Chapter 1

1694 Words
Esok harinya, Lexus menggandeng Lexie menuruni mobil dengan bahagianya, tersenyum lebar karena akhirnya bisa menghabiskan waktu seharian penuh dengan adik kesayangan. Tidak ada rapat membosankan, tidak ada perintah ayah mereka yang tiran. Hanya ada dirinya, Lexie dan Samantha tercinta. "Dek, istirahat nanti temani Abang ke cafe depan sekolah ya," ajak Lexus dengan semangatnya, merangkul pundak Lexie yang dua puluh centil lebih pendek darinya. Lexie tersenyum manis, mengangguk dengan patuh. "Iya Abang, tapi nanti sama-sama dengan teman Lexie juga ya! Biar dia bisa akrab dengan Abang dan Kak Sam." Berucap dengan suara imut kesukaan Lexus. "Oke, memangnya mau ajak siapa Dek? Shinta atau Adel?" Lexus setuju saja, sama sekali tidak menaruh rasa curiga. Sebab setahunya, semua teman Lexie adalah perempuan yang tidak mungkin bisa mencuri hati adik kesayangannya. Begitu juga dengan Samantha, wanita blonde itu tersenyum ramah. "Temannya siapa, Dek?" Bertanya pada Lexie, teman masa kecilnya yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri. Seketika itu rona muka Lexie berubah, tampak malu-malu kucing. "Namanya Romi, nanti Lexie kenalkan. Kebetulan Romi satu kelas dengan kita." Ia mengucapkan kalimat yang sebenarnya biasa-biasa saja. Hanya saja bila didengar dari telinga Lexus, seperti sebuah ledakan listrik statis. "Rena?" tanya Lexus kembali, setelah otaknya menyaring kata-kata Lexie ke kalimat yang bisa diterima oleh pikirannya. Melihat itu, Samantha merasa prihatin. Refleks jari-jari lentik itu bergerak pelan mengusap lembut pada punggung Lexus. Sementara Lexie mengerutkan alis, dengan ekspresi wajah yang tentunya tampak selalu cute di mata Lexus. "Romi, Abang salah dengar." Lexie mengulangi,  menjawab pertanyaan denial Lexus. "Iya, namanya Romi. Bukan Rena," tambah Samantha, berucap dengan pelan nan lembut agar Lexus tidak mencoba lari dari kenyataan lagi. Reaksi berikutnya adalah, siaga satu. Lexus langsung yakin bahwa Romi adalah seekor serangga pengganggu yang harus segera ia lenyapkan. Keduanya tangannya terkepal erat di balik punggung, sementara wajah Lexus masih mempertahankan senyuman khas seorang abang baik hati. "Yang mana anaknya?" tanya Lexus dengan nada bicara lembut, tapi terselip aura hewan buas siap menerkam. Membuat pernyataan basa-basi itu, terdengar bagai sebuah bisikan iblis bagi siswa-siswi lain yang kebetulan lewat. Sedangkan Lexie tampak tidak sadar, atau mungkin hanya berusaha mengabaikan sikap permusuhan yang abangnya tunjukkan pada laki-laki yang ia sukai. "Mungkin di kelas, nanti Lexie kenalkan kok," jawab Lexie sambil tersenyum manis. Kemudian si uke berjalan mendahului Lexus dan Samantha yang berjalan beriringan di belakangnya. "Sabar dulu, jangan terpancing emosi. Mungkin saja orang bernama Romi itu, hanya ingin berteman dengan Adek," ucap Samantha, berusaha menenangkan Lexus, seraya mengusap pelan tangan yang terkepal erat itu. Lexus menatap wajah Samantha, mencari ketenangan di sana. Untuk sesaat emosinya reda, teredam oleh tatapan bola mata biru indah itu. Sambil menghela napas, Lexus menerawang jauh ke ingat masa lampaunya. "Tapi Sam, tidak pernah ada laki-laki yang mendekati Lexie-ku tanpa menyimpan niat tersembunyi padanya." Ia mengeluh ke Samantha. Samantha hanya diam, tahu jelas bahwa Lexus hanya ingin didengarkan. Bukannya meminta pendapat atau berharap perkataannya dibalas. Walaupun dalam hatinya, Samantha ikutan menghela napas. Sadar sesadar-sadarnya bahwa Lexus yang terlalu berpikiran negatif. Menaruh curiga tanpa mau melihat kenyataan yang sebenarnya terpampang jelas di depan matanya. Sejak kapan sih, Lexus bisa menerima seorang laki-laki di samping Lexie? Seingatnya tidak pernah. Tanpa sadar Samantha ikut hanyut ke dalam ingatan masa lampaunya. Mengingat seseorang yang pernah mencoba ingin bersahabat dengan Lexus dan Lexie, tapi berakhir dibuat pindah keluar kota karena Lexus sangat yakin bahwa orang itu punya maksud lain pada Lexie. Atau saat mereka berumur empat belas tahun, ketika ada seorang uke lain yang mulai bersahabat dengan Lexie dan tentu saja juga disingkirkan oleh Lexus karena menurutnya. Uke sekalipun bisa menjadi seme demi Lexie-nya, sebab role itu bisa berubah. Lexus ngotot pada saat itu, dengan menjadikan Uncle Dean-nya sebagai contoh hidup. Di mana laki-laki cantik pun bisa menjadi seme, kenapa tidak mungkin kalau teman Lexie juga bisa demikian? Padahal jelas-jelas, perbincangan kedua uke itu tidak pernah jauh-jauh dari pembahasan perawatan tubuh, barang imut dan berbagi resep kue. Bahkan orang itu memakai kuteks, elips balm dan pipinya selalu bersemu merah saat bertatapan mata dengan Lexus. Demi Tuhan, bagaimana mungkin Lexus bisa begitu yakin 1000% jika orang itu mengincar Lexie? Dan tentunya masih ada puluhan kejadian tidak masuk akal lainnya. Yang jelas ... Samantha tahu pasti bahwa dalam pikiran Lexus, semua laki-laki yang berbicara dengan Lexie itu adalah serangga pengganggu. Tanpa terkecuali, termasuk guru mereka sendiri. Tanpa disadari, mereka berdua telah sampai ke kelas. Setelah melewati kilas balik bersama-sama itu. Di depan pintu, Lexus sudah kembali menegang, kehilangan ketenangannya saat melihat Lexie tengah bercanda tawa dengan seseorang yang tidak mereka kenali. Orang itu Romi, seorang siswa yang tanpa mereka ketahui telah menyatakan cintanya pada Lexie kemarin. Melihat tatapan mata memuja di bola mata hitam jernih Romi, Samantha langsung bisa menebak perasaan laki-laki itu. Sementara Lexus sudah mulai mengeluarkan aura nerakanya. Urat-urat di lehernya mulai timbul, suara gertakan gigi menahan emosi juga mulai terdengar. Buru-buru Samantha berlari kecil, menyusul Lexus yang telah berjalan lebih dulu menghampiri Lexie dan Romi. Ditahannya tangan Lexus yang terarah ke Romi. Mengunci kedua tangan itu di belakang tubuh Lexus sementara ia sendiri berdiri di belakang kuncian tangan itu agar tidak di sadari oleh Lexie. "Lexus! Tahan dulu, jangan pakai k*******n," bisik Samantha di belakang telinga Lexus, amat pelan sehingga tidak ada seorang pun yang dapat mendengarnya. Namun cukup untuk menahan emosi Lexus sesaat, walau matanya masih saja menatap tajam pada seorang laki-laki yang tengah tersenyum lebar mengulurkan tangan padanya. "Kenalin, nama gue Romi. Emm ... gue naksir sama adik lu dan gue udah nembak dia. Tapi Lexie bilang sebelum kami jadian, gue musti minta izin sama elu. So, boleh gak kalau gu – " "Tidak boleh!!" Tentu saja Lexus langsung menolak tanpa di pikirkan lagi, bahkan si Abang tidak sudi sekadar untuk mendengarkan perkataan Romi hingga usai. Sementara di sisi lain Lexie sudah merasa amat deg-degan, menundukkan kepala malu-malu mendengar pernyataan Romi yang menurutnya amat berani karena langsung mengucapkan apa yang ia mau pada Lexus yang jelas-jelas menunjukkan sikap permusuhan. "Kyaaa!! Abang posesif in real!! Keren deh! Baru kali ini gue lihat yang kayak gini. Gue makin semangat." Hanya saja, tampaknya Romi tidak menyadari sikap permusuhan Lexus. Sebab, ia malah menjerit riang ala-ala seorang fans. Tentu saja sikap Romi itu membuat Lexus semakin murka. Dengan kasarnya, ia melepaskan kucian tangan Samantha, mencengkeram kerah baju Romi. "Apa kau bilang?" desis Lexus mengancam. "Abang keren!! Mulai hari ini gue bakal jadi adik lu, bakal buktiin kalau gue serius sama Lexie," jawab Romi dengan polosnya. Bersungguh-sungguh dengan apa yang ia sampaikan, mengenai rasa yang ia miliki untuk Lexie. Juga mengenai kekaguman yang ia rasakan untuk Lexus. Ibarat sebuah bonus yang menyenangkan, bisa memiliki pacar super unyu yang ia cintai, sekaligus seorang abang keren yang ia idam-idamkan. Mengingat dirinya hanya memiliki tiga orang kakak perempuan. Dengan murkanya Lexus melepaskan cengkeramannya, mendorong Romi hingga terjatuh ke lantai. "Kaupikir dengan memujiku seperti itu, aku akan memberikan Lexie-ku padamu? Jangan mimpi!" bentak Lexus kasar, tak lupa ia menendang lutut Romi sebagai bentuk kekesalannya. "Dan satu lagi, aku tidak sudi punya adik seperti mu!" Dilanjutkan dengan suara mendesis penuh ancaman. Samantha langsung menarik Lexus menjauh, menghindari perkelahian yang mungkin saja terjadi. Sedangkan mata Lexie sudah berkaca-kaca menahan tangis saat melihat Romi meringis akibat tendangan Lexus. "Jangan lakukan hal seperti itu Lexus, kamu bisa melukai hati Lexie," bisik Samantha, mengingatkan. Lain lagi dengan Romi, laki-laki berbadan jangkung itu bangkit berdiri. Berjalan mendekati Lexus yang sudah susah-payah Samantha jauhkan darinya. Dengan ajaibnya, Romi menatap Lexus berbinar-binar. "Yang tadi itu bikin gue deg-degan! Berasa lihat langsung gimana berwibawanya bancho kayak di komik. Gue paham kok maksud lu, pasti elu cuma mau ngetes seberapa seriusnya gue ke Lexie dan lu gak perlu cemas gue bakal mainin Lexie, soalnya gue udah cinta banget sama dia." Bahkan ia begitu yakin dengan pendapatnya itu. Sangat yakin bahwa Lexus tidak sedang marah atau berniat menyingkirkannya. Romi bahkan tersenyum makin lebar saat Lexus melotot tajam, terkejut dengan jawabannya yang tidak terlihat takut sama sekali. "Gue paham kok Bang, Abang tenang aja. Gue bakal jadi cowok yang pantas jadi adik ipar lu." Dengan ekspresi muka tak berdosa, Romi menepuk pundak Lexus, memberikan sebuah jempol tanda keyakinannya. Lexus mengeram, bersiap untuk menghajarnya kembali. Namun dengan cepat Lexie berdiri di antara mereka, memberi tatapan mata berkaca-kaca menahan tangis, tipe tatapan yang membuat Lexus luluh seketika. "Hiks ... Abang jangan pukul Romi, kasihan. Abang mau janji tidak pukul Romi lagi, kan? Demi Lexie," mohon Lexie sambil menahan tangis. Lexus langsung bimbang. Bukan bimbang mengenai keinginannya memukul Romi, tapi bimbang antara mau membuat janji palsu ke Lexie atau tidak. Jika ia berjanji, sudah pasti akan diingkari. Sebab, ia sangat yakin Romi pantas dipukuli hingga mati. Tapi jika dia tidak mau berjanji, ia takut Lexie-nya akan meneteskan air mata kecewa. Ugh. Abang dilema. Di samping itu, Romi malah semakin menambah masalah baginya. Tanpa menyadari sebesar apa ia telah memancing kemarahan Lexus, dengan entengnya ia ikut-ikutan bertanya. "Jadi, Abang mau memberikan izin buat kami berpacaran, kan Bang Lexus?" "Em ... iya, Lexie juga mau minta izin soal itu. Um, soalnya Lexie juga suka sama Romi. Tapi kata Papa, kalau mau pacaran, Lexie mesti minta restu sama Abang dulu. Jadi, Abang mau restui kami?" Sebab saat kalimat itu meluncurkan dari mulut Romi, Lexie bereaksi malu-malu. Ikut meminta restu ke Lexus. Deg! Lexus shock, menemukan sisi lain dari Lexie-nya, sesuatu yang ia takutkan sejak dulu. Setitik cinta dari tatapan adik kesayangannya saat melirik-lirik Romi dengan wajah merah merona. Kalimat penolakan pun tak bisa ia ucapkan, saking tidak inginnya ia melukai hati Lexie. Apalagi dengan melihat tatapan penuh harap Lexie padanya, sedangkan tatapan mata berbinar-binar dari Romi tidak ia pedulikan sama sekali. "Aku – " Lidahnya keluh, kata 'tidak' yang terngiang-ngiang dalam pikirannya tak mampu ia lontarkan. BRAK! Di saat yang sama, seorang guru masuk ke kelas, menyelamatkannya. "SEDANG APA KALIAN DI DEPAN KELAS, HAH!? CEPAT DUDUK KE TEMPAT DUDUK MASING-MASING!!" bentak Pak Pitter, wali kelas mereka. Lexie langsung meminta maaf dan kembali ke tempat duduknya, begitu juga dengan Romi. Sedangkan Lexus malah melarikan diri keluar dari kelas, diikuti oleh Samantha. Tentu saja perbuatan seenaknya itu, kembali membuat sang guru berteriak marah. "KALIAN BERDUA KEMBALI!!!" Teriakan yang Lexus abaikan tanpa rasa bersalah sama sekali. Yang ia tahu, dirinya harus menjauh dari Lexie sementara. Setidaknya sampai Adik kesayangannya itu lupa mengenai pertanyaan penuh tekanan tersebut.      
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD