Ch-2 Bibir Jadi Tumbal

1124 Words
Setengah jam kemudian Lusiana keluar dari dalam ruangan, wanita itu memakai gaun yang diberikan oleh Sujaya. Gaun panjang menjuntai sampai ke tungkai, berwarna merah jambu dengan belahan samping sampai ke tengah paha mulusnya. Menampilkan sebagian dua benjolan dadanya. Rambut hitam panjang berombak Lusiana menjuntai jatuh di atas punggungnya yang mulus. Dua anting-anting kecil sepanjang sepuluh sentimeter berayun di bawah kedua daun telinganya, setiap kakinya melangkah. Polesan make up sempurna menambah kecantikannya, sepasang sepatu high heels warna senada dengan gaunnya. Wanita itu melangkah keluar dari dalam kamarnya, seraya membawa tas kecil berisi make up dan ponsel. Sujaya menoleh ke arah suara berasal, dimana terdengar derap-derap langkah kakinya. Begitu manis pria itu tersenyum melihatnya. Lusiana pun tersenyum menatap wajah pria di depannya. Seperti seorang Upik abu yang sedang menyamar, masuk ke dalam sebuah pesta sang pangeran. Mencari cinta sejatinya, begitulah dalam bayangan Lusiana sekarang. Jaya mengulurkan tangan kanannya, disambut uluran tangan dari Lusiana. "Satu lagi!" Jaya mengentikan langkahnya, pria itu mengambil sesuatu dari dalam saku celananya. "Angkat rambutmu sebentar," Bisiknya di telinga Lusi, wanita itu sedikit terkejut. Dia menatap wajah Jaya sejenak, pria itu mengangkat kedua alisnya menunggunya. "Ah iya," Lusiana segera mengangkat rambutnya ke atas, Jaya memakaikan liontin berlian di leher jenjangnya. "Jay?" Lusiana menoleh ke arahnya, wanita itu mendongak menatap wajah pria di depannya itu. "Hem?" Masih tersenyum seperti biasanya, hanya saja Lusiana benar-benar merasa bahwa pria di depannya sekarang bukanlah seorang petugas keamanan real estate. Tapi seorang yang berstatus lebih tinggi dari seorang petugas keamanan. "Ini sangat berlebihan, kamu membelikan semua ini. Berapa banyak uang yang kamu habiskan? Aku akan menggantinya nanti, tapi bayarnya nyicil ya? Kalau aku kembalikan juga gak mungkin kamu kasih ke pacarmu. Barang yang sudah aku pakai." Ucapnya pada Jaya sambil menggaruk kepalanya. "Tenang saja, aku dapat warisan dari kakekku. Gak bakal habis tujuh turunan. Anggap saja ini sebagai ucapan terima kasih dariku, karena sudah mau jadi temanku." Ucapnya tulus lalu menggandengnya keluar dari dalam rumah. Lusiana semakin terkejut karena melihat sebuah mobil mewah sudah terparkir di depan halaman rumahnya. "Kamu?" "Cuma nyewa kok, gak mahal cepek doang! Yuk masuk?" Tersenyum renyah membukakan pintu mobil untuknya. Lusiana melangkah menuju pintu belakang, saat dia hendak masuk ke dalam Jaya menarik lengannya. Dia hampir terjatuh terhuyung karena high heels-nya oleng. "Akkhh! Jay!" Pekiknya, untung Jaya sudah menangkap pinggangnya hingga dia tidak jadi terjembab jatuh ke jalan. "Hati-hati Lus, mobilnya juga gak akan lari kok kalau kamu pelan-pelan masuknya." Kelakarnya masih memegangi pinggangnya. Kini punggungnya sudah bersandar pada d**a pria itu. Ada sepercik rasa yang sulit dicernanya, apalagi saat lubang hidungnya mencium aroma parfum Jaya. Bukan parfum murahan, tapi parfum berkelas dengan edisi terbatas. Lusiana pernah menjadi istri orang kaya, tinggal di real estate dengan rumah megah. Empat mobil berjajar di halaman rumahnya menunggunya untuk dikemudikan olehnya. Dan setelah perceraian dengan Jodi Ellen. Pria itu memberikan uang sebagai ganti dari perceraian, uang tersebut dia gunakan untuk membiayai sekolah putranya juga sebagai modal usahanya. Dia sudah tidak tinggal di kawasan rumah elite, karena terlalu menghabiskan banyak biaya nantinya. "Kenapa?" Tanya Jaya, membangunkan wanita itu dari dalam lamunannya. Pria itu masih memeluk pinggangnya sejak tadi. "Bukan apa-apa!" Ujarnya menarik kedua lengan Sujaya dari pinggangnya. Lalu melangkah menjauh. "Duduklah di kursi depan, apa kamu ingin melihatku ditertawakan, karena mereka berpikir aku adalah sopir pribadimu?" Mendorong punggungnya masuk ke dalam mobil. Sujaya mengikutinya masuk ke dalam, pria itu duduk di belakang kemudi. Dia melihat Lusiana terdiam, entah sedang berada di mana pikiran gadis itu sekarang. Dengan hati-hati Jaya mendekatkan wajahnya, "Jaya! Tunggu aku.." pria itu meraih tali sabuk pengaman kemudian memakaikan pada pinggangnya. "Kenapa? Apa kamu pikir aku pria ber-otak me-sum?!" Seringainya lebar sambil menggelengkan kepalanya berkali-kali. Pria itu mulai menyalakan mesin mobilnya bersiap berangkat menuju hotel mewah berbintang lima, dimana acara pertemuan antara para penulis tersebut diselenggarakan sekarang. Dua puluh menit kemudian mereka tiba di hotel tersebut. Sujaya menggamit pinggangnya masuk ke dalam acara pesta tersebut. Baru pertama kali ini Lusiana datang ke acara jumpa antara para penulis. Dilihatnya para muda-mudi sedang asik ngobrol berdiri sambil menikmati makanan. Wanita itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, matanya tertuju pada pria yang sedang duduk menatap tajam ke arahnya. Pria itu mengangkat segelas anggur di tangan kanannya, kemudian meminumnya habis dalam sekali tenggak. "Kenapa aku mencium firasat yang sangat buruk?!" Gumamnya lirih seraya menatap wajah Sujaya. Pria di sampingnya itu terlihat santai, dia juga terlihat sangat akrab dengan beberapa orang yang hadir di pesta tersebut. Lusiana menghela nafas panjang, dia mencoba menenangkan hatinya. Setiap kali dia melemparkan pandangan mata ke arah pria yang duduk itu, pria itu terlihat tak sekejap mata pun mengalihkan pandangannya ke arah lain. Pria muda, tampan, berkelas, tapi tatapan matanya terlihat sadis. Lusiana sedikit takut terus diawasi oleh pria itu. "Jay? Itu siapa?" Tanyanya berbisik di telinga Sujaya sambil meremas lengannya. Pria itu menoleh ke arahnya dan bibir Jaya hampir mencium bibir Lusi. Jika wanita itu tidak segera menjauhkan wajahnya ke belakang. "Hampir saja, sedikit lagi!" Bisik Jaya dalam hatinya, merasa gemas melihat bibir ranum Lusiana. "Kamu mau ngapain?" Lusiana melangkahkan kakinya satu langkah ke samping. Wanita itu mengerjapkan matanya berkali-kali, menatap wajah gelisah Jaya. "Mau jawab pertanyaan darimu! Apalagi?" Keluhnya karena merasa kehilangan kesempatan. "Ayo jawab saja sekarang?" Dia mencium aroma iseng di wajah Sujaya. "Sini!" Mengancungkan jari telunjuknya agar Lusi mendekat. "Nggak!" "Katanya mau dengar? Nggak mau ya sudah." Bersiap pergi. "Oke, tunggu." Lusiana memegangi lengannya dengan kedua tangannya. Pria itu tersenyum lembut, kemudian berbisik di telinganya. "Dia itu yang menyelenggarakan acara ini." Bisik-nya seraya tersenyum. Sengaja menempelkan ujung hidungnya di telinga Lusi. Lusi segera menarik wajahnya dari bibir Jaya. Wajahnya semakin terkejut! Ketika melihat wajah penuh aura membunuh terpancar pada tatapan mata pria yang sedang dibicarakan oleh mereka berdua. "Jay? Aku mau ke toilet sebentar." "Perlu aku antar?" Tanyanya pada Lusi. "Tidak perlu," wanita itu melangkah menuju toilet yang ada di sana. Dia masuk ke dalam, kemudian bercermin di kaca. "Kenapa pria itu melihatku seperti ingin membunuh? Aku baru pertama kali bertemu dengannya. Ah sudahlah mungkin saja dia salah mengenali orang." Gumamnya pada dirinya sendiri seraya bercermin untuk membetulkan make-up pada wajahnya. "Braaakk! Kalian jaga di luar pintu jangan biarkan seekor semut-pun masuk ke dalam!" Perintahnya pada para pengawal. "Apa telingaku tidak salah dengar? Jangan-jangan ada mafia menerobos masuk ke sini?? Mati aku!" Lusiana buru-buru mengambil tasnya bersiap untuk pergi dari sana. Langkah kakinya terhenti, karena pria itu sudah berdiri berkacak pinggang menatap tajam ke arahnya. Pria itu melangkah maju mendekat ke arahnya. Membuatnya kembali melangkah mundur, "Lina..." Panggilnya sambil terus berjalan mendekat ke arahnya. "Maaf? Aku bukan Lina, aku Lusi, namaku Lusiana.. anda salah.. mmmhhhh!" Pria itu tanpa ragu, meraih kepalanya dan melumat habis bibir tipisnya. "Apa ini? Dia salah mengenali orang???! Sialan bibirku jadi tumbal!!" Lusi memukuli lengannya, tapi ciuman bibir pria tampan itu semakin buas melumat habis bibirnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD