Bab. 22

1742 Words
Aruna        Aku turun dari bus yang mengantar ku dari sekolah menuju ke rumah ku. Aku pun menuruni tangga halte dan berjalan ke pinggir jalan. Kepala ku menoleh ke arah kanan dan kiri secara bergantian, ketika sudah tak ada lagi kendaraan yang melintas aku pun menyebrangi jalanan tersebut, masuk ke dalam gang yang mengantar ku untuk menuju ke rumah ku. Karena, hari ini aku mendapatkan uang dari hasil juara olimpiade ku kemarin. Aku berinisiatif sebelum pulang tadi, aku pergi ke suatu restoran untuk membeli beberapa makanan yang enak untuk ibu. Karena, ibu juga tak mau menerima uang sedikitpun dari hasil aku menang olimpiade, jadi pasti kalau aku membelikan makanan untuk ibu, pasti ibu akan menerima nya.        "Wah Aruna, bawa apa itu di tangan nya," ucap ibu-ibu yang sedang merumpi di salah satu rumah warga. Biasalah, namanya juga aku tinggal di daerah yang masuk gang seperti ini, jadi sekitar jam 3 sore ibu-ibu di daerah rumah ku pasti pergi ke tempat salah satu rumah warga dan mengobrol-ngobrol ringan atau merumpi. Aku yang tiba-tiba di tegur oleh seorang ibu-ibu pun langsung menoleh ke arah nya. Aku tersenyum melihat nya. Berusaha bersikap sopan. Walaupun, aku sebenarnya tidak nyaman dengan sikap warga di daerah ruma ku. Karena, mereka itu suka sekali mengurusi urusan orang.         "Iyaa Bu, ini makanan buat ibu sama ayah di rumah," ucap ku ramah.         "Wah, lagi banyak uang ya Aruna?" saut ibu-ibu yang lainnya. Aku pun hanya tersenyum saja menanggapi ucapan mereka.        "Yaudah ya Bu, Aruna pulang dulu," pamit ku cepat-cepat ingin pergi dari hadapan ibu-ibu rumpi tersebut. Huh! Mereka selalu saja ingin tahu urusan orang, mereka kumpul-kumpul seperti itu apa tidak memikirkan urusan-urusan di rumah nya apa. Lagian, ini udah sore masih saja sibuk merumpi di rumah orang. Heran! Aku pun sampai di depan rumah. Pun aku mengetuk pintu terlebih dahulu.         Tok tok tok!        "Ibu!" panggil ku. Namun, ibu pun tak kunjung keluar untuk membukakan pintu rumah untuk ku. Jadi, aku langsung saja membuka pintu rumah. Tak terkunci. Artinya di dalam pasti ada ayah atau ibu. Tapi, jika ayah tak mungkin, karena jam segini ayah pasti pergi ke luar entah pergi ke mana dan apa yang ia lakukan. Motor di halaman samping rumah juga tak ada, berarti benar ayah sedang tak ada di rumah. Dan artinya, di dalam pasti ada ibu. Tapi, mengapa ibu tak menyahut panggilan dari ku. Ketika aku membuka pintu, keadaan di dalam rumah sangat gelap sekali. Lampu-lampu di ruangan semua nya padam. Aku pun berinisiatif untuk langsung menghidupkan semua lampu-lampu di ruangan. Ketika lampu semua sudah ku hidupkan. Sepi. Tak ada orang. Tapi, kenapa pintu rumah tidak terkunci? Memang ibu kemana? Aku pun berjalan terlebih dahulu ke dapur untuk menaruh makanan yang aku beli tadi di sebuah restoran. Kemudian, aku mengambil handphone yang ku taruh di saku baju seragam sekolah ku. Aku mencari kontak ibu. Setelah ketemu kontak ibu, aku pun langsung menelpon ibu. Tak lama, ibu pun mengangkat panggilan dari ku.        "Halo ibu?" sapa ku terlebih dahulu.        "Oh iya Aruna, kenapa nak?" tanya ibu dari seberang sana.        "Ibu dimana? Ini aku udah di rumah tapi, tak ada orang. Pintu rumah juga tak di kunci," ucap ku.        "Oh ibu lagi di tempat ibu Ajeng, Aruna. Ibu lagi belajar buat bolu di rumah nya, kebetulan tadi Bu Ajeng mengajak ibu untuk membuat bolu bersama-sama, nanti sebentar lagi ibu pulang kok,"        "Oh yaudah, aku tunggu di rumah ya Bu,"         "Iya Aruna," kemudian ibu pun langsung menutup telepon dari ku. Karena, ibu bilang sebentar lagi akan pulang, aku membuka semua makanan yang ku bawa tadi. Aku letakkan semuanya di atas piring, lalu ku taruh di tengah-tengah meja makan dan ku tutup makanan-makanan itu Dnegan tudung saji yang tergeletak di atas meja makan. Setelah itu, aku pun pergi ke kamar untuk mandi, karena badan ku sudah sangat lengket sekali. Penuh dengan keringat. ---        "Ini Emma! Kau bawa ya bolu ini buat Aruna, dia itu sangat suka sekali dengan bolu buatan saya yang ini," ucap Bu Ajeng kepada Emma yang sedang mencuci tangan nya yang kotor bekas mengaduk adonan tadi bersama Bu Ajeng di wastafel.         "Eh? Kok repot-repot sih Bu? Tak usah Bu, ini juga udah lebih dari cukup," ucap Emma menolak dengan halus. Karena, Emma sudah merasa sangat tidak enak sekali dengan Bu Ajeng yang sudah sering membantu nya.         "Loh, tak apa Emma, aku ingin Aruna juga mencicipi bolu buatan saya ini, jadi selain Aruna memakan bolu buatan dari kau, Aruna juga harus memakan bolu buatan ku. Selain itu juga, lihatlah ini di meja makan ini, banyak sekali bolu-bolu yang kita buat hari ini, dan sudah pasti suami saya dan saya tidak akan bisa menghabiskan semua bolu-bolu ini, andaikan di rumah ini ada anak-anak, pasti sudah jelas mereka akan menghabiskan dengan cepat bolu-bolu buatan kita ini," ucap Bu Ajeng yang tiba-tiba saja merasa sedih, mengingat dirinya yang tidak bisa memiliki anak sampai sekarang. Mendengar ucapan Bu Ajeng yang seperti itu, Emma yang sedang mencuci tangan pun lantas dengan segera mengelap tangan nya yang basah ke baju nya dan langsung mendekat ke arah Bu Ajeng yang sedang terduduk di kursi makan.          "Bu Ajeng ... Jangan berkata seperti itu, semua orang sudah diberikan rezeki nya masing-masing. Mungkin saat ini Bu Ajeng belum diberikan kepercayaan oleh tuhan untuk memiliki seorang anak, tapi nanti... Nanti suatu saat akan tiba waktunya, Bu Ajeng akan menggendong anak Bu Ajeng sendiri ... Atau Bu Ajeng bisa menganggap Aruna itu anak Bu Ajeng juga," ucap Emma sambil mengelus-elus bahu Bu Ajeng. Bu Ajeng pun langsung tersenyum kembali mendengar ucapan dari tetangga nya itu. Emma. Bu Ajeng menghela napas. Bu Ajeng merasa tenang sekali mendengar omongan yang di lontarkan Emma tadi.          "Iya, saya juga sudah menganggap Aruna seperti anak saya sendiri kok, makanya saya sangat senang sekali mengurus Aruna. Dia adalah anak yang cantik, pintar, dan sopan," ucap Bu Ajeng. Emma yang mendengar nya pun menyetujui nya, memang benar Aruna itu membawa aura yang sangat positif kepada orang-orang yang ditemui oleh nya. Emma sangat bersyukur sekali bisa memiliki anak seperti Aruna. Emma pun melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan nya. Tepat saja, jam sudah menunjukkan waktu pukul 5 sore dan Emma harus segera pulang, mengingat Aruna yang sendirian di rumah.         "Emm ... Bu Ajeng, hari sudah sore, saya harus pulang sekarang. Pasti sekarang Aruna sudah menunggu saya di rumah," ucap Emma berpamitan dengan Bu Ajeng yang masih sibuk membungkus bolu-bolu yang akan Bu Ajeng berikan kepada Emma untuk membawanya pulang, memberikan bolu-bolu yang telah di buat bu Ajeng untuk dicicipi oleh Aruna.          "Oh iya iya, terima kasih ya sudah menemani saya membuat bolu hari ini. Rasanya senang sekali. Akhirnya, ada yang menemani saya membuat bolu," ucap Bu Ajeng. "Dan ini jangan lupa di bawa ya Bu, untuk Aruna di rumah. Untuk cemilan Aruna di rumah, menemani Aruna ketika dia sedang belajar," lanjutnya.          "Iya Bu, terima kasih banyak yaa ... Maaf merepotkan ya Bu. Ngomong-ngomong suami Bu Ajeng kapan pulang?" tanya Emma.          "Paling sebentar lagi pulang kok," jawab Bu Ajeng sambil melihat Jam yang tergantung di dinding rumah nya. Emma pun mengangguk mengerti.          "Baiklah, kalau begitu saya pulang dulu ya Bu. Terima kasih sekali lagi untuk semua bolu-bolu nya, seperti nya di rumah saya nanti akan ada pesta bolu hahaha," ucap Emma sambil tertawa. Bu Ajeng pun ikut tertawa mendengar lontaran kalimat yang diucapkan oleh Emma itu. Emma pun dengan segera mengambil kantong-kantong plastik yang sudah di siapkan di atas meja makan itu.          "Hati-hati ya Emma, nanti kapan-kapan jika kau libur kerja lagi dan memiliki banyak waktu kosong, datanglah ke rumah saya ya... kita belajar bikin makanan-makanan lain ya, sekalian ajak Aruna juga biar dia ikut belajar memasak juga," ucap Bu Ajeng sambil berjalan mengantarkan Emma ke depan pintu rumah nya. Emma pun mengangguk.          "Iya Bu, nanti kapan-kapan saya ke rumah Bu Ajeng lagi," ujar Emma. "Yasudah ya Bu, saya pamit pulang dulu. Terima kasih untuk semuanya ya Bu,"           "Iya," Emma pun berbalik meninggalkan rumah Bu Ajeng.           "Hah... Beruntung nya saya memiliki tetangga seperti Bu Ajeng, sungguh ia sangat baik sekali. Hanya ia lah yang memiliki kepedulian yang sangat tinggi kepada keluarga saya, terutama dengan Aruna," ucap Emma dengan diri sendiri. Tak lama Emma pun sampai di halaman rumah nya, karena rumah Bu Ajeng dengan Emma lumayan dekat hanya dipisahkan oleh 6 rumah saja.          "Aruna... Ibu sudah pulang nak!" ucap Emma ketika sudah membuka pintu rumah nya. Emma pun berjalan ke dapur untuk menaruh bolu-bolu yang di berikan oleh Bu Ajeng tadi ke meja makan yang tidak terlalu besar nya itu.           "Aruna!!!" panggil Emma. Tak lama pintu kamar anak nya itu pun terbuka dan menampakkan Aruna yang sudah berpakaian kaos polos berwarna hitam dan celana panjang training nya.           "Eh ibu..." sapa Aruna ketika pandangan nya melihat Emma yang sedang mengeluarkan bolu-bolu dari dalam plastik. Aruna pun berjalan menghampiri Emma.          "Ibu bawa apa?" tanya Aruna sambil membantu Emma membuka ikatan plastik nya.          "Nah ibu bawa bolu-bolu yang banyak!!!" jawab Emma dengan semangat.          "Loh banyak sekali, ini semua ibu membeli nya?" tanya lagi Aruna sambil menarik kursi untuk ia duduki. Emma pun menggeleng.         "Bukan Aruna, kan tadi ibu sudah bilang dengan kau, ibu habis dari rumah nya Bu Ajeng. Ia mengajak ibu untuk membuat bolu bersama di rumah nya, terus karena tadi membuat cukup banyak bolu, jadi Bu Ajeng membawakan nya juga untuk kau, khusus buat kau," jawab Emma sambil memberikan bolu yang ia bawa tadi ke Aruna. "Itu makan lah, coba di cicipi," lanjut Emma. Kemudian, Emma pun berjalan ke arah rak piring untuk mengambil beberapa piring untuk menaruh bolu-bolu yang lain. Sungguh, ini banyak sekali.         "Gimana enak?" tanya Emma menolehkan kepala nya ke Aruna. Aruna pun mengangguk. Seperti biasa rasanya enak sekali, Aruna sudah sangat hapal dengan rasa kue yang dibikin oleh tangan Bu Ajeng. Karena, hampir setiap minggu Bu Ajeng mengirimkan kue-kue yang ia buat ke rumah Aruna. Bu Ajeng memang sangat senang sekali membuat kue. Aruna pernah sempat berpikir, mengapa Bu Ajeng tidak membuat toko kue saja, pasti banyak sekali yang membeli nya. Aruna juga ingin sekali belajar membuat kue dengan Bu Ajeng, tapi Aruna cukup sibuk dengan tugas-tugas yang di berikan oleh guru di sekolah nya. Di tambah karena, ibu pun bekerja dan Aruna lah yang sibuk merapihkan rumah. Jadi, Aruna tak memiliki waktu yang kosong untuk belajar membuat kue bersama Bu Ajeng.           "Oh ya, Aruna tadi Bu Ajeng juga mengajak kau untuk belajar membuat kue, nanti ya jika ibu libur kerja lagi, ibu akan mengajak kau juga pergi ke rumah Bu Ajeng," ucap Emma menyampaikan pesan dari Bu Ajeng tadi. Aruna pun hanya mengangguk menanggapi ucapan Emma. []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD