenza dan Elena Sanjaya.   “Selamat malam Sayang, kapan kamu kembali?” Tuan Sanjaya mendekati Ema yang benar-benar cantik dan elegan dengan gaun hitam berkilau di tubuh putih bersihnya.   “Sore tadi.” Ema melirik Elena yang masih berdiri di depan pintu mobilnya.   “Elen Sayang kemarilah.” Tuan Sanjaya membentangkan tangannya.   “Papa sudah punya putri lain.” Elena tersenyum.   “Sayang, maafkan papa, itu kesalahan yang tidak papa sengaja.” Sanjaya berjalan mendekati Elena.   “Papa menyakiti Mama.” Elena menatap tajam pada Sanjaya.   “Ema, tolong bawa Elena masuk.” Papa kembali pada Ema Lorenza dan memegang tangannya.   “Sanjaya, aku mau kita bercerai.” Ema melepaskan tangan Sanjaya.   “Sayang, jangan katakan itu, aku mencintai dirimu dan Elena.” Sanjaya kebingungan.   “Pa, ini tidak adil untuk Mama.” Elena melihat dua orang wanita berjalan mendekat.   “Mba Ema, tolong maafkan kami.” Ambarwati terlihat sedih.   “Kami tidak pantas berada di rumah ini.” Mama Ambarwati memeluk Alena.   “Jika kamu tahu tidak pantas tetapi kenapa kalian masih berada di rumah kami.” Tatapan tajam terlihat jelas di mata Elena.   “Kak, aku juga anak kandung Papa, aku berhak mendapatkan kekayaan yang telah kakak nikmati selama ini.” Alena menatap tajam pada Elena.   “Hah, kasihan sekali anak dari jalanan berharap menjadi tuan putri.” Elena tersenyum sinis.   “Elen!” Papa berteriak.   “Apa pa? Papa mau membela anak haram papa.” Elena menatap tajam pada Sanjaya.   “Plak!” Sebuah tamparan keras mendarat di pipi putih Elena yang dengan cepat berubah menjadi merah.   “Sanjaya!” Mama Ema berteriak dan memeluk Elena.   “Terimakasih Pa, ini tamparan pertama Papa  untuk Elen karena Papa sudah punya putri lain.” Elena menatap tajam pada Alena.   “Berikan saja semuanya untuk keluarga baru Papa, karena Mamaku bukanlah pengemis.” Elena menatap sedih pada wajah cantik Mama Ema yang telah basah karena air mata.   “Elen, maafkan Papa.” Sanjaya menyentuh lembut tangan Elen.   “Jangan sentuh Elen Pa, karena itu terasa lebih sakit daripada tamparan.” Elen segera masuk ke dalam mobilnya, diikuti Mama Ema.   “Sayang, maafkan Papa, Ema tunggu.” Papa Sanjaya sangat frustasi melihat kepergian dua orang yang ia cintai.   “Pa, maafkan Alen karena telah membuat Papa manampar Elena.” Alena memeluk Papa Sanjaya.   “Lupakan saja.” Tuan Sanjaya melepaskan pelukan Alena dan berjalan masuk ke rumah. Alena tersenyum puas karena dapat melihat Elena di tampar oleh papa Sanjaya.   “Ma, kita berhasil  mengusir mereka dari rumah ini.” Alena tersenyum lebar dan memeluk mamanya.   “Sayang, Mama khawatir Elena akan balas dendam.” Mama melihat wajah Alena.   “Ma, Elena baru saja lulus kuliah, apa yang bisa ia lakukan? Bekerja saja belum.” Alena duduk di kursi yang ada di taman.   “Sayang, apa kamu lupa Tante Ema adalah seorang pengusaha.” Ambarwati duduk di samping Alena.   “Mama benar-benar tidak tahu informasi terbaru.” Alena tersenyum.   “Kedatangan Mama telah menghancurkan rumah tangga dan Perusahaan tante Ema.” Alena beranjak dari kursi dan terus tersenyum penuh kebahagiaan.   “Maksud kamu apa Sayang?” tanya Ambarwati.   “Perusahaan Tante Ema hampir bangkrut.” Alena tertawa terbahak-bahak.   “Bagaimana kamu bisa tahu tentang semua itu?” Mama Ambarwati tersenyum.   “Sejak kita menginjakkan kaki di rumah ini aku terus mencari informasi tentang Tante Ema dan Elena.” Alena terlihat serius.   “Elena terlalu sempurna dan itu membuat aku iri, ia mendapatkan cinta dan perhatian dari banyak orang bahkan pria paling popular menyatakan cinta pada dirinya dengan sangat romantis.” Tatapan penuh kebencian terlihat jelas di sorotan mata Alena.   “Apa dia menerima pria itu?” tanya Ambarwati.   “Elena sangat sombong sehingga ia menolak Excel, pria paling tampan dan kaya itu.” Alena tersenyum puas.   “Sayang, apa kamu akan memikat pria tampan dan kaya?” Ambarwati beranjak dari kursi membelai rambut Alena.   “Tentu saja Ma.” Alena memeluk Ambarwati dengan manja.   “Ayo kita makan malam.” Ambarwati menggandeng tangan Alena masuk kedalam rumah menuju ruang makan.   Bercerai dengan pasangan hidup dianggap sebagai solusi terbaik bagi banyak pasangan yang menikah. Alasan lain bercerai adalah memberi pasangan hidup pelajaran sebagai jalan keluar yang baik untuk mengakhiri rasa sakit hati tetapi perceraian akan berdampak bagi suami, istri dan anak.                      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD