Chapter 3

1932 Words
Lexie meletakkan tasnya sembari bersenandung kecil, tangan mulusnya bergerak lincah mengeluarkan satu per satu alat tulis yang ia bawa. Sementara si abang tengah fokus mengamatinya sambil bertopang dagu, menikmati pijatan dari Samantha di bahunya. Pagi hari yang amat damai bagi mereka bertiga, hingga sebuah suara nyaring terdengar bersama dengan suara pintu kelas terbuka. "Met pagi all!!" Orang itu Romi. Dengan riang gembira, ia berjalan mendekati ketiga remaja yang tengah sibuk dengan kegiatan masing-masing itu. "Selamat pagi Romi," balas Lexie, menyapa balik saat tatapan bertemu dengan tatapan mata Romi. "Pagi Lexie, udah sarapan?" tanya Romi agak gugup, terpesona oleh senyuman manis Lexie waktu disapa tadi. "Aku – " "Belum. Sana kau ke kantin! Belikan Lexie sarapan!" Belum sempat Lexie menjawab, Lexus sudah lebih dulu memotong percakapan mereka. Dengan egoisnya, ia berdiri di antara mereka, menjawab menggantikan Lexie dengan nada bicara memerintah. Tentu saja tujuannya memang untuk memerintah Romi. Bahkan tanpa ragu dilemparkannya dompetnya, menyuruh Romi seenaknya. Padahal sebenarnya mereka sudah selesai sarapan sebelum berangkat ke sekolah. "Eh? Tapi gue tanya ke Lexie, Bang." Romi membantah, berharap Lexie yang menyuruhnya, bukannya Lexus. "Jadi kau tidak percaya padaku? Kaukira aku penipu? Atau kau tidak mau membelikan adikku sarapan?" Akan tetapi Lexus malah memanfaatkan kesempatan, bersikap layaknya abang tiri yang kejam. Sengaja agar Romi kesal dan memulai pertengkaran, agar ia bisa punya alasan buat menyingkirkan gebetan adiknya itu. Tanpa harus membuat air mata membasahi pipi chubby kesukaannya. Sayangnya, rencana licik itu gagal. Romi tidak terpancing. Bahkan ia sama sekali tidak berpikiran buruk tentang sikap Lexus padanya. "Gue mau kok! Juga percaya ke lu. Cuma, gue ingin dengar merdunya suara Lexie." Malah dengan jujurnya ia mengakui keinginan. Wajah Lexie langsung memerah, hatinya melambung tinggi, tersenyum kecil dengan manisnya. Senyuman yang dibalas oleh Romi dengan mendorong bahu Lexus ke samping, agar mereka bisa saling bertatapan. Tindakan bodoh, seketika itu kemarahan kembali menguasai Lexus. Dengan kejamnya, ia mendorong Romi ke arah pintu. "Cepat pergi! Beli s**u stroberi dan roti keju!" Tak lupa memerintah juga. "Oke, Bang!! Dadah Lexie~" Romi menjawab dengan riang, pergi sambil cengengesan. Lexie langsung meninggalkan barang-barangnya yang masih berserakan di meja. Mengabaikan Lexus begitu saja, ia berlari mengejar Romi. "Tunggu Romi, kita ke kantin sama-sama saja." kata Lexie. "Kembali Dek!" Refleks Lexus memerintah, menyuruh Lexie kembali seraya berusaha mencengkeram tangan kurus itu. "Cukup Lexus, duduk diam di sini!" Sayangnya tangannya sudah lebih dulu di cengkeram oleh Samantha. Sekalian tubuhnya ditarik paksa dan didudukan ke bangku. "Tapi Sam – " "Ssttt ... kamu sudah janji untuk memberi mereka kesempatan. Tepati janji mu." Lexus langsung bungkam, tidak bisa membantah Samantha. Jarak mereka yang amat dekat itu juga dengan segera mengalihkan fokusnya. Hanya dalam waktu kurang dari 60 detik ... Lexus luluh, diam tidak berkutik. Jantungnya berdegup amat kencang saat arah matanya tepat berada di depan d**a Samantha yang berdiri di depannya. Tangannya mulai gatal untuk menyentuh, tapi tidak ia lakukan. Rasa hormat dan takut dibenci, membuatnya hanya bisa diam mendengarkan segala nasihat yang wanita blonde itu lontarkan. Nasihat yang bahkan tidak sempat singgah di otaknya yang tengah sibuk itu. *** Romi berjalan berdampingan dengan Lexie. Mereka tidak jadi ke kantin, tapi berbelok ke lapangan basket karena Lexie mengatakan kalau abangnya hanya bercanda soal menyuruhnya jajan. "Lexie mau belajar main basket? Aku ajari ya," ucapnya, sedikit menunduk agar bisa melihat langsung ke bola mata Lexie. Perbedaan belasan centil di antara mereka cukup memberi jarak, jarak yang tidak terlalu berarti sebenarnya. Lexie menggeleng dengan imutnya, menolak dengan halus. "Tidak, soalnya Lexie tidak suka olahraga." Romi tidak kecewa kok, dia malah cengengesan lagi, memamerkan sepasang lesung pipit yang memberi kesan manis pada wajahnya. "Kalau gitu, tar kamu lihat aku latihan ya, mau, kan?" "Hu uh, Lexie pasti nonton kok!" Mereka kemudian mengobrol di pinggir lapangan sambil menanti bel jam masuk berdering. Melupakan sekitarnya, seolah-olah dunia hanya milik mereka berdua. "Um ... Lexie, aku mau tanya boleh?" Romi bertanya dengan malu-malu. Niatnya mau mengajak Lexie kencan sepulang sekolah, tapi saat ditatap dengan bola mata belok kesukaannya itu, mendadak Romi jadi gugup. "Iya, silakan," balas Lexie mantap sembari tersenyum tulus. Kyuuung~ Romi terpesona. Mulutnya terbuka agak lebar dengan ekspresi wajah d***u yang malah membuat Lexie makin suka padanya. "Romi lucu deh, Lexie suka," ucapnya begitu saja, istilahnya sih keceplosan. "Aku juga suka banget lho sama kamu!!" Romi melayang lagi, menjerit dengan riangnya. Kini giliran Lexie yang gugup, ia menundukkan kepalanya sambil melirik malu-malu ke Romi. "Terima kasih, tapi memangnya tadi Romi mau tanya soal apa?" "Eh!? Tanya soal apa?" "Ih Romi gitu! Tadi kamu bilang mau tanya sesuatu." "Masa?" "Iya."   Romi terdiam, berpikir dengan keras. Guna mengingat-ingat kembali apa yang ingin ia tanyakan tadi. Setelah 5 menit .... Blush!? Wajahnya memerah malu-malu, mengingat kembali tujuannya yang sempat terlupakan tadi. "Um, aku mau tanya, pulang tar ... kamu mau gak, pergi sama aku? Kita ke mall, ngedance sama-sama di sss. Terus ... kalau ada film kartun lucu, bisa sekalian nonton juga," Ajak Romi, memberanikan diri sampai-sampai tangannya berkeringat dingin. Waktu 10 detik jeda di antara mereka, bagai 1 tahun lamanya bagi dia. Ditatapnya si gebetan penuh harap, dengan puppy eyes andalannya. Begitu juga yang di tanya, si uke semakin menundukkan kepalanya menahan malu, ikutan gugup sembari memilin jari-jarinya gelisah. "M-mau. Lexie mau, tapi izin sama Abang dulu ya," jawab Lexie mantap, setelah dengan susah-payah ia menenangkan diri. Romi tersenyum lebar membalasnya, mengacungkan jempolnya dengan percaya diri. Lupa akan rasa gugup, gundah gegananya barusan. "Sip!!! Nanti kita minta izin sama abang kamu bareng-bareng." Romi berjanji. Tanpa tahu kalau izin dari Lexus, lebih sulit daripada menangkap pokemon legendaris dari sebuah game yang baru-baru ini ia mainkan. *** Pulang sekolah, dengan percaya dirinya Romi menghampiri meja Lexus dan Lexie, tempat yang sebenarnya miliknya. Sebelum akhirnya si abang dengan egoisnya, sambil memaksa untuk bertukar tempat duduk. "Abang~" panggil Romi dengan riangnya, bernada merayu lebih tepatnya. "Cih! Apa maumu?" balas Lexus sambil berdecak kesal, sengaja dibuat bersuara keras agar Romi sadar bahwa kehadirannya amat mengganggu. Tapi namanya saja bocah, begitu ada maunya, segala bentuk penolakan dan sikap kasar mental begitu saja. "Gue mau minta izin ajak Lexie Kencan!" jawab Romi yakin seyakin-yakinnya akan diizinkan oleh Lexus. BRAK!! Refleks Lexus menggebrak meja, menunjuk tepat depan wajah Romi. Sekalian menuduh dengan kejamnya. "KENCAN KAU BILANG!? TIDAK BOLEH! PASTI KAU MAU MEMBAWA LEXIE-KU YANG SUCI KE TEMPAT-TEMPAT BEJATKAN!! PASTI KAU MAU SEENAKNYA MELECEHKAN ADIKKU, KAN!! TIDAK ADA YANG BOLEH MENYENTUH ADIKKU SEHELAI RAMBUT PUN, TANPA IZINKU!!" Membentaknya pula. "Eh? Tidak kok, Bang Lexus kebanyakan nonton sinetron deh! Gak mungkin juga gue grepein Lexie, kan gue sayang banget sama adek lu itu," balas Romi dengan santainya, sambil cengengesan seolah-olah tengah mengobrol santai dengan Lexus. Gebrakan meja, pelototan penuh niat membunuh dan bentakan kasar penuh kecurigaan itu sama sekali tidak ia hiraukan. Seolah-olah mereka tengah mengobrol biasa. "Aku tidak percaya kata-kata sayangmu itu!" desis Lexus, menunjuk tepat di depan jantung Romi. Perlakuan yang Romi balas dengan candaan konyolnya. "Kyaaa!! Abang ngerepein d**a gue!!" Ia menjerit bak anak perawan yang tengah diganggu oleh om-om. Tangan Romi pun, segera ditaruh di depan dadanya, membentuk tanda silang. Sontak Lexus langsung shock, mundur beberapa langkah hingga menyenggol Lexie yang sedang berdiri di belakangnya. "Abang jangan melecehkan Romi, menyentuh d**a itu tidak sopan." Ditambah dengan ucapan Lexie yang sebenarnya tidak punya maksud apa-apa, alias hanya ingin sedikit menggoda Lexus. Namun, bermakna berbeda bila dilihat dari sudut pandang si abang. "Apa!? Dia itu laki-laki, Dek!" bantah Lexus, membela diri saat kesadarannya kembali. Lexie menatap sebal ke Lexus. Walaupun dalam hati ia tengah tertawa geli menyaksikan kepanikan Lexus yang jarang terlihat. Padahal si uke saja yang tidak tahu,  sepanik apa abangnya itu saat mereka terpisah. Romi sudah tertawa ngakak di tempatnya tadi, sedangkan Samantha mati-matian menahan tawa agar tidak menyinggung Lexus. "Jadi kalau sesama laki-laki boleh seenaknya menyentuh? Romi boleh menyentuh Lexie begitu?" "TIDAAAKKK! TIDAK BOLEH! SESAMA LAKI-LAKI JUGA TIDAK BOLEH!" Lexus langsung teriak. Mendengar jeritan Lexus, kali ini Lexie ikut tertawa lebar. Tidak bisa lagi menahan rasa gelinya, menikmati sifat abangnya yang bisa berubah-ubah dengan mudah. Seperti bukan Lexus yang ia kenal. Sosok dewasa dan tegas itu, seperti tidak dimiliki lagi oleh Lexus, jika sudah membicarakan berbagai hal tentang dirinya. "Lu tenang aja, Bang. Gue janji bakal lapor, plus minta izin dulu ke elu sebelum apa-apain Lexie. So, kami boleh pergi ke mall, kan?" Masih dengan keadaan setengah tertawa, Romi menepuk pundak Lexus. Tersenyum lebar dengan mata berbinar-binar. Kembali meminta izin mengajak Lexie berkencan. "Jadi kau mau apa-apakan adikku!?" Tentu saja Lexus tidak mengizinkan. Ia kembali menuduh Romi. "Nggak Kok, gue mana tega," balas Romi tulus, benar-benar tidak punya maksud apa-apa selain mengajak Lexie main ke mall. "Abang sudah dong, jangan berprasangka buruk terus." Di samping itu, Lexie ikut membujuk. Membuat si abang sempat galau. Ditatapnya Samantha, meminta dukungan. "Izinkan saja Lexus, nanti biar mereka pergi dengan supir kita." Namun Samantha malah mendukung Lexie, ikut meyakinkan Lexus lewat bahasa isyarat. Menjanjikan akan mengirimkan beberapa bodyguard untuk mengikuti mereka agar Lexus bisa tenang. Hati sang abang kembali galau. Pikiran saling berbenturan satu sama lain. 1% terbujuk kata-kata Samantha dan 99% mengikuti egonya. "Tidak! Lexie pulang denganku!" Final Lexus saat egonya menang. "Yah ... Abang," keluh Romi, sementara Lexie hanya menurut dengan patuh. Walaupun dalam hati, Lexie harus menahan rasa kecewa. Kehilangan kesempatan menghabiskan waktu berkualitas dengan Romi, laki-laki yang masih ia gantung, sambil menunggu izin berpacaran dari si abang posesif. "Jangan pelit gitulah, Bang. Gue jagain kok, plus antarin sampai masuk ke dalam rumah deh," bujuk Romi sambil gelayutan di lengan kanan Lexus, belum menyerahkan meminta izin. Bahkan sampai ketika ruang kelas hanya berisikan mereka berempat saja, Romi masih belum menyerah juga. "Boleh ya, Abang?" Tak lama, Lexie yang tengah bergelayut di lengan kirinya, ikut membujuk dengan manjanya. Sontak membuat Lexus kembali bingung. Bingung cara menolak tatapan super manis Lexie maksudnya, bukannya bingung memikirkan keputusannya. Sebab ia sudah sangat yakin tidak akan memberikan izin. Di saat itulah ponsel Lexus berdering, membuatnya dengan sangat senang hati menghempaskan pelukan Romi. "Ya. Ada apa, Pa?" jawab Lexus, yang ternyata mengangkat telepon dari papanya. Tentu saja itu membuat Lexie penasaran. Karena sang papa nyaris tidak pernah menghubungi mereka lewat telepon bila tidak ada hal darurat. Sebab ayah kandung mereka itu, lebih suka berkomunikasi sambil menatap langsung lawan bicaranya. Lexie kemudian mendekatkan telinganya ke ponsel Lexus, tindakan yang membuat Lexus dengan amat sangat terpaksa melepaskan pelukannya dan berjalan menjauhi mereka. Lexie cemas, dengan gelisah ia mendekati Lexus. Otomatis Lexus juga berjalan semakin menjauhi, berbicara nyaris berbisik. Hingga akhirnya, Lexus mematikan ponsel-nya, memasang wajah datar. Ekspresi wajah yang semakin membuat Lexie ketakutan. "Ada apa, Abang? Kenapa Papa menelepon?" tanya Lexie. Lexus langsung memasang senyuman palsunya, mengusap kepala adiknya dengan amat lembut. "Tidak apa-apa, Dek. Abang izinkan kamu ke mall dengan Romi, tapi dengan syarat Samantha harus ikut. Pesan taksi saja, atau tunggu orang abang mengantarkan mobil. Mobil kita akan kubawa." Memberi arahan tanpa penjelasan, secara tak sengaja menjaga jarak di antara mereka dengan hati-hati. Tentu saja, Lexie langsung tahu ada hal berbahaya atau sesuatu yang buruk terjadi. Mereka telah bersama sejak lahir, jelas ia telah amat sangat mengenal sifat dan kebiasaan abangnya itu. Digenggamnya tangan Lexus erat-erat, menatap berkaca-kaca pada abangnya. "Jangan pergi, Abang, kan belum punya SIM. Nanti dirazia gimana." Lexie merengek, sengaja menggunakan alasan sepele agar Lexus tidak tahu bahwa ia telah mengetahui begitu banyak hal yang sengaja Lexus sembunyikan darinya. Lexus melepaskan tangan itu, tangan kecil yang selalu ia genggam dengan erat tanpa keraguan sama sekali. "Maaf." Hanya bermodal satu kata, lalu lari meninggalkan mereka begitu saja. Romi kebingungan, Lexie menangis dan Samantha dengan sigap langsung menghubungi beberapa orang. Memastikan ke mana tujuan Lexus dan masalah apa yang ia hadapi sampai-sampai meninggalkan Lexie di tangan Romi yang ia tolak mati-matian beberapa menit yang lalu.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD