Bab. 37

1816 Words
      Kabar yang di bawa oleh Jogi kemarin itu membuat perasaan Lamtiar ataupun Duma merasa senang sekali. Akhirnya mereka akan membeli sebuah rumah baru di suatu perumahan di kota Medan ini.        "Lamtiar, ayo! Kita pergi sekarang," ucap Jogi yang muncul dari kamar nya itu. Kemudian, Jogi pun mengedarkan pandangan nya. Mencari sosok anak semata wayangnya yang ia sayangi itu.        "Ngomong-ngomong Duma kemana? Dia tidak mau ikut kita?" tanya Jogi kepada Lamtiar yang sedang mengambil tas nya di dalam kamar.       "Sepertinya tidak. Entahlah setelah sarapan tadi dia tidak keluar dari kamar. Mungkin dia sedang mengerjakan sesuatu yang penting di kamar nya," jawab Lamtiar sambil menutup pintu kamar nya.       "Sudahlah ayo, kita berangkat," ucap Lamtiar. Namun, sebelum Lamtiar mengikuti langkah suami nya itu untuk pergi keluar, Lamtiar pun terlebih dahulu menghampiri Duma yang berada di dalam kamar nya. Lamtiar menekan knop pintu kamar Duma dan mendorong pintu tersebut sampai terbuka lebar.       "Duma, ibu dan ayah akan pergi sekarang. Kau jaga rumah ya, pintu nya kau kunci saja," ucap Lamtiar berpesan kepada Duma yang sedang selonjoran di atas kasur dengan sebuah laptop di pangkuan nya. Duma pun menoleh ke arah pintu yang menampilkan Lamtiar yang sudah berpakaian dengan rapih.        "Iya ibu," ucap Duma. Lalu, Lamtiar menutup kembali pintu kamar anak nya tersebut. Kemudian, Lamtiar langsung menyusul suami nya yang sudah menunggu nya di dalam mobil itu. ---       "Kita mau cari rumah dimana Jogi?" tanya Lamtiar sambil memainkan ponsel nya.        "Di perumahan. Teman ku ada yang menyarankan kepada ku untuk membeli rumah di perumahan dan sekarang ini kita langsung menemui penjual nya itu," ajwab Jogi sambil membelokkan mobil nya ke kiri. Lamtiar langsung menoleh ke arah suami nya.       "Loh? Udah dapat rumah nya? Kok tidak bilang-bilang dulu?" tanya Lamtiar lagi.       "Ya ini, kan saya bawa kau ikut dengan ku. Nanti di sana kau bisa memberikan pendapat kau ketika kau sudah melihat rumah nya, saya juga belum lihat rumah nya, kalau misalnya kau dan saya setuju untuk membeli rumah itu. Nanti di sana kita bisa langsung membuat sebuah kesepakatan tentang harga rumah nya, jadi biar langsung gitu," ucap Jogi menjelaskan kepada Lamtiar. Lamtiar pun hanya mengangguk paham saja. Tidak lama, mobil yang di kemudikan oleh Jogi pun masuk ke daerah perumahan. Lamtiar pun membuka jendela mobil nya dan melihat-lihat suasana di perumahan itu.        "Bagaimana? Suasana nya adem ya, sepi," ucap Jogi. Lamtiar pun mengangguk menyetujui ucapan dari Jogi. Lamtiar sangat menyukai suasana yang seperti ini. Dan pastinya Duma, anak nya itu pun akan menyukai nya juga. Mobil Jogi pun melewati sebuah taman yang di sana ada banyak sekali orang-orang yang sedang pacaran, bahkan adapula ibu-ibu yang mendorong kereta bayinya di taman tersebut. Tidak lama, mobil yang di kendarai oleh Jogi pun berhenti di sebuah rumah.        "Sudah sampai?" tanya Lamtiar kepada Jogi. Jogi pun mengangguk.       "Keluar yuk, penjual rumah nya juga sudah ada di dalam," ucap Jogi sambil membuka pintu mobil nya. Kemudian, Lamtiar pun ikut turun dari mobil dan berjalan mengikuti Jogi dari belakang. Mereka menaiki tangga untuk sampai di sebuah pintu utama rumah. Lalu, Jogi menekan bel rumah tersebut. Tidak lama, pintu pun terbuka dengan lebar dan menampilkan seorang pria paruh baya dengan rambut nya yang sebagian sudah memutih juga kacamata yang bertengger di batang hidung nya tersebut. Pria itu pun tersenyum menyambut kedatangan Jogi dan Lamtiar.       "Mari silakan masuk," ucap pria paruh baya tersebut, kemudian ia langsung berjalan ke sebuah kursi. Pun Jogi dan Lamtiar pun mengikuti langkah pria paruh baya tersebut. Setelah mereka semua duduk, barulah pria paruh baya itu membuka percakapan.       "Kalian yang ingin membeli rumah ini kan?" tanya pria paruh baya itu. Jogi pun tersenyum mengangguk menanggapi pertanyaan yang dilontarkan oleh pria paruh baya tersebut.       "Iya pak,"       "Perkenalkan nama saya Aditia Adinata, saya adalah pemilik sekaligus yang ingin menjual rumah ini," ucap Aditia memperkenalkan diri nya kepada Jogi dan Lamtiar. Jogi menyambut uluran tangan Aditia.       "Saya Jogi Maruli dan ini istri saya Lamtiar Malungun," ucap Jogi.       "Baiklah langsung saja ya, ini kalian mau lihat-lihat dulu atau bagaimana?" tanya Aditia.        "Iya pak, kalau boleh kami ingin melihat-lihat dulu ke dalam," jawab Lamtiar.       "Oh tentu saja boleh. Kalau begitu, ayo ikut saya kita lihat-lihat ke dalam," ucap Aditia sambil berdiri dan melangkah lebih ke masuk ke dalam. Pun Jogi dan Lamtiar pun mengikuti langkah Aditia tersebut.       "Di sini kamar nya ada berapa pak?" tanya Lamtiar yang sedang melihat dapur.       "Di sini itu kamar ada tiga dan di dala nya masing-masing sudah tersedia kamar mandi. Lalu, ada kamar mandi di luar kamar satu, dan satu ruang lagi untuk gudang," ucap Aditia menjelaskan kepada Lamtiar.        "Oh iya, di belakang juga ada halaman lagi yang sedikit luas," lanjut Aditia menjelaskan. Lamtiar dan Jogi pun mengangguk paham mendengar penjelasan dari Aditia. Setelah mereka melihat-lihat ruangan yang berada di dalam rumah itu, mereka semua pun kembali ke ruang tamu.        "Jadi bagaimana?" tanya Aditia kepada Jogi dan Lamtiar. Karena, memang daritadi Jogi dan Lamtiar pun sembari diskusi mengenai rumah yang sedang mereka survey. Akhirnya, Lamtiar dan Jogi pun memutuskan untuk membeli rumah itu.       "Baik pak, saya dan istri saya setuju untuk membeli rumah ini. Selain, rumah ini membuat saya dan istri saya merasa nyaman, lalu lingkungan nya juga sangat cocok sekali dengan keluarga saya," jawab Jogi.        "Ya, memang benar sekali. Lingkungan di perumahan ini sangatlah asri, saya pun menyukai lingkungan di perumahan ini," ucap Aditia menyetujui ucapan Jogi.        "Jadi, dengan harga pun pak Jogi juga setuju?" tanya Aditia.        "Iya pak, dengan harga juga saya setuju," jawab Jogi.        "Baiklah, kalau begitu langsung di transfer saja ya pak, saya mau ke mobil dulu untuk mengambil sertifikat rumah ini," ucap Aditia berdiri dan langsung pergi menuju ke mobil nya. --- Aruna        "Terimakasih Bu," ucap ku sambil mengambil kembali uang ku di warung Bu Wati. Iya, aku membeli kertas folio untuk aku mengerjakan tugas. Guru mata pelajaran bahasa indonesia ku memberikan tugas meresume dan harus menulis di kertas folio. Sekarang aku harus buru-buru pulang. Karena, di rumah saat ini ibu ataupun ayah sedang tidak berada di rumah. Tadi, ibu berpamitan kepada ku, kalau ibu mau pergi ke tukang jahit untuk membuat baju, karena ibu bilang tadi ia memiliki satu bahan dan daripada di buang jadi ibu memilih ke tukang jahit untuk dibuatkan baju. Dan ayah, entah ia pergi kemana, palingan juga ayah sedang pergi tidak jelas dengan teman nya. Aku juga bingung sama ayah apa dia itu tidak merasa kalau hidup nya selama ini tidak berguna dan juga terus menerus menyusahkan keluarga. Apalagi ibu, ibu lah orang yang paling sering disusahin sama ayah. Ayah selalu minta uanglah, itulah, inilah. Benar-benar tidak malu sekali ayah itu. Dan melihat ayah Duma waktu itu, aku ingin sekali memiliki sosok ayah seperti ayah yang dimiliki oleh Duma. Sosok ayah yang penyayang, peduli, cinta kepada anak nya. Dan aku yakin, pasti ayah Duma itu sangat mencintai keluarga nya, melihat perlakuan yang ayah Duma berikan kepada Duma. Setiap berdoa, aku selalu meminta kepada Tuhan, bahwa tolong ubahlah sikap ayah yang buruk menjadi lebih baik. Aku meminta kepada Tuhan untuk ayah itu bisa menyayangi keluarga nya. Agar ayah itu tidak menyia-nyiakan keluarga kecil nya ini. Tapi, mungkin belum waktunya tuhan mengabulkan doa ku. Jadi, aku harus tetap terus berdoa untuk ayah, semoga ayah cepat berubah menjadi lebih baik. Tidak terasa aku sudah berada di halaman depan rumah ku. Aku pun menghentikan langkah ku sebentar. Aku terkejut sekaligus bingung kenapa pintu rumah itu terbuka lebar. Seingat ku, ketika aku pergi tadi aku sudah mengunci pintu rumah itu. Tanpa berpikir panjang lagi aku pun segera berjalan cepat menuju pintu tersebut dan langsung masuk ke dalam rumah. Aku mengedarkan pandangan ku ke seluruh penjuru rumah ini. Semuanya rapi, tidak ada yang berantakan. Aku pun kembali berjalan masuk menuju ke ruang tv. Sama. Semuanya masih rapih. Tapi, ketika aku melihat pintu kamar ku yang saat ini sudah terbuka lebar itu aku melebarkan kedua mata ku. Aku kembali terkejut. Siapa yang dengan beraninya masuk ke dalam kamar ku. Jika itu ibu, itu sangatlah tidak mungkin. Karena, tadi ibu bilang ia akan pulang sore. Dan sekarang masih pukul dua siang. Aku pun menaruh kertas folio yang ku beli tadi di atas meja. Kemudian, aku mengambil sapu yang berada di samping tv. Aku berjalan pelan-pelan menuju ke kamar ku. Aku mengintip sebentar. Melihat sosok yang berada di dalam kamar ku. Benar saja, di sana ada seorang pria dengan kaos berwarna hitam dengan celana jeans serta sandal .... tiba-tiba aku terfokus ke sandal yang dipakai oleh pria itu. Sandal itu .... Mirip seperti sandal yang dimiliki oleh ayah. Apa itu ayah? Tapi tidak mungkin. Ah! Sandal itu tidak hanya di miliki oleh ayah bukan? Aku pun kembali fokus kepada apa yang sedang pria itu lakukan di dalam kamar ku. Pria itu mengubrak abrik isi dari lemari ku. Daripada pria itu mengacak-acak tempat lainnya, aku langsung masuk ke dalam kamar ku. Aku berjalan mengendap-endap agar pria itu tidak merasa kalau ada orang lain di dalam kamar ini. Hah! Pakaian-pakaian ku yang sudah ku lipat rapih pun di keluarkan dari dalam lemari ku. Sekarang aku berdiri di belakang pria tersebut denga. Kedua tangan ku yang memegang gagang sapu yang siap memukul ke pria tersebut.        "Dimana ya? Biasanya dia taruh di dalam lemari," gumam pria tersebut yang masih terdengar pelan oleh ku. Tapi, tiba-tiba saja ia menemukan uang berwarna biru sebanyak dua lembar. Dan ia langsung mengambil uang itu. Hah? Diaa ... Siapa dia ini. Aku yang sudah tidak sabar lagi, langsung saja menaruh pelan sapu yang ku bawa tadi dan langsung menepuk pelan bahu pria itu sampai aku pun merasakan tubuh pria itu langsung menegang.         "Kau siapa?" tanya ku kepada nya. Namun, pria itu tetap diam tidak menjawab pertanyaan dari ku. Bahkan, pria itu pun tidak membalikkan tubuh nya menghadap ke arah ku.         "Hei! Kau ini siapa? Berani-beraninya kau memasuki rumah ini dan kamar ku," tanya ku lagi sambil menarik bahu nya itu lagi. Sampai ketika, pria itu pun membalikkan badan ku, dan dia pun melakukan gerakan tiba-tiba. Ia langsung mendorong ku ke kasur dan ia langsung berlari keluar dari kamar ku. Aku pun tidak tinggal diam. Aku segera bangun dari kasur dan mengejar pria tersebut. Ketika pria itu sudah hampir mencapai pintu depan rumah aku melihat-lihat ada barang apa yang bisa aku gunakan untuk menghentikan dia. Kebetulan, di pojok sana ada sepatu sekolah ku. Beruntungnya rak sepatu itu di taruh di pojok ruang tamu. Aku mengambil sepatu ku dan langsung melemparkan sepatu tersebut ke kepala pria itu. Dan kena! Lemparan sepatu ku mengenai bagian belakang kepala nya. Kemudian, pria tersebut langsung berhenti da memegangi bagian belakang kepala nya. Mungkin ia merasakan pusing akibat terkena lemparan sepatu dari ku. Aku langsung menghampiri nya dan langsung menarik tubuh nya untuk membalik ke hadapan ku. Seketika kedua mata ku terbuka dengan lebar. Betapa terkejutnya aku melihat siapa pelaku yang berani masuk ke dalam kamar ku dan mengubrak-abrik isi dari lemari baju ku, di tambah ia juga mengambil uang ku senilai seratus ribu. Ternyata ia adalah ayah ku. Ayah kandung ku sendiri. Aku sangat terkejut mengetahui hal ini. []
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD