1. My Childish Girl

1184 Words
Jika tidak ingin berusaha untuk bertahan, maka jangan datang dengan kasih sayang lalu pergi dengan cara yang tidak sopan. *** Pagi yang sama namun dengan keadaan dan suasana yang berbeda. Rainaya, seorang gadis berparas rupawan terlihat merengut kesal di depan halaman rumahnya. Entah kenapa, pagi-pagi sekali ia sudah di buat kesal oleh kekasihnya. Kekasih tampan, pintar yang merupakan putra tunggal dari keluarga pengusaha ternama. Seperti saat ini Rainaya terlihat tengah menunggu Erza yang katanya akan datang untuk menjemputnya. Ya, Erza lah namanya. Erza Jeon Cantwell. Hubungan mereka sama seperti pasangan lainnya, setidaknya pada bulan pertama. Hingga akhirnya, sebuah kenyamanan membuat Naya mengeluarkan sifat aslinya. Erza cukup kaget dengan sifat-sifat baru itu, tapi ia sadar dan ia paham betul tentang apa itu hubungan. Ia tidak pergi, ia justru mencoba untuk memahami. Tin...tin... Naya yang sedari tadi mengotak-atik handphonenya beralih menatap sosok yang sedari tadi dirinya tunggu. Erza datang dengan wajah tampan dan sebuah senyuman. Erza jarang sekali bicara. Berbanding terbalik dengan seorang Naya. Naya berjalan menghampiri Erza yang sudah membukakan pintu untuk mempersilahkan Naya masuk. Tanpa bicara, hanya senyuman dan sebuah usapan lembut dikepala Naya. Usapan itu berhasil menghilangkan rasa kesal Naya yang sedari tadi menunggu kedatangannya. "Makasih yah.." ucap Naya dengan senyum terbaiknya, Erza mengangguk dan kembali memasuki mobil kemudian melajukanya dengan kecepatan normal. "Za cepetan dong nanti kita bisa telat!..." seru Naya menatap ke arah Erza yang fokus pada jalanan. "Zaaa ih ngomong dong!" Kesal Naya saat Erza sama sekali tidak menggubrisnya. "Nggak Nay, kita gak bakalan telat kamu tenang aja okay?" sahut Erza dengan senyumannya. Senyuman itu tidak bekerja. Naya terdiam dan memutar bola mata sebal "Jangan ngambekan, nanti aku tinggalin loh..." Goda Erza seraya mencolek hidung Naya. "Apaansih, kalo mau ninggalin ya pergi aja..." Ujar Naya yang masih dalam mode kesal. "Beneran?" Naya mengerutkan keningnya, "Erzaaaa kamu nyebelin pagi ini, ya nggaklah! Awas aja kalo kamu ninggalin aku." Geram Naya sembari menunjukan kepalan tangan mungilnya sebagai ancaman. Erza hanya terkekeh pelan, "udah nyampe. See gak telatkan?" ucap Erza yang kemudian turun dari mobilnya, begitupula dengan Naya. "Ayo aku anter ke kelas." Ucap Erza seraya menarik lengan Naya dengan lembut. Sepenjang perjalanan menuju kelas, Naya tak henti-hentinya memandang wajah Erza dalam diam. "Kenapa heum?" Tanya Erza yang kemudian beralih yang tadinya menggenggam erat lengan kini ia merangkul pinggang Naya mesra. "Gak papa" jawab Naya seraya menggelengkan kepalanya pelan, "Aku cuma inget Kakak aku aja, kalo dia masih ada, pasti sekarang dia udah seumuran kamu." Lanjutnya yang terdengar seperti sebuah lirihan. Erza mengecup puncak kepala Naya dengan lembut dan, "Jangan bahas itu okay.." Naya kembali tersenyum dan mengangguk paham. "Kamu gak mau aku sedih yah?" Tanya Naya dengan polosnya. "Udah sampe, masuk dan belajar. Jngan bikin ulah!" Ucap Erza seraya membelai lembut helaian rambut Naya dan menyelipkan kebelakang telinganya. "Aku gak pernah bikin ulah tuh." Protes Naya seraya melipat kedua tanganya di depan d**a dengan bibir yang mengerucut. Gemas. "Kalo bukan disekolah udah abis tuh bibir!" Pikir Erza yang gemas melihat tingkah kekasihnya itu. "Jangan kesel-kesel terus. Aku ke kelas yah, dah..." Ucap Erza, namun Naya malah semakin menyiratkan kekesalanya. "Hey, kenapa sih?" Erza terkekeh geli melihat tingkah gadis kecilnya ini. Erza kembali mengelus lembut helaian rambut Naya, "Maaf kalo aku udah bikin kamu kesel..." Naya langsung saja tersenyum. "Ya udah aku masuk yah, daah love you!" "Iya," sahut Erza. Setelah Naya benar-benar masuk ke dalam kelas, Erza terlihat menggelengkan kepalanya heran. Bisa-bisanya mood seseorang se-swing itu. Dan Erza pun berlalu. Sifat itulah yang baru Erza ketahui. Marah, kesal, sedih, manja, bawel dan keras kepala bisa dengan mudahnya datang bergantian dalam satu hari pada kekasihnya. Erza selalu berhati-hati dalam setiap tindakan dan ucapan, tapi sekarang tidak lagi. Bagi Erza, Naya harus belajar untuk mendengarkan dan bersikap dewasa di saat ada orang yang memberikan saran. Dan berani meminta maaf di saat dirinya salah. Childish. Kalimat itulah sempat Erza lontarkan pada Naya, kalimat itu pula yang paling Naya tidak suka. Naya dan Erza terpaut usia dua tahun. Naya baru saja menginjak 16 tahun dan Erza 18 tahun. Namun di sekolah, mereka hanya berbeda satu tingkatan saja, Naya kelas 11 dan Erza kelas 12. Sesampainya di dalam kelas, tanpa banyak bicara, Erza menyimpan tasnya dan duduk tepat di samping sahabatnya. "Syuut...si cogan kenape tuh?" bisik seseorang. "Senyum kali bang.. biar aura positifnya keluar ya gak, Sul?" Ujar Alando yang merupakan teman sebangku Erza. "Sul-sal-sul dikira gue bisul, panggil gue Sam!" Protes Samsul berusaha sekeren mungkin. "Njir bangke, nama lu kan Samsul! Sah-sah aja gue manggil lu Sul!" "Serah lu..." Sahut Sam. "Za lo abis nganterin Naya kan?" tanya Aland, terdengar lebih serius. Erza beralih memandang kearah Alan, "ya, kenapa?" "Tapi kok, lu gak liat Aland. Dia kan ada disana." Heran Samsul, sedangkan Aland hanya mengernyitkan dahinya mendengar namanya disebut-sebut. "Enggak." Sahut Erza yang membuat Samsul mengubah ekspresinya. "Njir, simpel bener tuh mulut. Yang interesting dong wah beneran tadi Alan ada dikelas Naya? Gitu dong." Ujar Samsul yang tak mendapatkan sahutan apapun. "Emang lo mau ngapain bawa-bawa gue, gue kan gak ke kelas Naya!" Heran Aland. "Tadinya gue mau ngelucu." Krik...krik.. "Pffttt...ngelucu sama tembok mana di denger lu! Haha." Aland tertawa renyah mendengar jawaban Samsul. "Gua kan mau ngehibur Erza sayang, iyakan thayaang!" Ujar Samsul dengan tingkahnya yang dibuat-buat layaknya perempuan jadi-jadian. Erza bergidik ngeri melihat tingkah Samsul, "jjik sumpah!" Ujar Erza. "Bye ah! Gue mau nyari cecan dan lu!kalo gue lagi sama cewek panggil gue Sam, oceh." Ujar Samsul dengan menunjuk kearah Aland. Samsul pun berjalan keluar kelas, meninggalkan Erza dan Aland. "Za lu sama Naya- "Zaa oy!" Panggil Samsul di pintu kelas. "Apa? Sahut Erza. "Ada Naya!" Serunya menjawab. Erza terlihat menarik nafas berat dan kemudian berdiri untuk menghampiri Naya. "Kena--Naya kamu kenapa?" Yang tadinya biasa, seketika raut wajah Erza berubah menjadi khawatir ketika melihat Naya yang seperti sudah menangis dengan hidung dan Mata yang memerah. Tangan Erza terulur mengusap lembut kekasihnya itu, "kamu kenapa heum?" Tanyanya kembali. "Ituuu masa, ak--aku dibilang kayak anak kecil... padahal dia tau sendiri kalo hiiks.. dia sama aku i--tu seangkatan!" Jawab Naya dengan masih sesenggukan. Erza kembali menarik nafasnya berat, "siapa sih?" "Kariiin..." Erza mengulas senyum dengan harapan akan membuat Mood Naya membaik. "Karinkan emang lebih tua dari kamu. " Ucapnya. "Emang gituh?" Tanya Naya tak percaya. Erza mengangguk pasti, "Umur dia itu udah 17, kamu kan belum." Mendengar itu, Naya terlihat mengangguk-anggukan kepalanya paham. "Oh gitu yah! Yaudah aku balik ke kelas lagi deh," "Ya udah, jangan nangis lagi. Liat tuh hidung kamu sama mata kamu jadi merah, sayang loh." Ucap Erza mencolek hidung Naya dan Naya pun berlalu kembali ke kelasnya. Erza menatap punggung Naya yang mulai menjauh. Erza terlihat menggelengkan kepalanya dan masuk kembali ke dalam kelas. "Lu kuat sumpah." Ucap Aland ketika Erza sudah kembali duduk di sampingnya. Erza hanya terkekeh pelan mendengar itu, "biasa kali." Sahutnya. "Di luar sana banyak cewek yang ngejar-ngejar lo, Za. Dan Lo bertahan sama--" "Lo udah sering bahas ini dan lo udah tau alesannya." Potong Erza dan didetik kemudian lonceng mata pelajaran pertama pun berbunyi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD