Chapter 5

1210 Words
"Halo.." Hendra kemudian menekan tombol loudspeaker agar Renata dapat mendengar dengan jelas apa yang diucapkan oleh Olivia via telepon. Gadis itu memang tidak memintanya. Hanya saja Hendra ingin agar Renata mendengar pembicaraannya bersama Olivia. "Halo, Hendra." Olivia terdengar begitu excited di seberang sana. "Gimana di Bali, lancar? Kamu udah makan?" Gadis itu langsung memberikan pertanyaan sebagai bentuk perhatiannya. Hendra jarang mengangkat telepon dari Olivia karena ia malas berbicara dengan gadis itu. "Udah." "Syukurlah. Kamu jangan begadang lagi ya." Hendra tidak membalas ucapan itu. Ia justru kini menatap Renata yang sedang duduk di pangkuannya. Hendra sengaja menarik tangan Renata dan menahan gadis itu agar tidak bangkit setelah jatuh dan duduk tepat di pangkuannya. Ia nyaman melakukannya dan kemudian memutuskan untuk mengangkat telepon dari Olivia. "Aku sibuk." Renata kini menatap Hendra. Hatinya terasa teriris setiap kali memikirkan akan bagaimana Olivia bila ia mengetahui fakta dibalik sibuknya Hendra selama ini. Bahkan di detik ini juga misalnya. Saat Hendra berdalih dirinya sibuk bekerja pada sang tunangan, padahal ia tengah memangku seorang wanita untuk ditiduri. Ya, Renata yakin laki-laki itu akan menagih jatahnya. "Hen. Walaupun kamu sibuk, tapi kamu harus tetep jaga kesehatan." "Jangan hubungi aku dan Renata selama di Bali." Renata reflek menggenggam baju bagian bawahnya. Ia merasa tegang menanti akan seperti apa respon dari Olivia setelah Hendra mengatakan hal itu. Renata jujur merasa gemas. Seharusnya Hendra berbasa-basi terlebih dahulu. Mereka sangat jarang berkomunikasi. Lalu sekalinya Hendra mengangkat telepon, lelaki itu justru melarang Olivia untuk menghubunginya. Bukankah itu sangat menyebalkan? Tidak ada respon apapun dari Olivia setelah lima belas detik. Gadis itu terdiam. "Itu saja. Bye.." "Hen-" Hendra langsung mengakhiri sambungan telepon karena memang hanya itu yang ingin ia sampaikan. Sesuai janjinya kepada Renata. Melihat sikap Hendra yang seperti itu membuat Renata sangat kesal. "Pak, sebaiknya-" "Habis ini dia pasti menghubungi kamu. Jangan direspon," potong Hendra cepat. "Pak, Mbak Olivia pasti-" "Saya akan kirim chat untuk pastikan dia tidak menganggu selama kita disini. Kalau dia tetap menghubungi kamu, kabari saya." Hendra lantas fokus menatap ponselnya untuk mengetikkan pesan. Renata kemudian menghela napas. Ia tahu bahwa dirinya tidak seharusnya ikut campur dengan hubungan Hendra dan Olivia. Tugasnya disini hanya sebagai perempuan yang menyediakan segala kebutuhan Hendra. Termasuk kebutuhan biologis lelaki itu. Hanya saja Renata merasa kasihan kepada Olivia yang diperlakukan seperti itu Hendra. Mereka itu bertunangan namun sikap yang Hendra berikan kepada Olivia sangat jauh dari hal yang seharusnya dilakukan sebagai pasangan. Hendra benar-benar tidak menganggap gadis itu. Renata sendiri tidak tahu apa yang akan Hendra lakukan setelah menarik dirinya dan menahan Renata tetap duduk di pangkuannya seperti ini. Ini sudah malam dan seharusnya mereka beristirahat. Akan tetapi Renata yakin bukan itu yang ingin dilakukan Hendra saat ini. Renata berniat bangkit dari posisi duduk di atas pangkuan Hendra. "Tetap seperti ini," ucapan Hendra tegas. Tangannya pun melingkari pinggang Renata seolah menahannya. Alhasil Renata tidak bisa bangkit dan ia tetap pada posisinya. Hendra telah selesai mengetikkan pesan untuk Olivia. Ia lantas menunjukkan layar ponselnya kepada Renata. Seolah ingin agar gadis itu membaca pesan yang ia ketikkan. Renata membaca pesan itu. Cukup panjang namun tidak sepanjang itu. "Mbak Olivia sudah balas pesannya, Pak." Hendra sama sekali tidak melirik ponselnya melainkan memberikan ponsel itu kepada Renata. "Balas aja sesuka kamu." "Bapak-" "Kamu biasanya berharap saya perhatian ke dia, kan?" tanya Hendra seolah menantang. Renata pun terdiam. "Coba kamu chatting sama dia. Dia pasti senang ngira itu saya." Renata pun terdiam. Bila ia berada di posisi Olivia dan mengetahui semua ini, dirinya pasti akan menangis darah. "Anggap aja hiburan untuk dia setelah saya melarang dia menghubungi saya seminggu." Renata pun terdiam. "Hmm?" Hendra kembali memberikan ponselnya. Renata merasa kasihan melihat Olivia tadi yang terdiam saat Hendra mengatakan agar Olivia tidak menghubunginya. Benar apa yang dikatakan Hendra. Gadis itu pasti akan senang bila Renata mengetikkan pesan seolah yang mengirim pesan itu adalah Hendra. "Baik, Pak." Renata pun mengambil alih ponsel Hendra dan mulai membaca pesan yang dikirimkan Olivia. "Saya balasnya gimana?" tanya Renata. "Terserah kamu." Renata terdiam. Cup.. Sebuah kecupan kecil Hendra jatuhkan di pipi Renata. Kedua tangan lelaki itu juga kini memeluk Renata erat. "Sepuluh menit untuk chatting dengan dia. Setelah itu kita tidur." Renata menatap Hendra tidak percaya. Lelaki itu pun menatap Renata juga. Getaran ponsel Hendra di tangan Renata membuatnya kembali fokus kepada pesan Olivia. Renata pun menggenggam ponsel itu erat. Gadis itu sangat menginginkan perhatian dari Hendra. Lalu kini Hendra membebaskan Renata mengetikkan apapun untuk dikirim kepada Olivia. Olivia tentu akan menduga itu kirimin dari Hendra. Keadaan ini membuatnya merasa bimbang. Di satu sisi ia merasa tidak tega membohongi Olivia, namun Renata sudah terlalu sering melakukannya. Bagaimana bisa Renata diberi akses seluas itu untuk menjelajahi ponsel Hendra padahal tunangannya sendiri pun tidak pernah melakukan hal tersebut. "Nggak mau bales chat dia?" tanya Hendra yang sejak tadi memperhatikan Renata hanya terdiam. Renata masih merasa bimbang sehingga ia hanya diam saja. " Ya sudah." Hendra sudah bersiap untuk mengambil kembali ponselnya namun Renata menahan tangan lelaki itu. "Sebentar, Pak. Saya masih mikir nyari kalimat yang pas," ujar Renata seraya menatap Hendra. Hendra kemudian tersenyum. "Good." Renata sedikit terkesima melihat lelaki itu tersenyum. Hendra jarang menunjukkan senyumannya. Bahkan di hadapan orang tuanya sekali pun. Renata terkadang merasa beruntung karena ia bisa menjadi orang yang menyaksikan betapa indah senyuman Hendra. Hendra yang tersenyum adalah sebuah hal langka. "Saya minta Mbak Olivia jaga kesehatan, Pak." "Silahkan," ujar Hendra kemudian menyandarkan kepalanya pada bahu Renata. Ia lantas memeluk Renata. Baginya posisi seperti ini adalah posisi ternyaman. Renata benar-benar menghabiskan waktu sepuluh menit untuk melakukan chatting dengan Olivia. Dirinya yakin bahwa gadis itu pasti merasa senang. Olivia bahkan sangat fast respon dalam membalas pesan. Di sela-sela chattingan yang Renata lakukan, ia melakukan scroll down untuk melihat riwayat pesan antara Hendra dan Olivia. Renata tidak membacanya satu persatu melainkan hanya untuk melihat seberapa banyak mereka bertukar pesan. Nyatanya Hendra tidak pernah membalas pesan Olivia lebih dari dua kali. "Sepuluh menit sudah habis," ucap Hendra. Renata benar-benar belum menyelesaikan percakapannya dengan Olivia namun Hendra kini mengambil kembali ponselnya. Dari tadi lelaki itu hanya diam seraya memeluk dan menyandar di bahu Renata. Entah bagaimana caranya menghitung waktu sepuluh menit dengan sangat tepat. "Sekarang kita tidur." Renata pun terdiam. Dirinya tidak yakin Hendra benar-benar hanya akan meminta tidur malam ini. "Kenapa?" tanya Hendra menatap Renata yang terlihat bingung. "Beneran tidur, Pak? Nggak ngapa-ngapain?" Hendra kembali tersenyum. "Kamu mau saya apa-apain?" Renata pun langsung menggelengkan kepalanya. "Oke. Kita bener-bener tidur malam ini." Renata dapat bernapas lega. "Tapi tidak untuk besok." Hendra pun kembali tersenyum dan kemudian menjatuhkan ciuman di bibir Renata. Kini darah Renata terasa berdesir. Jantungnya pun terasa berdetak begitu kencang. Dirinya menjadi tidak yakin apa ia benar-benar hanya akan tidur bila Hendra memagut bibirnya seperti ini. Selain itu, ia merasa semakin bersalah karena menghabiskan waktu tidur bersama tunangan orang lain. Dirinya benar-benar seperti seorang selingkuhan. Merasakan Renata yang hanya diam saja tidak membalas ciumannya, Hendra pun menghentikan kegiatan itu. Ia memberi sedikit jarak antara wajahnya dan wajah Renata. Tangannya mulai membelai pipi gadis itu. "Kalau kamu tidak nyaman, bicara. Saya bisa kasih toleransi dua hari selama disini. Lebih dari itu, kamu harus jalani kewajiban kamu terhadap saya di atas sana," ucap Hendra seraya menunjuk ranjang yang akan menjadi tempat mereka beristirahat selama di villa ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD