Datang Tiba-tiba

2063 Words
Setahun berlalu. Pagi hari, Vian terbangun dan menatap ke arah jendela kaca yang terbuka lebar itu. Matahari belum terlihat jadi tidak terlalu silau juga. Setidaknya itulah yang saat ini dipikirkan oleh Vian. Hari ini dirinya tidak terlalu sibuk tapi dirinya memiliki rencana untuk berkeliling dan membeli sesuatu untuk oleh-oleh saat pulang nanti. Sebenarnya tiga bulan lagi Vian sudah bisa pulang karena dirinya yang belajar cukup giat dan juga membuat orang yang mengajarinya itu semakin semangat dalam menceritakan berbagai hal pada Vian. Vian bangun dari tidurnya dan berjalan ke arah kamar mandi, entah kenapa mengingat jika dirinya akan pulang sebentar lagi membuat dirinya senang saat memikirkannya. Apalagi dirinya sebentar lagi akan bertemu dengan wanita pujaannya. Setelah tiga puluh menit, Vian pun keluar dari kamar mandi dan berjalan ke arah almari bajunya dengan handuk yang melilit di tubuh bagian bawahnya. Satu persatu pakaian ia pakai dan menempel sempurna di tubuhnya yang atletis itu. Setelah selesai mengganti pakaiannya, Vian pun berjalan ke arah meja rias untuk merapikan rambutnya yang mulai memanjakan itu. Di dalam mobil Vian mengambil earphone dan menempelkannya di telinganya, setelah itu dirinya menggeser icon hijau yang ada di ponselnya untuk mengangkat panggilan dari kakaknya. "Hari ini libur bukan? Kamu masih tidur?" Suara kakaknya Gibran yang terdengar memburu Vian tersenyum tipis. "Aku sudah bangun kak, ini mau pergi untuk membeli sesuatu sebagai hadiah untuk kalian nanti." Jawab Vian dengan suasana hati yang sangat baik. "Syukurlah, tadi gurumu menelpon ku mengatakan jika kamu sudah bisa mengelola rumah sakit mu sendiri. Jadi jika kamu mau pulang lebih cepat juga tidak apa-apa. Dia juga mengatakan jika nanti akan datang untuk melihatmu mengoperasikan rumah sakit itu." Kata Gibran memberitahu adiknya itu. "Terima kasih infonya kak." Jawab Vian dengan singkat. "Apa kakak sudah menemukan Hana?" Tanya Vian yang tidak pernah lupa menanyakan hal itu pada kakaknya saat keduanya tengah berbicara lewat telpon seperti ini. "Belum, kalau kamu tidak sabar mending pulang lebih awal." Jawab Gibran yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Vian. Sambungan telponnya pun terputus, Vian kembali fokus pada kemudinya dan melajukan mobilnya dengan sedikit lebih cepat. Sesampainya di mall Vian sedikit risih saat dilihat oleh wanita-wanita bule yang mengunakan pakaian minim dan juga sangat ketat itu. Melihat mereka tentu saja Vian ingat pada Hana. "Jangan sampai dia berubah seperti ini," gumam Vian dalam hati seraya menatap ke arah gelang yang masih melingkar di tangannya. Vian menaiki eskalator dengan tenang, matanya menatap ke arah sekitar yang sangat ramai itu. Dirinya benar-benar bingung harus membeli apa untuk wanita itu. Di rumah sakit. Saat ini Hana dan Cinta tengah istirahat setelah melakukan berbagai hal yang cukup melelahkan. Cinta menatap ke arah Hana dengan kesal karena wanita itu sedari tadi hanya melihat ke arah gelangnya saja. "Kamu berniat menjualnya?" Tanya Cinta pada Hana. Hana yang mendengarnya pun menoleh dan menggelengkan kepalanya pelan. Saat ini yang ia pikirkan adalah janji yang ia berikan untuk mamanya. Sudah setahun berlalu dan Vian masih tetap tidak ada kabarnya. Sedangkan dirinya sudah berjanji pada mamanya akan mencoba menerima laki-laki lain setelah setahun berlalu. "Lalu kenapa?" Tanya Cinta lagi. "Sepertinya kita memang tidak berjodoh, kamu tahu sendiri kalau kesehatan Mama kembali memburuk. Sedangkan laki-laki ini juga tidak kunjung datang untuk mencariku." Jawab Hana yang langsung saja membuat Cinta mengulurkan tangannya untuk menepuk bahunya pelan. "Tunggulah sebentar lagi, kamu lihat saja diriku yang sudah mendapatkan kakak iparku. Benar-benar menggelikan saat mengingat aku memaksanya untuk menikahi ku." Kata Cinta memberikan semangat untuk sahabatnya. "Oh iya, aku tadi mendengar jika salah satu petinggi rumah sakit ini datang ke sini. Katanya istrinya sakit." Lanjut Cinta memberikan info yang tadi ia dengar dari orang lain. "Ternyata mereka mendirikan rumah sakit karena ada pihak keluarganya yang sakit. Aku benar-benar salut deh. Meskipun para pasien tidak membayar banyak tapi mereka membayar kita lebih baik daripada rumah sakit lainnya." Kata Cinta lagi. Jujur saja, sudah lama saat Cinta mengagumi pemilik rumah sakit ini. Bagaimana tidak? Dari gosip yang ia dengar orangnya benar-benar sangat baik dan juga tidak ada sedikitpun gosip buruk tentang orang itu. Membuatnya merasa jika Tuhan benar-benar mengirimkannya orang baik untuk orang-orang yang tidak mampu sepertinya. "Aku juga mendengarnya," jawab Hana pelan. "Kamu tidak ingin datang dan melihatnya?" Tanya Cinta lagi. Hana menggelengkan kepalanya pelan, bagaimana mungkin dirinya memiliki keberanian untuk datang dan melihatnya. Meskipun dirinya bisa menebak siapa yang datang, tetap saja dirinya tidak berani untuk mendekatinya. Suara panggilan untuk keduanya membuat Cinta segera bangun dari duduknya dan berlalu lebih dulu meninggalkan Hana. Dirinya sudah mendapatkan teguran dari banyak orang karena terlalu banyak bersantai. Hana dan Cinta langsung saja memasuki barisan yang ada di aula rumah sakit, keduanya sebenarnya tidak tahu apa yang sedang terjadi tapi yang pasti semua orang saat ini tengah berkumpul di aula. "Ada apa?" Tanya Cinta pada teman rekannya yang berdiri di sampingnya. "Ada kabar jika pemilik rumah sakit sudah datang, dan kita di sini untuk menyambutnya." Jawab rekan kerjanya itu yang langsung saja membuat Cinta menoleh ke arah Hana. "Akhirnya pemilik rumah sakit menunjukkan wajahnya, aku benar-benar penasaran siapa mereka." Bisik Cinta pada Hana. Hana yang mendengarnya pun memilih untuk tersenyum tipis dan kembali menatap ke depan. Hana menelan ludahnya kasar saat melihat kakak Vian dan juga mamanya sudah ada di depannya itu. Benar bukan, rumah sakit ini memang milik mereka. Di saat Gibran membuka suaranya, Hana yang gugup tentu saja hanya bisa menundukkan kepalanya sambil memainkan gelangnya. Dirinya benar-benar seperti pencuri yang takut ketahuan oleh pemiliknya. "Hari ini saya datang sebagai perwakilan dari pemilik rumah sakit yang asli. Karena sangat mendadak, kalian pasti merasa sedikit tertekan." Kata Gibran mengatakan kata-katanya. "Sebenarnya petinggi rumah sakit yang asli masih dalam perjalanan, jadi mohon maaf jika kalian akan menunggu sedikit lebih lama." Lanjut Gibran lagi. "Ish," Hana mendesis pelan saat melihat gelang yang ada dipergelangan tangannya jatuh ke bawah. Hana menundukkan tubuhnya dan mengambil gelangnya itu, membuat Cinta kesal karena Hana tidak bisa diam dan menyimak saja. Hana kembali berdiri dan menoleh ke arah Cinta. Mengatakan pada wanita itu jika dirinya akan ke kamar mandi sebentar. Cinta sebenarnya ingin menahan kepergian Hana, hanya saja dirinya tidak berani bergerak lebih banyak lagi di saat seniornya mulai melotot ke arahnya itu. Hana membalikkan tubuhnya dan berjalan melewati rekan kerjanya dengan sopan. Bersamaan dengan kepergian Hana, di saat itu juga Vian datang dan bergabung bersama kakak dan juga mamanya. Suara tepuk tangan meriah membuat Hana yang sudah cukup jauh dari aula menoleh, tersenyum tipis karena akhirnya dirinya melewatkan sambutan petinggi rumah sakit begitu saja. "Mohon bantuannya semuanya." Kata Vian yang hanya bisa mengatakan kalimat itu karena sebenarnya dirinya juga gugup saat ini. Tadi setelah sambungan telponnya terputus, tiba-tiba saja mamanya menghubungi dirinya jika kakak iparnya tengah dilarikan ke rumah sakit saat itu juga. Itu juga yang membuat Vian pulang lebih cepat dan mengambil posisinya lebih awal. "Sebenarnya saya masih terlalu muda untuk memimpin, tapi karena nantinya saya akan dibantu oleh kakak saya, jadi saya berpikir tidak apa-apa, untuk itu saya minta bantuannya dari kalian semua." Kata Vian lagi yang lagi-lagi disambut tepuk tangan meriah dari semua orang. "Jika ada yang ingin ditanyakan juga boleh," kata Vian yang langsung saja membuat Cinta mengangkat tangannya. Vian pun menaikkan sebelah alisnya dan menatap lurus ke arah Cinta. "Silahkan," jawab Vian yang langsung saja membuat Cinta menurunkan tangannya. "Apakah anda sudah menikah atau memiliki pasangan?" Tanya Cinta dengan berani. Semua orang bersorak dan mendorong Cinta karena sudah lancang menanyakan hal seperti itu pada atasannya. "Tidak apa-apa, karena saya terlihat muda jadi mungkin saja itu alasan dia bertanya." Kata Vian yang langsung saja membuat Cinta menganggukkan kepalanya pelan dan menatap sombong ke arah teman-temannya. "Jadi, saya belum menikah. Hanya saja saya sudah memiliki seseorang yang akan saya nikahi nanti." Jawab Vian seraya menoleh ke arah mamanya. Gibran sendiri hanya menggelengkan kepalanya saat mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh adiknya itu. Lagi pula adiknya benar-benar tidak bisa melupakan Hana meskipun mereka sudah lepas kontak. Gibran juga ingat bagaimana adiknya itu yang sangat menghindari semua wanita dengan mengatakan jika dirinya sudah memiliki pasangan. Benar-benar pantas diacungi jempol oleh Gibran. Selain dirinya, istrinya Starla pun juga sangat suka dan menyanjung adiknya dengan bangga. "Apa ada yang ingin ditanyakan lagi? Jika tidak saya akan pergi untuk melihat kakak ipar saya yang juga dirawat di sini." Tanya Vian yang langsung saja dijawabi gelengan oleh semua orang. "Kalau begitu terima kasih atas waktunya, kalian bisa kembali ke pekerjaan masing-masing." Kata Vian mengakhiri pertemuannya. Vian, Gibran dan juga Tasya berjalan meninggalkan kerumunan. Ketiganya berjalan lebih cepat untuk menuju kamar VIP yang saat ini ditempati oleh Starla. Hana yang masih ada di kamar mandi pun hanya bisa menghela napasnya pelan seraya menatap ke arah gelangnya yang putus itu. Sudah sedari tadi dirinya mencoba untuk memperbaikinya tapi tetap saja tidak bisa. "Sepertinya kita memang benar-benar tidak berjodoh." Gumam Hana dengan suara pelan. Hana pun mengantongi gelangnya dan berjalan keluar dari kamar mandi, matanya menatap ke arah tiga orang yang berjalan ke arah lain dengan beberapa pengawal yang ada di belakangnya. "Aku ketinggalan informasi," gumam Hana pelan seraya berjalan kembali ke tempatnya. Sebenarnya Hana sangat kesal pada dirinya sendiri yang tidak bisa melakukan apa-apa itu. Padahal jelas-jelas dirinya harus menjadi pegawai yang baik agar tidak didepak keluar, tapi tetap saja dirinya tidak bisa karena ada saja hal yang membuatnya seperti ini. "Terima saja nasibmu Hana." Kata Hana lagi pada dirinya sendiri. Setelah bubar meninggalkan aula, Cinta pun berlari ke arah toilet untuk mencari sahabatnya itu. Dirinya akan bersombong diri karena melihat petinggi rumah sakit yang tampan itu. Dirinya benar-benar akan pamer pada Hana yang selalu didekati banyak cowok tampan itu. "Anjir, gue kelewatan." Kata Cinta kesal saat Hana melewatinya begitu saja. Cinta memutar tubuhnya dan berjalan di samping wanita itu dengan tersenyum lebar. "Petinggi rumah sakit ini ternyata sangat muda dan juga tampan." Kata Cinta mulai bergosip. "Aku tahu, tapi dia sudah memiliki pasangan bukan." Jawab Hana yang langsung saja membuat Cinta terkejut saat mendengarnya. Tentu saja keduanya membicarakan orang yang berbeda. Jelas-jelas Cinta tengah menyinggung soal Vian, tapi Hana malah kembali pada Gibran. Benar-benar tidak bisa dipercaya. "Bagaimana kamu tahu? Kamu mengenal mereka?" Tanya Cinta dengan cepat. "Sepertinya kita harus kembali kerja lagi." Kata Hana memilih untuk mengabaikan pertanyaan yang diajukan oleh Cinta. Cinta yang kesal pun hanya berdecak pelan, tentu saja Cinta tidak akan berhenti sampai dirinya benar-benar mendapatkan jawaban dari Hana nantinya. Di ruangan Starla, Gibran dan yang lainnya tengah berdiri dan mengelilingi ranjang yang saat ini ditiduri oleh Starla. "Apakah masih sakit?" Tanya Gibran pelan pada istrinya. "Tidak, hanya sedikit lelah." Jawab Starla seraya tersenyum ke arah suaminya. "Kakak ipar istirahat dulu, bukankah dokter sudah mengatakan jika kakak Ipar tidak boleh banyak bergerak? Lalu kenapa masih bandel?" Tanya Vian yang langsung saja membuat Tasya kesal pada putranya yang marah-marah pada orang sakit itu. "Tidak separah itu kok," jawab Starla yang langsung saja membuat Gibran terdiam. Sudah beberapa waktu ini mereka berusaha mencari pendonor untuk Starla, tapi belum juga ditemukan. Sedangkan Starla sendiri orangnya susah di atur. Jika sakit selalu dia pendam sendiri selama sakitnya tidak parah. Tapi jika sudah seperti ini, semua orang pun merasa khawatir dan juga cemas. Gibran juga mengingat betul bagaimana istrinya yang mengatakan tidak akan pergi dengan cepat. Meskipun seperti itu, Gibran tetap khawatir dan takut jika dirinya akan kehilangan orang yang dia sayang lagi. "Vian bagaimana kabarnya? Sudah bertemu dengan Hana?" Tanya Starla memilih untuk bertanya hal itu pada adik iparnya itu. Starla tidak ingin semua orang hanya fokus padanya dan mengabaikan yang lainnya. Bahkan Vian baru saja datang dengan tergesa-gesa, pasti adik iparnya itu juga sangat lelah dan butuh istirahat. "Aku baik kak, masalah Hana aku bisa mencarinya nanti. Sekarang kakak ipar jangan memikirkan tentang Vian lagi." Jawab Vian seraya memegangi tangan kakak iparnya dengan rasa kasih sayang. Semua orang akan memperlakukan kita dengan baik jika kita juga memperlakukan mereka dengan baik. Sebagai contohnya Vian yang selalu mendapatkan perhatian lebih dari kakak iparnya itu. Untuk itu dirinya terpaksa pergi terburu-buru karena khawatir saat mendengar kabar kakak iparnya yang tumbang itu. "Kamu sudah berapa lama kehilangan kontak dengannya, jadi segera cari dia agar kamu tidak kehilangan dia." Kata Starla menasehati. "Vian tahu, terima kasih karena sudah mengingatkan Vian lagi." Jawab Vian yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Starla. "Sekarang tidurlah lagi, jangan banyak bicara. Vian juga dokter, pasti dia tidak suka saat melihatmu tidak mau istirahat ini." Kata Gibran pada istrinya. Starla pun mengangguk dan mulai memejamkan matanya lagi. Siang ini matahari cukup terik jadi membuat ruangannya terlihat sedikit terang karena korden yang terbuka lebar itu. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD