Masih Negatif

1007 Words
"Tidak semua yang kita inginkan akan dikabulkan dengan cepat. Terkadang Allah memiliki rencana yang jauh lebih indah dari apa yang kita perkirakan." ****       Marvel berjalan lebih dulu di depan Shabiya dengan raut wajah yang kecewa. Dia sudah bertanya ke Dokter kenapa istrinya belum hamil, tapi jawaban Dokternya tidak terjadi sesuatu apapun antara dirinya dan istrinya. Lalu, kenapa tetap saja dia dan istrinya sampai saat ini belum juga dikaruniai seorang anak.    "Gimana hasilnya, Marvel?" tanya Ibunya. Shabiya hanya diam, dia pasti akan menduga mertuanya lagi-lagi pasti akan menyindirnya.    "Masih belum,ma."    "Kok, belum lagi sih. Kata Dokter emangnya apa? Shabiya mandul pasti? Makanya belum hamil juga," ucap Dian mertuanya dengan ketus. Sang adik hanya tersenyum sumringah tatkala melihat raut wajah Marvel dan Shabiya yang murung.   "Enggak, Mah. Biya engga mandul emang belum waktunya aja kata Dokter," ucap Marvel duduk di sofa panjang.    "Biya ... Biya coba Aja dulu makanya dengerin suami kalau dibilang berhenti kerja ya berhenti. Aturan 'kan kalau kamu dulu berhenti kerja kamu enggak bakalan keguguran jadi susah hamil 'kan!"   "Udahlah, Ma. Biya ayo naik ke kamar aja," ajak suaminya. Biya hanya mengangguk berpamitan kepada Ibu mertuanya untuk ke kamar.    Sampai di kamar Marvel mengganti bajunya, Hilya merasa bersalah dengan suaminya, "Mas, maafin aku ya, sampai sekarang aku belum juga bisa hamil."   "Kamu Itu bisanya juga maaf doang, Biy. Coba kamu usaha makan apa kek konsultasi ke Dokter lebih sering jangan apa-apa harus sama aku. Kamu tahu enggak sih kalau kita enggak punya anak. Anaknya Mario entar bisa lebih berkuasa. Mama bakal lebih sayang anaknya si Mario dan Kita bakal ke sisih, Biya!"    "Iya aku tahu, Mas. Tapi, aku juga enggak tahu kenapa belum hamil juga."   "Udahlah aku capek. Aku capek berantem mulu sama Mama gara-gara anak. Aku dibandingin mulu gara-gara anak. Kamu Itu bisa jadi istri yang berguna enggak sih!" Air mata Biya menetes mendengar setiap ucapan yang dilontarkan suaminya. Biya kira dengan Marvel membawa Biya ke kamar Marvel akan menenangkannya bukan malah menyalahkannya lagi seperti Ibunya.         "Tapi, Dokter bilang aku juga enggak boleh terlalu capek dan banyak mikir juga, Mas. Makanya aku jadi agak susah hamil."   "Kamu capek ngapain, di rumah kamu enggak kerja. Mikir? Mikir apaan, yang kerja aku kamu di rumah, uang aku kasih. Di rumah tinggal tidur aja kamu bilang capek sama banyak pikiran. Gimana kamu kerja kayak aku!" saut Marvel. Shabiya hanya diam. Dia memang di rumah tapi suaminya tidak pernah tahu apa yang dilakukannya di rumah. Suaminya pulang saat keadaan rumah sudah beres. Belum lagi Ibunya yang selalu memaksa untuk ini Itu. Suaminya mana pernah tahu. Tapi, Shabiya hanya diam. Dia seakan tidak memiliki kesempatan untuk mengeluarkan perasaan yang dirasakannya.    "Tapi, Mas–"    "Udahlah Biya. Kalau gini mulu aku bisa Cari cewe lain buat menghasilkan anak."   "Astagfirullah, Mas. Kamu ini ngomong apa sih, aku bukan enggak bisa punya anak, Mas. Tapi, belum dikasih aja sama Allah. Kamu kenapa beda banget waktu Kita pacaran sampe kita nikah. Kenapa kamu jadi kayak gini. Kalau kamu marah aku belum punya anak. Wajar, Mas. Tapi, kalau kamu sampe Cari cewe lain Aku enggak mau, Mas." Biya menolak dengan tegas kalau suaminya Itu mencari wanita lain. Selama ini dia sudah menahan semuanya sendiri kata-kata mertuanya yang menyakitkan, adik iparnya yang juga ikut mengompori Ibu mertuanya dan sekarang suaminya memilih untuk mencari pengganti dirinya.   "Ya kamu makanya punya anak! Kamu tahu 'kan kasih sayang Ibu sekarang ke Mario dan Veni. Kita tersisihkan, Biya gara-gara kamu enggak bisa punya anak!"   "Aku bisa, Mas punya anak kamu sabar dulu ya. Kita pasti punya anak."   "Sabar-sabar. Aku malu, Biya. Masa seorang pengusaha memiliki segalanya apa yang aku mau bisa aku dapetin cuma perihal anak aja aku enggak bisa dapetin! Itu sama aja menjatuhkan harga diri aku kalau aku lagi ketemu sama rekan-rekan aku." "Aku tahu, Mas. Tapi, enggak gini caranya kita hadapin ini sama-sama. Dulu kamu yang maksa aku untuk nikah sama kamu. Padahal aku udah bilang aku enggak pantes buat kamu. Aku cuma dari keluarga sederhana sedangkan kamu kaya raya tapi kamu maksa aku."   "Iya Itu dulu! Sekarang aku nyesel Biya. Beda cerita kalau kamu punya anak. Dan anak pertama laki-laki Kita akan bisa mewariskan harta kelurga kita ke anak Kita. Kalau gini nasib harta Kita terancam." Biya tidak habis pikir dengan suaminya, padahal dulu suaminya tidak seperti ini selama pacaran kenapa suaminya jadi seperti ini.    "Mas kamu Itu bukannya nguatin aku kenapa malah jatuhin aku kayak gini sih! Udahlah aku capek berantem terus sama kamu. Kamu berubah, Mas beda saat Aku mengenal kamu sebagai Marvel yang lemah lembut dan tidak pernah kasar dengan perempuan." Biya berbalik arah, tapi kata-kata Marvel membuatnya terhenti.   "Semua laki-laki memang manis di awal, Biya karena Itu taktiknya untuk mengikat wanita kalau kamu mau tahu. Kalau enggak kayak gitu cewe enggak bakal luluh. Cewe Itu baperan, Biy. Pakai kata-kata aja dia bisa luluh. Kayak kamu gitu contohnya." Biya menghembuskan nafasnya mencoba menahan emosi yang membuncah dalam dadanya. Dia tidak mau terlalu terpancing dengan kata-kata Marvel. Dia mencoba untuk bersabar dengan setiap ucapan yang Marvel katakan.   "Mas, aku memang baperan, Mas. Tapi, inilah aku dari awal aku udah bilang ke kamu bahkan sebelum nikah aku enggak bisa jadi istri kamu tapi kamu maksa terus. Sekarang kalau udah kayak gini kenapa kamu terus salahin aku, Mas."   "Ya Itu karena kamu bikin aku malu. Kamu emang cantik Itu nilai plus lah ya saat aku bawa kamu Pertemuan. Aku bangga punya istri cantik dengan gelar yang bagus juga. Tapi, kamu belum jadi wanita seutuhnya Biya, saat kamu sampe sekarang belum bisa kasih anak buat aku."   "Mas aku harus ngomong berapa kali sih sama kamu, ini bukan mau aku. Aku juga enggak mau kayak gini. Tapi, mau gimana lagi Allah belum kasih aku kepercayaan punya anak. Kamu sabar dong, Mas. Aku capek kamu paksa hamil terus. Aku ini sebenernya mesin penghasil anak buat kamu atau istri kamu?!" Marvel hanya tersenyum miring. "DUA-DUANYA!!!" jawab Marvel. Setelah Itu dia membuka jas dan bajunya untuk segera masuk ke kamar Mandi. Shabiya hanya beristigfar dalam hati, mencoba sabar menerima setiap hinaan dan kata-kata pedas dari suaminya dan keluarga sang suami. .....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD