HIM

1763 Words
Tandai jika masih ada kesalahan kepenulisan, EYD, Grammar, dan lain sebagainya dalam cerita ini. Terima kasih.   ________________________________ Mata hazel milik Leo terus memperhatikan perempuan yang kini sedang berjalan di hadapannya—berdampingan dengan pria yang sudah lama menjadi musuh besarnya. Keegen Richard Hoult. Wanitanya terlihat masih sama seperti saat lima tahun yang lalu. Berpakaian sopan dan rapi, namun tidak mengurangi kharisma yang terpancar dari dalam dirinya. Hingga kedua tubuh yang ada di hadapannya itu menghilang di balik pintu hitam, tempat rapat besar nanti akan dimulai. Oh tunggu....apa dia tadi baru saja memanggil Bella dengan sebutan wanitanya?! s**l! Tak lama kemudian pria yang tadi memohon pada Leo pun kembali. Sehingga menyadarkan Leo dari keterpakuannya pada sang mantan sekretaris. "Sir, silakan masuk ke ruang rapat. Mr. Hoult sudah-...." Leo langsung melenggang masuk ke dalam ruang rapat diikuti oleh asistennya—Nick tanpa mau repot-repot mendengar akhir kalimat dari pria tadi. Di dalam ruang rapat.... "Kau tahu siapa yang akan menjadi tamu paling disegani dalam rapat ini?" bisik Kegeen kepada Bella yang saat ini sudah duduk di sampingnya. Bella yang sedang menyiapkan berkas untuk keperluan rapat pun menggeleng pelan—tanda jika ia tidak mengetahui siapa yang dimaksud oleh Keegen. Dan itu sukses membuat Keegen mendengus kesal. "Ck! Coba tebak siapa!” Bella menghembuskan napas pelan. "Hm, mungkin Mr.O'Brian?" tebak Bella secara acak, karena pada dasarnya ia memang tidak tahu siapa yang dimaksud oleh Keegen, tentu saja! Okay, Bella memang tahu jika rapat ini merupakan rapat besar yang akan dihadiri oleh para pemimpin dari perusahaan raksasa yang berasal dari berbagai negara. Namun percayalah, jika Bella hanya mengetahui beberapa nama pemimpin perusahaan dari daftar yang ada. Bella terlalu sibuk untuk melihat apalagi menghafal nama-nama CEO yang nantinya akan hadir di rapat besar hari ini. "Ck! Bukan Bella! Ayo tebak lagi!!" ujar Keegen dengan jengah. Dengan sabar Bella pun mulai memikirkan siapa nama yang akan dia sebut. "Mungkinkah itu Mr.Than-...." "Ah, itu dia orangnya sudah datang!" ujar Kegeen memotong perkataan Bella. Bella sontak melihat ke arah pintu. Dan… BOOM!!! Bella terpaku pada sosok pria yang berdiri di ambang pintu itu. Jantungnya berdetak kencang dengan mata yang tak bisa dia alihkan ke tempat lain, selain sosok itu. Sosok yang paling ia hindari selama lima tahun terakhir sekaligus sosok yang paling ia benci, kini tiba-tiba saja muncul tepat di depan matanya. Netra hazel setajam elang itu pun masih sama seperti dulu—selalu memancarkan aura intimidasi dan otoriter yang begitu kental. Namun itu hanya sepersekian detik  sebelum akhirnya Bella menetralkan kembali ekspresinya begitu Leo masuk ke dalam ruang rapat. "Nice to meet you Mr.Maxmillan," sapa beberapa CEO yang hadir di rapat besar ini sambil menjabat tangan Leo begitu ia masuk ke dalam ruangan. Leo tidak membalas sapaan para kolega bisnis di sini, ia hanya membalas jabatan tangan mereka dan 'sedikit menipiskan bibirnya' tanpa mau bersusah payah mengucapkan hal-hal yang memang jarang ia ucapkan, meskipun itu hanya untuk sebuah formalitas. "Ayo kita hampiri dia!" bisik Keegen sebelum akhirnya ia berjalan mendekati Leo—diikuti oleh Bella yang saat ini sudah terlihat pucat pasi. "Long time no see you, Mr.Maxmillan." Akhirnya giliran Keegen yang memberi sapaan kepada Leo yang kini telah berada tepat di depannya. Leo pun menyambut jabatan tangan Keegen dengan tatapan setajam elang yang ia tujukan untuk seorang wanita yang kini membuang pandangannya ke arah lain.  Bohong jika Leo mengatakan jika ia berhasil untuk tidak menatap 'mantan sekretarisnya' yang saat ini telah berdiri tepat di depan matanya—berdampingan dengan musuh terbesarnya. Namun Leo terlalu pintar menjaga pandangan tajamnya dari Bella, hingga orang-orang yang ada di sana pun tidak bisa melihat untuk siapa tatapan mata setajam elang itu tertuju. Leo sengaja melakukan itu karena ia tidak ingin membuat orang-orang merasa heran akan tatapan tajam yang ia berikan kepada Bella, yang nantinya hanya akan dapat menimbulkan spekulasi bodoh yang merugikan. Setelah jabatan tangan itu berakhir, Leo pun dipersilakan untuk duduk di kursi yang telah disiapkan untuknya. Sebuah kursi terdepan yang berhadapan langsung dengan Kegeen dan Bella. Leo memang bersikap acuh tak acuh seperti biasa, namun percayalah jika setelah ia mendaratkan bokongnya di kursi itu, matanya tak bisa berhenti untuk memandang wajah cantik sang mantan sekretaris yang terlihat begitu kaku. Tak lama, Kegeen pun membuka rapat dengan menyampaikan beberapa patah kata. Sementara Kegeen berbicara, tatapan Leo hanya terfokus pada Bella yang saat ini tengah menatap Keegen dengan seksama. Leo sama sekali tidak peduli lagi dengan rapat ini ketika ia melihat wanita yang selama lima tahun ini menjadi ganjalan di hatinya kembali muncul setelah sekian lama. "Baiklah kita mulai rapat ini," ujar Kegeen setelah ia menyampaikan kata sambutan. Lalu semua orang pun terfokus pada layar infokus yang menampilkan rancangan bangunan yang nantinya akan menjadi sebuah konstruksi paling besar tahun ini. Mata hazel Leo saat ini masih setia menatap tajam Bella yang kini duduk berseberangan dengan dirinya. Mata hazel yang setajam elang itu meneliti setiap inci perubahan yang ada pada diri sang mantan sekretaris. Cantik dan anggun. Wanita yang sedang mencacat itu masih sama seperti saat dulu saat ia masih bekerja padanya. Hanya saja, sekarang wajahnya terlihat lebih lembut dengan aura keibuan yang begitu kental. Tidak ada yang berubah selain hal itu. Postur tubuhnya pun masih sama seperti dulu, tinggi semampai dan berisi di tempat-tempat tertentu. Dulu sekali Leo pernah merasa sangat marah kepada Bella saat ia mendapati surat resign dari sekretaris kepercayaannya secara tiba-tiba ada di atas mejanya ketika ia datang. Dan entah kenapa perasaan marah itu kembali muncul ke permukaan setelah sekian lama. Namun kali ini ia marah karena alasan yang berbeda. Saat ini, alasan utama Leo merasa marah adalah karena sebelum rapat di mulai tadi, ia tidak sengaja melihat sang mantan sekretaris tertawa ria bersama musuh besarnya. Entah apa yang membuatnya menjadi begitu marah saat melihat interaksi antara Bella dan Keegen tadi, dia sendiri pun tidak tahu. "Kau masih sama seperti dulu Angela. Masih begitu cantik dan suka membuatku marah jika kau berinteraksi dengan lelaki lain selain aku," batin Leo disertai dengan senyum samar yang bertengger di wajah tampannya. "Konstruksi ini nantinya tidak akan dibangun di satu negara saja, tetapi juga akan dibangun di kawasan strategis seperti Amerika, Dubai, Indonesia, dan beberapa negara di kawasan Asia Timur dan Eropa Barat lainnya. Untuk itu, kita perlu mengadakan perundingan lanjut untuk membangun sebuah resort bertaraf internasional...." Lama Keegen menjelaskan secara rinci tentang tujuan rapat besar ini, hingga sesi tanya jawab pun dimulai. Satu persatu pertanyaan yang beragam dari berbagai pimpinan perusahaan dapat dijawab dengan sangat baik dan meyakinkan oleh Kegeen. Namun hanya ada satu orang yang sejak tadi tidak  memberikan respon tentang tujuan dari rapat besar ini. Ya, siapa lagi orang itu jika bukan Leo yang fokusnya sedari tadi hanya memandangi Bella? "Apakah Mr.Maxmillan tidak ingin bertanya sesuatu?" tanya Keegen dengan "sebersahabat” mungkin karena ia ingin menunjukkan sikap profesionalnya. Leo mendengar pertanyaan itu, tentu saja!  Namun bukannya menjawab, Leo malah menyunggingkan smirk tipisnya. Dan tanpa mengalihkan pandangannya dari Bella ia pun membuka suara.  "Apakah Anda setuju jika saya nanti "meminjam" sekretaris Anda untuk beberapa hal yang akan bersangkutan dengan konstruksi besar ini?" tanya Leo dengan sangat tenang. Dan seketika itu juga Bella langsung menatap Leo yang duduk berseberangan dengan dirinya. Mata mereka berdua beradu pandang untuk sepersekian detik. Keterkejutan jelas terpancar di wajah cantik Bella saat ia mendengar pertanyaan Leo yang tentu saja ditujukan untuknya.  Bella dengan keterkejutannya dan Leo dengan segala tatapan dingin mengintimidasinya. "Apa maksud Anda Mr.Maxmillan? Meminjam sekretaris saya?" ujar Kegeen yang masih berusaha untuk tenang—karena akan sangat memalukan dan merugikan citra perusahaan jika ia sampai tersulut emosi di forum rapat besar seperti ini. Leo lalu menatap Keegen dan tersenyum sinis. "Ya! Sekretaris Anda! Anda tahu 'kan jika ini bukan konstruksi yang sederhana? Saya siap mengeluarkan banyak dana asalkan konstruksi ini berjalan dengan lancar. Jadi untuk itu saya harus "memiliki" orang kepercayaan perusahaan ini sebagai pengganti jika Anda sedang sibuk." Leo menjeda ucapannya dan kembali menatap kilas ke arah Bella. "Dan lagipula tidak mungkin 'kan, jika Anda akan selalu datang saat saya meminta Anda untuk bertemu?" jawab Leo dengan logikanya yang etis. Para pebisnis yang ada di sana pun takjub melihat betapa cerdik dan berkuasanya seorang Leonardo Maxmillan. Mereka bahkan tidak berpikir sampai sejauh itu untuk meminta hal yang tidak pernah terlintas di pikiran mereka kepada seorang Keegen Richard Hoult. Kegeen mengepalkan erat tangannya di bawah sana. Dia bukannya tidak tahu jika Leo saat ini sedang berusaha menunjukkan kekuasaannya pada semua orang. Lelaki itu sengaja mengatakan hal itu agar Keegen mau tidak mau menerima permintaan dari Leo.  Keegen pun menatap Bella sebentar—seolah meminta izin pada Bella, dan Bella dengan terpaksa mengangguk. Meskipun sebenarnya ia sangat tidak mau berurusan lagi dengan Leo, namun sebagai seorang sekretaris, ia dituntut untuk bersikap profesional dalam segala hal tanpa melibatkan urusan pribadi dan emosi, tentu saja! Lagipula tidak mungkin 'kan jika ia dan Leo bertemu setiap hari? Mereka akan bertemu sesekali saja ketika rapat berikutnya dimulai atau pada saat perundingan kecil antara perusahan Kegeen dan perusahaan Leo diadakan seperti yang pria itu katakan tadi. "Baiklah, saya menyanggupi hal tersebut Mr.Maxmillan," ujar Kegeen pada akhirnya. Leo tersenyum tipis mendengar ucapan Kegeen. Ya, begitulah bisnis. Orang yang memegang kekuasaan tertinggi akan menjadi raja bagi penguasa lainnya. Uang adalah alasan utama Keegen mengiyakan permintaan Leo. Tidak dapat dipungkiri jika perusahaan Leo adalah sumber dana terbesar untuk pembangunan ini. Ya meskipun ini adalah idenya, namun tanpa bantuan dari perusahaan lain, ide besar ini tidak akan menjadi kenyataan. "Baiklah sekian dulu rapat kita hari ini. Semua konstruksi akan dilaksanakan dalam jangka waktu dua bulan ke depan. Terima kasih atas kerjasamanya hari ini," tutup Kegeen yang langsung dihadiahi riuh tepuk tangan dari para kolega bisnisnya—terkecuali Leo yang hanya diam di kursinya. Satu persatu orang mulai menyalami Kegeen dan Bella dan mengucapkan beberapa kata pujian untuk rapat hari ini. Setelah itu mereka pun keluar dari ruang rapat—meninggalkan gedung bertingkat yang mewah itu, hingga hanya menyisakan Leo, Nick, Kegeen dan juga Bella. "Sir, sudah waktunya kita kembali," ujar Nick. Leo pun bangkit dan merapikan jasnya sebentar. Leo berjalan mendekati Kegeen dan Bella, lalu mengulurkan tangannya ke arah Kegeen demi profesionalitas. "Semoga kerja sama ini berjalan dengan lancar," ujar Leo dengan dingin. Mendengar itu, Keegen pun tersenyum tipis. "Ya, semoga saja," jawab Kegeen lalu melepaskan jabatan tangannya. "Bella aku akan kembali ke ruanganku sekarang. Kau urus dulu berkas yang masih ada di sini," ujar Kegeen dan dijawab dengan sebuah anggukkan oleh Bella. Kegeen pun keluar dari ruangan, hingga menyisakan tiga orang di ruangan itu. "Nick kau keluarlah dulu," ujar Leo. Nick pun kemudian menunduk hormat dan keluar. Jantung Bella berdegup kencang ketika ia menyadari jika di ruangan ini hanya ada dia dan mantan atasannya. Namun Bella masih tetap berusaha profesional. Ia mempercepat gerakkannya dalam membereskan berkas yang berserakan di atas meja. Dan beruntung, Bella bisa melakukan itu dengan cepat. Segera setelah itu Bella langsung mengahadap ke arah Leo. "Mr.Maxmillan saya pamit undur diri. Selamat siang," ujar Bella dengan terburu-buru. Namun belum sempat ia melangkah, tarikan kuat di lengannya membuat ia kembali ke tempat semula dengan posisi yang sanggup membuatnya meneguk ludah dengan kasar.  Tatapan sedingin es milik Leo langsung menghujam netra cokelatnya dengan begitu tajam saat jarak mereka telah terkikis. Udara seakan menjadi senyap untuk beberapa saat hingga suara bariton itu menggema ke telinga Bella setelah sekian lama. "Long time no see you, Angela Charotte Bella," bisik Leo tepat di telinga Bella, sebelum akhirnya Leo tersenyum tipis—seolah mengejek wanita yang ada di hadapannya. Ah, permainan baru saja dimulai, bukan? #To be Continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD