Part 17 Penghianaan

1173 Words

Mendengar kata tampan dari bibir mama sendiri membuatku ingin marah dan melampiaskannya. Hanya saja Papa menatapku dengan tajam, jadi tidak mungkin aku bisa berbuat sesuka hati seperti sebelumnya. "Sudah tahu bodoh, tapi masih ngaku pintar." sungut Papa lagi-lagi menghancurkan harga diriku. "Apa tidak bisa Papa mendukungku saja, jadi tidak perlu bicara yang enggak-enggak." "Lah, kenapa? Orang yang Papa katakan itu benar adanya. Itu semua karena kami peduli padamu, walau bagaimanapun kamu adalah anak kami." ucap Papa, akhirnya ia sadar juga kalau aku adalah anaknya. "Jadi kamu bicara jujur denganmu kalau kecerdasan itu tidak perlu dibanggakan." lanjutnya membuatku kembali muram. "Jika orang itu pintar, maka kami akan mengatakan orang itu pintar. Jika tidak, ya, kami juga tidak memuji,

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD