Cinta Pertama

1294 Words
“Bro!!!” Rendi berteriak sambil melambaikan tangan dari pintu kedatangan. Narendra Alvaro Gunadhya atau yang kerap di sapa Rendra itu pun tersenyum ketika pandangannya berhasil menangkap sosok sang sahabat. Sesaat kemudian terdengar jeritan histeris dari para gadis yang sedang berbaris menunggu kerabat mereka di pintu kedatangan. Ternyata jeritan histeris itu ditujukan kepadanya, Rendra tidak mengerti kenapa yang pasti dirinya seperti aktor korea yang sedang mengunjungi Indonesia untuk konser. “Senyum-senyum sih, Lo! Jadi cewek-cewek pada histeris,” seloroh Rendi setelah pelukan masculin keduanya terurai. Seperti biasa, hanya senyuman yang diberikan Rendra sebagai balasan meski begitu merindukan sahabat kecilnya itu yang kini sedang melanjutkan pendidikan di Australia. “Kita jemput Alisha dulu di rumah sakit ya!” cetus Rendi dan sama seperti sebelumnya, Rendra membalas dengan anggukan. “Ndra! Gue heran deh, bokap lo ‘kan punya Privat Jet kenapa lo masih pake pesawat komersil sih?” celetuk Rendi yang fokus pada kemudi membawa mobil SUVnya keluar dari pelataran parkir Bandara Husein Sastranegara - Bandung. “Itu ‘kan punya bokap, Ren...bukan punya gue,” balas Rendra santai membuat Rendi merotasi bola matanya jengah. “By the way, lo langsung dari London ke sini?” Rendi kembali bertanya. “Nggak...gue pindah pesawat dari Jakarta karena tadinya mau ke rumah dulu tapi ternyata acara midodaremi Aura dipercepat jadi keluarga gue udah keburu ke Bandung,” tutur Rendra menjelaskan. “Si Aura anak sahabat keluarga Lo itu?” “Iya … anaknya tante Monica sama om Edward!” “Bukannya dia masih kuliah ya? Kenapa udah nikah?” kali ini pertanyaan Rendi lebih dalam karena sejujurnya dia pernah menaruh rasa pada Aura namun karena terpisah jarak, Rendi memilih mengubur perasaan itu. “Mana gue tau! Gue ‘kan jarang pulang,” jawab Rendra seraya mengendikan bahu. Rendi menyengir seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal kemudian kembali fokus setelah melirik Rendra yang ternyata sedang menatapnya dari samping dengan mata memicing skeptis. Rendi berdeham menetralkan suasana canggung yang terasa pekat, karena insting Rendra mulai bekerja. “Lo naksir si Aura ya,” tembak Rendra tepat sasaran. “Tuh pujaan hati, lo!” Rendi berseru mengalihkan pembicaraan dan bersyukur kepada Alisha yang sudah berdiri di gerbang rumah sakit, entah sejak kapan menanti mereka. Alisha adalah sahabat Rendra dan Rendi yang merupakan anak dari panti asuhan tempat di mana kedua orang tua Rendi dan Rendra mendermakan sebagian rezekinya. “Lama banget sih! Aku sampe digodain mamang jualan cilok,” omel Alisha setelah menghempaskan bokongnya di kursi penumpang belakang tanpa berniat menanyakan kabar dua pria tampan yang sudah terlebih dahulu duduk di kabin depan. “Maaf Non...gue harus jemput tuan muda ini dulu,” ujar Rendi seraya menyikut lengan Rendra. “Apakabar Alisha ....” Lain halnya dengan gadis itu, Rendra malah menanyakan kabar. “Baik...grandma Mery sama granpa Salim apa kabar?” Alisha balik bertanya. “Eh...cangkir bandrek, Lo ditanya Rendra kabar, bukannya tanya balik gimana kabar Rendra malah nanya kabar grandma sama grandpanya! Sakiiiiiit...hati Abang, Dek.” Rendi berkelakar, dia berakting seolah menghujamkan pisau tak kasat mata tepat di jantungnya. Alisha terkekeh mendengarnya, ada benarnya ucapan Rendi namun gadis tangguh seperti Alisha akan selalu memiliki jawaban. “Eh...kobokan rumah makan padang! Rendra ‘kan ada disini ya pasti dia baik-baik aja lah,” balasnya tidak mau kalah. Rendra tertawa pelan mendengar pertengkaran lucu kedua sahabatnya. Mereka bertiga memutuskan untuk langsung menonton film hollywood yang menceritakan tentang beberapa superhero yang tergabung dalam suatu organisasi penyelamat dunia sebelum pulang ke rumah sebab setelah bertemu keluarga pasti Rendra akan terus dikintilin para sepupu atau berada dalam pelukan sang mama. Keseruan mereka masih berlanjut setelah film berakhir, ketiganya memutuskan untuk menyantap hidangan steak sebagai makan malam. Banyak hal yang tiga sekawan itu bicarakan, kelakar lucu pun sering terlontar dari mulut Rendi yang selalu bisa mencairkan suasana. “Ndra! Lo anter Alisha pulang ya, gue ada perlu sama adek gue dulu! Mobil, besok gue ambil di rumah Kakek, lo!” Rendi yang baru saja mengakhiri panggilan telepon, berkata demikian. “Oke!” balas Rendra seraya menerima kunci mobil dari Rendi yang langsung pergi setelah berpamitan. “Well...Tinggal kita berdua,” cetus Rendra membuat Alisha mendongak dari orange jusnya. “Pulang sekarang yuk! Udah malem, nanti bunda Neni nyariin.” Gadis yang sudah menghabiskan dua gelas orange jus itu pun berdiri diikuti Rendra. Seperti pria sejati, Rendra membuka pintu mobil untuk Alisha lalu gadis itu langsung membungkuk dengan menekuk satu kakinya ke belakang layaknya seorang putri Kerajaan dan tidak lupa mengucapkan terimakasih. Lagi-lagi Rendra dibuat tersenyum oleh tingkah Alisha. Keheningan terasa pekat selama perjalanan pulang, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. “Sha.…” “Ndra.…” Panggil keduanya berbarengan, memecah keheningan namun malah menimbulkan kecanggungan. “Kamu dulu,” ujar keduanya bersamaan lagi. Rendra dan Alisha tertawa renyah.” Kamu dulu deh,” pinta Alisha yang sudah memiringkan tubuhnya agar bisa menatap Rendra. “Kamu aja dulu!” balas Rendra setelah melirik Alisha sekilas. “Sampai kapan kamu di London?” Satu pertanyaan akhirnya keluar dari bibir Alisha. Terdengar biasa saja namun sarat makna. Rendra menginjak rem ketika trafficlight menunjukan warna merah. “Kenapa?” Bukannya menjawab, Rendra malah balik bertanya. “Kamu betah banget di London...,” balas Alisha sama sekali tidak menjawab pertanyaan Rendra. Rendra terkekeh, kemudian menginjak pedal gas karena lampu lalu lintas sudah berubah hijau. “Aku juga enggak tau sampai kapan, yang pasti aku ingin punya perusahaan sendiri sebelum pindah ke Indonesia,” tutur Rendra yang malah membuat Alisha kembali bertanya. “Kenapa? Papa Andra punya banyak perusahaan dan pastinya papa Andra mengharapkan kamu sebagai pemimpinnya.” Alisha memanggil papanya Rendra dengan sebutan papa Andra karena Alisha sudah diangkat anak oleh kedua orang tua Rendra dengan dibiayai segala kebutuhan hidup dan sekolahnya hanya saja tidak tinggal serumah karena pertimbangannya adalah Alisha bukan muhrim bagi papa Andra dan Rendra. “Hanya ingin membuktikan kalau aku bisa tanpa bayang-bayang papa.” Rendra menjawab penuh percaya diri. “Kereeeen....” Alisha mengangkat kedua jempolnya lantas mereka berdua tertawa. “Setelah itu apa?” entah kenapa Alisha bertanya demikian karena yang pasti, dia merasa jawaban Rendra tadi belum lengkap. “Setelah itu, aku akan melamar seorang gadis,” jawab Rendra membuat Alisha refleks bertanya, “Siapa?” “Kamu!” balas Rendra cepat tanpa perlu berpikir. Tentu saja mata Alisha melebar sempurna, dia tidak percaya dengan indera pendengarannya sendiri. “Siapa?” Alisha mengulang pertanyaannya. “Kamu...Alisha Prameswari Putri,” jawab Rendra mantap. “Kenapa? Kamu menyukai pria lain?” Rendra mematikan mesin setelah memarkirkan mobilnya di halaman panti, lalu menyerongkan tubuh menghadap Alisha menuntut jawaban. Alisha menggelengkan kepalanya disertai senyum malu-malu dan wajah merona. Beberapa saat keduanya tenggelam dalam tatapan satu sama lain sambil saling melempar senyum. Selama ini Rendra memang tidak pernah menyatakan cinta meski sudah sejak kecil menyukai Alisha yang memiliki sikap bersahaja dan kagum dengan ketegarannya meski dibuang oleh kedua orang tua sejak kecil. Rendra merasa kalau menyatakan cinta kepada Alisha tidak bisa main-main karena gadis itu adalah saudara angkatnya. “Oke...aku tunggu!” Tidak disangka gayung bersambut, Alisha berkata demikian disertai senyum merekah di bibirnya. Alisha bergegas turun dari mobil setelah membuka pintu, tidak ingin Rendra melihat wajahnya yang pasti sudah merah seperti tomat. Jantung Alisha berdegub kencang dengan perasaan membuncah bahagia, gadis mana yang tidak menyukai pria tampan, pintar, cerdas dan merupakan anak Konglomerat seperti Rendra bahkan Alisha sudah menyukai Rendra semenjak pertama kali mereka bertemu dua puluh tahun yang lalu tapi bukan karena semua yang tadi disebutkan, tapi karena Rendra memiliki hati yang baik dan tulus meski dia memiliki semua yang disebutkan barusan. “Apa tadi dia lagi ngelamar aku? Apa dia serius? Jadi selama ini dia menyimpan rasa suka padaku? Pantas saja dia selalu perhatian.” Alisha bicara sendiri saat sudah sampai di kamarnya. “Aaarrrrggghhh....” Alisha membenamkan wajahnya pada bantal untuk meredam teriakan bahagia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD