Alhamduillah baik, Ren. Ada apa?
Sebuah pesan masuk . Reni segera melihat ke arah pesan itu. Dengan buru-buru dibalasnya dan mengirimkannya.
Aku pengen ketemu, kangen nich. Aku main tempat kos kamu, ya? Reni pikir lebih sopan jika meminta tolong dengan bertatap muka.
Reni dan Tasya memang dulu sangat akrab ketika keduanya sama-sama bekerja di pabrik yang sama. Jadi, sudah tak segan lagi bagi Reni untuk bertemu.
Boleh-boleh aja. Kapan kamu mau main?
Besok gimana? Reni benar-benar tidak sabar ingin tahu tentang Tari.
Sebenarnya dia ingin hari ini juga, tapi mengingat hari sudah sore, diurungkannya niat awalnya.
Oke, deh. Besok aku pulang jam 4.
Oke.
Reni meletakkan kembali ini handphone-nya. Suaminya kini sedang mandi. Matanya mencoba mencari benda pipih milik suaminya, tapi di mana pun tak dilihatnya.
"Sepertinya Mas Dani sudah mulai main kucing-kucingan," lirihnya.
***
Reni sudah bersiap akan pergi menemui Tasya. Kali ini dia akan meminta bantuan sahabatnya itu, meski terpaksa dia harus bercerita tentang aib suaminya.
"Mau ke mana, Ren?" tanya Halimah pada Reni, ketika dilihatnya menantunya itu mengeluarkan motornya dari dalam rumah.
"Ketemu temen, Bu," jawab Reni singkat.
"Ow ... bukan temen laki-laki, 'kan?" Halimah sedikit curiga karena tak biasa-biasanya Reni keluar rumah. Anak itu lebih suka berdiam diri di dalam kamar ketimbang keluar rumah.
"Nggak, Bu. Saya belum serendah itu." Meski geram karena merasa dituduh, Reni tetap berusaha tersenyum pada mertuanya itu.
"Ya udah sana. Jangan kemaleman pulangnya." Reni hanya megangguk.
Jika ada pengelompokan mertua jahat dan baik, mungkin Halimah ada di tengah-tengah. Dibilang jahat, nyatanya belum sejahat mertua-mertua yang ada di cerita novel. Mau dibilang baik juga susah, karena sukanya julidin Reni yang tidak kunjung hamil dan hanya menganggur di rumah.
Tentang kehamilannya, Reni berniat untuk menutupinya terlebih dahulu. Dia ingin tahu sampai sejauh mana suaminya itu akan berbohong.
Reni melihat ke arah jam di gawainya. Jam empat kurang seperempat. Dia janjian dengan Tasya untuk menunggunya di warung makan depan pabriknya. Sembari mengawasi siapa tahu dia menemukan pemandangan yang menarik.
Nampak lautan manusia berdesakan agar dapat keluar lebih dulu. Padahal pintu gerbang pabrik itu sudah dibuka sedemikian lebarnya, tapi tetap saja mereka seakan berebut untuk keluar.
Netra Reni tak lepas dari arah pintu keluar itu. Kebetulan posisi warung tempat janjiannya dengan Tasya berada pas di depan gerbang masuk pabrik itu. Dan dia memilih duduk pas menghadap ke arah sana.
Sambil mengaduk-aduk es jeruk yang ada di hadapannya, hatinya pun sedikit gelisah. Takut jika dia benar-benar melihat suaminya itu bersama wanita lain.
"Heh! Ngelamun aja!" Sebuah tepukan di bahu mengagetkannya. Dia mengalihkan pandangannya ke arah bahunya yabg ditepuk. Seorang wanita seusianya bediri dengan tersenyum di sampingnya.
Reni pun membalas senyuman wanita itu. "Hai, Sya."
"Udah lama kamu, Ren?" Tak lupa mereka cipika cipiki sebagai tanda sambutan.
"Nggak juga. Belum nyampai satu jam," jawab Reni diiringi candaan.
"Hu ... dasar!"
"Kamu mau minum apa? Atau mau makan sekalian? Biar aku traktir," tawar Reni pada Tasya.
"Boleh, deh." Sebagai makhluk penghuni kos, tawaran traktiran layaknya tetesan embun di pagi hari. Nggak boleh disia-siakan.
Mereka pun makan sambil mengobrol tentang kenangan-kenangan dulu ketika mereka menjadi rekan kerja dulu, sekitar lima tahun yang lalu.
Hati Reni sedikit terhibur bisa bertemu lagi dengan Tasya. Memang sudah lama mereka tidak bertemu.
"Oh iya, Sya. Sebenarnya aku mau minta tolong ama kamu." Reni memberanikan diri untuk meminta bantuan sahabatnya itu.
"Apa?" Tasya menghentikan aktifitasnya meminum es jeruk. Netranya kini tajam menatap Reni.
"Kamu masih inget suamiku nggak?" Memang Tasya sempat melihat Dani beberapa kali saat menjemput Reni pulang kerja, tapi rasanya dia tidak terlalu paham dengan lelaki itu. Pasalnya dia hanya sepintas melihat suami temannya itu saat malam, waktu pulang kerja dan itupun sudah lama sekali.
"Inget nggak inget, sih. Emangnya kenapa?" Tasya penasaran dengan bantuan apa yang bisa diberinya pada sahabatnya itu. Terus kenapa melibatkan suaminya.
Reni mengeluarkan benda pipih miliknya. Dia membuka galeri foto miliknya.
"Ini!" Wanita itu menyodorkan sebuah foto pada wanita yang ada di hadapannya.
"Ini 'kan Mas Dani." Tasya tampak mengernyitkan dahinya. Tampaknya dia kenal sosok yang ada di gambar itu.
"Kamu kenal?" Reni sangat antusias ketika Tasya langsung mengenali gambar suaminya.
"Iyalah. Kita satu bagian. Ini suami kamu?" Tasya ganti bertanya.
Reni mengangguk. Mungkin Allah sedang berpihak padanya.
"Ada yang namanya Tari, nggak?" Tak ingin berlama-lama menahan rasa penasaran, akhirnya Reni langsung menanyakan tentang Tari pada sahabatnya itu.
"O ... Tari. Dia anak baru, belum lama sih. Paling sekitar sebulanan. Kenapa?" Tasya pastinya penasaran dan menduga-duga. Dan apa yang diduganya memang itulah yang hendak ditanyakan Reni.
"Mereka dekat?" Rasanya perasaan Reni tak karuan saat menanyakan hal itu. Hatinya terus berdoa agar jawaban Tasya tidak seperti yang ada di pikirannya.
"Ehm ... gimana ya ngomongnya?" Tasya tampak menggigit bibir atas dan bawahnya bergantian. Dia takut apa yang diketahuinya akan membuat sahabatnya terluka.
"Ngomong aja. Aku nggak papa." Reni berusaha tersenyum pada Tasya, agar wanita itu tidak merasa terbebani.
"Setahuku mereka memang deket, sih. Sering banget kelihatan berduaan." Tasya tidak tahu apakah dengan mengatakan kebenarannya itu hal yang benar atau salah.
Jika berbohong dia takut dosa, tapi jika berkata jujur takut hubungan Reni dan suaminya menjadi tidak baik.
"Tapi, jangan bilang aku yang ngomong, ya. Kutakut Mas Dani bakal ngamuk ama aku." Wajah Tasya terlihat begitu gelisah.
"Tenang aja, Sya. Aku nggak bakal bawa-bawa kamu." Reni menggenggam tangan Tasya agar wanita itu tidak khawatir.
"Bisa nggak, kapan-kapan kamu fotoin dia. Nanti kamu kirim ke aku."
"Ehm ... gimana, ya?" Wanita itu nampak menimbang-nimbang permintaan sahabatnya.
"Please, Sya ...." Reni menampakkan wajah puppy eyes-nya.
"Baiklah ... tapi kamu kudu ceritain dulu ada apa sebenarnya. Baru aku bakal bantu kamu."
"Oh, iya. Jika kamu satu bagian ama Mas Dani, apa akhir-akhir ini memang sering lembur?" Dani memang sering beralasan lembur jika pulang telat.
"Nggak. Udah sebulan ini malah nggak ada lemburan," jawab Tasya mantap.
Mendengarnya, membuat d**a Reni terasa nyeri. Berarti selama ini suaminya terus membohonginya.
"Emang kenapa, Ren?" Melihat wajah Reni yang semakin memucat, membuat Tasya sedikit khawatir.
"Kayaknya Mas Dani selingkuh ama Tari, Sya." Reni menguatkan hatinya untuk mengatakan masalah itu.
"Ow ... nggak kaget juga, sih. Aku juga pernah denger desas-desus tentang itu. Tapi dasarnya aku orangnya males ngurusin masalah orang lain, ya ...."
Reni bisa membayangkan bagaimana kedekatan mereka hingga menimbulkan gosip seperti itu.
"Eh itu si Dani, Ren !"