Meet

958 Words
Wahai tidur, cepatlah terjaga Agar mimpi buruk ini berlalu segera... Mata amber angel membulat. Kedatangan Gilang mengagetkannya. Seorang pelayan pria berdiri di samping pemuda berambut gelap itu. "Lama banget sih, yang!" Omel Bona. Gadis itu memanyunkan bibirnya. "Lumutan nunggunya tau nggak? Aku sama Angel aja udah habisin satu gelas cappucino." Gilang meringis melihat gelas kosong di depannya. "Macet, yang." Gilang duduk di samping Bona. "Alasan kuno!" Bona mencibir. Gadis itu kembali memesan es cappucino seperti yang tadi dihabiskan Angel. Sementara Angel memesan ice lemon tea kesukaannya. Gadis berambut pirang itu menoleh ke arah Gilang. Pemuda tampan itu memanggilnya. "Kapan datengnya? Nggak bilang-bilang mau balik..." Gilang tersenyum, pemuda itu menyebutkan pesanan pada pelayan. Kemudian menatap gadis di depannya lagi, yang menurutnya tak berubah sama sekali sejak terakhir mereka bertemu beberapa bulan yang lalu. "Mau surprise ya?" Angel menggeleng, gadis cantik itu juga tersenyum. "Angel kan dijemput kak Dinda. Sebulan lagi kan kak Dinda nikah sama bang Jesen..." Gilang mengangguk, dia fokus mendengarkan. Sementara di kepala bersurai gelapnya, Gilang sudah membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di pernikahan itu. Angel yang bertemu dengan Ken, dan gadis itu yang terkejut setelah mengetahui apa yang sesungguhnya telah terjadi pada sahabatnya itu. "Angel diminta kak Dinda jadi bridesmaid." Angel cekikikan membayangkan dirinya memakai gaun putih panjang berjalan di belakang pengantin perempuan yang menuju altar. "Lah gue jadi groomsmen bang Jesen." Gilang juga terkikik. "Bareng Ken sama sepupu-sepupunya." Tawa ceria Angel menghilang berganti senyum luruh begitu nama sakral yang dihindarinya meluncur dari mulut Gilang. Bona yang sejak tadi hanya manyun mendengar keseruan pacar dan sahabatnya dengan tugas masing-masing dipernikahan Jesen dan Dinda nanti, langsung mencubit pinggang Gilang. Membuat pemuda itu mengaduh sambil mengusap pinggangnya. Menatap ngeri pada gadisnya yang melotot garang ke arahnya. Angel yang tadi tampak sedih sekarang kembali tertawa ceria melihat pemandangan di depannya. "Kalian serasi banget sih. Tetap kocak dari dulu." Gilang dan Bona menatap heran pada Angel. Begitu cepat emosi gadis berambut pirang itu berubah. Bona dan Gilang juga tertawa akhirnya. Sampai pelayan datang membawakan pesanan mereka. Ketiga orang itu fokus pada hidangan di depan mereka, sampai suara dering ponsel Gilang mengagetkan mereka. "Ya hallo?" Dengan malas Gilang mengangkat panggilan itu. "Gue di cafe langganan gue lagi makan." "...." "Sama pacar gue lah." Gilang memutar mata coklatnya bosan. "Masa sama kebo." "...." "Berhenti maki-maki gue lu, k*****t!" Gilang tampak kesal. Tapi toh pemuda itu tetap terkikik mendengar suara yang makin meninggi di seberang sana. "Lu yang bete, apa hubungannya sama gue. Jelas nggak ada lah." Angel mengernyit, menatap Bona yang juga menatapnya bingung. Gadis bertubuh agak chubby itu mengangkat bahu tanda tak mengerti. "Bete jangan ngajak-ngajak lah, dude. Males banget gue." Gilang menggeliat tak suka. "Gue lagi bareng Bona, jangan ganggu lu! Bona menyikut siku Gilang pelan, bertanya. Pemuda itu hanya makin terkikik. "Derita lu itu." Gilang tertawa kecil sekarang. "Intinya, lu yakin hati lu aja. Ikutin apa yang hati lu bilang. Karena hati punya tuannya sendiri. Ya nggak, yang?" Gilang mencolek lengan Bona yang sedang asik bicara pada Angel dengan suara pelan. Gilang menaik-turunkan alis tebalnya. "Apaan sih?" Bona memutar mata jengah. "Gombal receh!" Angel cekikikan. Bona dan Gilang selalu bisa membuatnya merasa senang dalam keadaan sedih sekalipun. "Serah lu!" Suara Gilang kembali menarik perhatian Angel. Gadis itu mengerutkan hidungnya menatap Gilang dengan tatapan seekor anak kelinci yang kebingungan karena tersesat. Gilang yang sudah mengakhiri panggilannya segera menaruh kembali ponselnya di meja. Merasa diawasi, pemuda itu menatap Angel yang juga tengah menatapnya. Melihat tatapan itu, membuat Gilang paham mengapa sahabat pirangnya dulu begitu posesif pada gadis di depannya ini. Pantas sahabatnya juga selalu memanggil Angel dengan panggilan kesayangan Rabbit. Angel memang polos seperti seekor anak kelinci. Gilang tertawa melihat tatapan itu. "Ngapain lu liatin gue kaya' gitu, Ngel?" Gilang masih tertawa. "Dasar kelinci lu!" Bona juga tertawa melihat tatapan polos Angel. Apalagi pipi gembil Angel yang menggembung seolah minta digigit. Gemas, Bona menjulurkan tangannya mencubit pipi Angel. Ken mendengus kesal. Pemuda berambut pirang itu meninju guling kuat sebelum melemparkan guling malang itu entah kemana. Gilang mematikan sambungan telpon mereka sepihak saat dia masih bicara. Sialan Gilang! Seandainya dia ada disini, Ken pasti akan mencekik sahabat sejak SMU-nya itu. Gilang ada di cafe langganannya kan? Dan Ken sudah sangat hapal dimana cafe langganan sahabatnya itu. Tapi Gilang sedang bersama Bona. Fvck! Persetan dengan Bona. Dia sedang memerlukan sahabatnya sekarang. Setelah dipusingkan dengan tingkah Egha yang semakin alay dan lebay menurutnya, Ken memerlukan Gilang untuk berbicara dari hati ke hati sebagai sesama pria. Wait. What?! Apa katanya tadi? Dari hati ke hati? Sesama pria? Astagaaa, Ken menggeliat jijik. Jangan sampai dia tertular virus lebay Egha. Big no! Ken menggeleng keras. Cepat pemuda itu menyambar jaket dan kunci mobilnya. Dia akan menemui Gilang di cafe langganan sahabatnya itu. Angel mengaduk es lemon tea-nya saat panggilan masuk ke ponselnya. Segera gadis itu mengangkat panggilan yang datang dari Bunda itu. "Iya, Bun. Soon." Hanya kata-kata itu yang terdengar. "I'll home now. Bye." Angel menutup panggilannya dan memasukkan ponsel ke dalam tas selempang kepala panda-nya. "Pulang, Ngel?" Tanya Gilang melihat Angel membereskan barang-barangnya. Angel hanya mengangguk. Gadis itu masih memasukkan headset ke dalam tas mungilnya. "Gue baru juga dateng." Gilang memanyunkan mulutnya. "Bunda nunggu Angel di rumah." Angel tampak menyesal. "Sowwy." "It's okay lah, Ngel." Bona memaklumi. "Salam buat Bunda ya." Gadis itu tersenyum. Angel mengangguk. "Angel duluan ya. Bye." Gadis itu melambai kemudian berbalik. Melangkah dan... Bugh! "Kalo jalan pake mata bukan pake dengkul!" Angel mengusap pelipisnya yang membentur benda keras bersamaan dengan terdengarnya suara baritone itu. Angel yang menunduk terkesiap. Gadis itu membatu. Sampai kapanpun dia tidak akan pernah melupakan suara itu. Suara besar itu suara yang selalu membuatnya tenang dalam keadaan apapun. Suara yang selalu dirindukannya. Suara itu suara... Ken! Angel menengadah cepat menatap tubuh tinggi besar yang menjulang di depannya itu. "K-Ken..."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD