Yes Or No?

718 Words
"Ya, kalian juga bisa cari tambahan orang lain, yang sekiranya bisa diajak untuk tinggal bersama. Sedangkan untuk pilihan lainnya, kalian bisa coba kost yang hanya sewakan kamar perorang. Ya, cuuma dua opsi itu yang aku punya untuk kalian saat ini." Max tersenyum getir ke arah Kim, ia menunggu dengan harap-harap cemas apa hasil pertimbangan Kim. "Gimana Kim, yes or no?"  "Let me think about it fo a while, Pak." "Ok, if you already make any decision, let me know. I do understand your situation, but if want to really press the cost, you guys better find the place your self. Cause now i also can't help a lot. Mending cari rumah sendiri, bisa lihat di gang-gang secara langsung atau dari  koran." Ucap lelaki yang walaupun sudah terlihat berumur ini, masih saja tetap fresh. "Terima kasih banyak, nanti kita akan kabari secepatnya. Maaf sekali lagi kalau bisa kasih jawaban sekarang." "No, it's okay. Udah lama juga kita saling kenal. Anggep aja sekarang lagi nongkrong. Hahaha." Mereka akhirnya tertawa bersama. Dari mereka bertiga, kita bisa tahu bahwa siapapun bisa saja sedang mengalami masalah berat tapi tetap harus bahagia, setidaknya demi kesehatan mental dan juga fisik. "Any way, tadi pas lagi nongkrong di toilet, gak sengaja scroll dan nemuin foto kamu lagi endorse barang ya Kim. Wow, udah mulai jadi selebgram nih." "Ya gitu deh Pak, siapa tahu rejeki saya dari sana. Masi dalam tahap percobaan." Sama dengan Kim, sang agen properti ini juga memiliki pengikut yang lumayan banyak. Gayanya yang kekinian dan wajahnya yang mendukung, sudah pasti jadi aset bagus untuk beliau. "Bagus deh, udah lama sih aku buka endorse, cuma emang yang sekarang lagi naik daun ya postingan soal makanan, atau soal pendidikan gitu. Maklum, orang-orang betah dirumah ya ngapain lagi kalau bukan masak, makan, and repeat." "Jadi iri sama kalian, lah yang sini, bikin instastory penontonnya gak sampe seratus. Itu juga dari temen deket atau keluarga yang lagi gabut. Hz" Max akhirnya ikut nimbrung. "Sebenernya dari fisik dan juga style sih, harusnya gampang buat diri kamu terkenal, Max. Lagian, kerjaanya posting soal screenshot game terus, siapa yang tertarik, somat. Coba posting soal gaya hidup kamu, atau apa kek yang membuat orang tertarik." "Malu ahahhaha. Tapi kalau yang paham game, mereka pasti tau kalo yang ini nih pro," ucap Max sambil menunjuk-nunjuk dirinya sendiri." "Beraninya cuma didepan cewe sih, depan media social cupu. Hahahaha" Tawa kedua pria itupun pecah. "Guys, kayaknya udah waktunya pulang nih. Ada beberapa barang yang udah masuk waktu tepat untuk diposting. See you when i see you, guys. Bye."  Ucap lelaki yang baru saja berhasil menghentikan tawa renyanya bersama Max. "Ok, Pak. Keep in touch ya." "Sure!" "Bye." Kini hanya tersisa Kim dan juga Max, mereka juga tak punya pilihan selain lekas kembali pulang. Tempat ini juga hanya buka saat jam makan siang, dan sekarang waktu sudah hampir menyentuh sore hari. Seperti biasa, kang gocar sudah di book dan sedang menuju ke arah mereka. "Kalau kamu keberatan buat tinggal bareng, mending cari kamar kost aja, Kim. Tapi jangan yang sempit banget juga. Barang-barang kamu juga kan segunung tuh, mana cukup." "Aku pikir-pikir dulu deh. Sebenernya permasalahan utama kita di biaya, jadi kita fokus kesana aja. Kalau soal barang-barang, bisa dibuang atau dijual lagi kan." "Yakali dijual, mana ada yang mau beli barang-barang anak metal kaya kamu. Gak jamin sih." "Apaan sih. Eh, Max. Baru inget, waktu itu kan Kang Dayat sempet pernah nawarin aku tempat tinggal. Kenapa kita gak tinggal disana bareng aja. Toh kan bisa bertiga, mengurangi fitnah juga," mata Kim melebar, pandangannya membulat ke arah Max, berharap lelaki itu akan mengiyakan sarannya. "Nggg-nggak. Udah tau aku sama dia dari dulu musuhan. Kamu tega, Kim" "Ah sial, kenapa harus kepikiran sama Dayat sih. Apa kurangnya aku Kim, Huahhhhh, Kim. Apa kamu gatau kalau dia tuh selama ini teh modus doang sama kamu. Ih, jangan sampe kita tinggal sama dia. Bisa mati cemburu aku. Kimmm Kimmm,"  Teriakan Max menggema di dalam pikirannya sendiri. "Please tolong jangan bawa-bawa Dayat, Kim. Kamu tau sendiri kita udah kaya kucing sama tikus, ya dia lah tikusnya. Eh. Maksud aku mana bisa hidup bareng kalau kita itu gak nyaman. Lagi pula yang selama ini nemenin kamu itu aku, masa iya kamu tega. Pleaseee."  Sekarang giliran mata Max yang membulat, mirip sekali dengan kucing lucu yang sedang merajuk pada pemiliknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD