Kau Milikku

1530 Words
Happy Reading. “Ayo ku antar pulang.” Suara Lukas yang menyusul di belakangnya membuat langkah Arabella langsung berhenti. Dia membalikkan badan, lalu menatap Lukas dengan muram. Dihelanya napas panjang, berusaha tetap sabar dalam menghadapi sikap dominan lelaki itu. “Aku bisa pulang sendiri. Lagipula rumah ku dekat dari sini. Hanya perlu berjalan kaki beberapa menit saja.” Arabella menolak dengan cara halus, tidak ingin membuat Lukas tersinggung. “Tidak. Aku takut terjadi sesuatu padamu. Ini sudah hampir malam dan jalanan pun sepi.” Sambil melangkah ke arah Arabella, Lukas berucap lalu berdiri di depan perempuan itu, menatapnya lekat. Sedetik Arabella terpaku, bingung harus berkata apa. Lukas benar-benar nekat dan keras kepala. Dia menjadi sedikit terbebani, apalagi ketika mengingat bagaimana Lukas yang meminta atasannya langsung untuk menutup kafe ini. Anthonio memang memiliki hubungan dekat dengan Lukas. Tapi tetap saja Arabella tidak enak hati,karena semua itu menyangkut tentang pekerjaannya. “Ayo, apalagi yang kau tunggu.” Lukas hendak beranjak dari hadapan Arabella, namun saat mendapati bahwa perempuan itu masih termenung dengan terpaksa dia mengurungkan niat. Arabella mendongak menatap Lukas sedikit ragu. “Kalau kau memang ingin mengantarku pulang, lebih baik kita berjalan kaki. Aku tidak nyaman duduk di mobilmu.” Lukas mengerutkan kening, perkataan Arabella membuatnya tertegun sekaligus menggelitik hatinya. Bisa-bisanya Arabella menolak duduk di mobilnya yang mewah nan mahal, dan memilih untuk berjalan kaki, yang jelas-jelas jauh lebih tidak nyaman. Terbuat dari apa wanita ini sebenarnya? Kenapa dia sangat berbeda dengan wanita-wanita yang pernah dekat dengannya. Sambil mengulas senyum Lukas akhirnya mengulurkan tangan ke arah Arabella. "Kemarilah. Biarkan aku menggenggam tanganmu." ucapnya lembut. Tetapi tanggapan Arabella sama sekali tidak terduga, perempuan itu bukannya menjawab uluran tangannya, malahan melangkah mundur sambil membelalakkan mata. "A-aku tidak mau. Kita berjalan berjauh-jauhan saja. Aku rasa begitu lebih baik." Arabella berucap takut-takut, suaranya bercampur gemetar. Lukas tergugu karena jawaban Arabella sama sekali tidak pernah dibayangkannya. Matanya menyipit, berpikir keras dalam menyusun kalimat yang tepat untuk membujuk Arabella. Tapi disaat Lukas tengah disibukkan oleh pikirannya sendiri, tanpa sengaja mata coklat Lukas berlabuh ke arah jaket kulit yang menyampir di lengan Arabella. Gerahamnya langsung mengetat. Berengsek Kenzo! Lelaki itu pasti sengaja memberikan jaketnya pada Arabella untuk memancing amarahnya. "Cepat kemari. Jangan keras kepala Ara!" Lukas mengeram tertahan, berusaha mengontrol emosinya supaya tidak meledak. Tatapan tajam itu membuat bulu kuduk Arabella berdiri. Dia menelan ludah, menahan ketakutannya setengah mati. Arabella menatap uluran tangan Lukas sebentar sebelum kemudian mengulurkan tangannya pelan-pelan. Begitu Arabella menyambut uluran tangannya, seulas senyum lebar seketika terbit di bibir Lukas. Digenggamnya tangan Arabella erat lalu menatap sayang pada wanita itu. Senyum Lukas semakin lebar melihat wajah Arabella yang cemberut. Tanpa bisa menahan diri, dia langsung menarik Arabella ke pelukannya dan mengecup dahinya singkat sebelum melepaskannya lagi. "Menurutlah padaku. Aku berjanji tidak akan pernah menyakiti mu." janjinya sungguh-sungguh. Arabella menatap Lukas, kebingungan di wajahnya tampak sangat jelas hingga membuatnya terlihat seperti orang bodoh. "Tapi aku bukan pacar mu. Jangan terlalu memperhatikan ku. Aku tidak suka." sahut Arabella tanpa pikir panjang. Lukas mengangkat bahu. Kemudian mulai melangkah beriringan sambil menggandeng tangan Arabella. "Peduli apa aku. Semakin kau menolak ku semakin gencar aku mengejar mu. Terserah kau mau menganggap ku apa, yang penting kau itu adalah milikku." Lukas terkekeh, memandangi wajah Arabella dari samping. "Darimana kau mendapatkan jaket murahan itu." sambung Lukas tiba-tiba dengan topik lain, hingga membuat Arabella langsung menoleh. "Oh ini... milik kak Kenzo. Dia tadi memberikan ku jaketnya..." "Berikan padaku." Lukas seketika memotong dengan ekspresi tidak suka. "Buat apa." balas Arabella dengan nada kebingungan. Lukas berdecak kesal, geram karena Arabella malah bertanya bukan langsung memberikan padanya. "Aku bisa membelikan mu yang jauh lebih mahal dari itu. Jaketnya jelek, murah, dan aromanya juga tidak sedap. Sepertinya si Kenzo itu sudah lama tidak mencucinya makanya sangat bau." Arabella terdiam, ekspresinya menunjukkan kecurigaan yang sangat akan kalimat Lukas. Tampaknya lelaki itu bukan karena tidak suka dia menyimpan pemberian Kenzo, tetapi ada sesuatu yang membuat Lukas terlihat marah dan semua itu tidak luput dari pengawasan Arabella. Lukas dan Kenzo sepertinya sudah saling mengenal. "Apa.. kau mengenal kak Kenzo?" Pertanyaan itu membuat langkah Lukas terhenti. Begitupun dengan Arabella yang otomatis mengikuti Lukas. Ketika lelaki itu memutar tubuh dan menoleh ke arah Arabella sepenuhnya, ekspresinya tampak menusuk dan penuh kemarahan. Apa yang salah dengan pertanyaannya? Kenapa Lukas menatapnya sangat tajam? "Sejak kapan kau dekat dengan lelaki itu." suara Lukas lebih tepat disebut sebagai geraman mengancam, membuat tubuh Arabella langsung gemetaran. "Aku... tidak mengenalnya. Dia... dia yang tiba-tiba datang untuk menawarkan tumpangan kepadaku tadi." Arabella menelan ludahnya sebelum melanjutkan. "Aku terpaksa mengikutinya. Tapi.. kak Kenzo sangat baik. Dia tidak sejahat yang ku pikirkan selama ini." Sejenak Lukas mematung, matanya masih menatap tajam ke arah Arabella seolah mempelajarinya. Lalu ekspresi keras dan curiganya sedikit melembut. "Jangan dekat-dekat dengannya." Lukas kembali menarik lengan Arabella lembut, melanjutkan langkah mereka lagi. "Karena aku tidak suka. Aku cemburu melihat mu dekat dengan lelaki lain." Arabella tanpa sadar mengulum senyum melihat sikap posesif Lukas. Ada kehangatan yang membanjir benaknya tiba-tiba. Lalu, mata Arabella merendah, menatap tangannya yang digenggam kuat oleh Lukas seolah-olah takut dirinya lari. "Kau... tidak apa-apa jika berjalan kaki seperti ini? Rumahku cukup jauh, dan itu pun melewati gang-gang kecil nan kotor." Arabella mendongak, memandangi Lukas khawatir. Lukas menolehkan kepala pada Arabella, membalas tatapan cemas perempuan itu dengan melempar senyum hangat. "Tidak sama sekali. Malahan aku menyukai suasana seperti ini. Kita tampak seperti sepasang kekasih sungguhan." sahutnya enteng. Rona merah seketika merambat di permukaan wajah Arabella. Dia tersipu malu mendengar kata-kata Lukas itu. Arabella mengigit bibir, menahan debaran jantungnya yang meletup-letup seperti ingin pecah. "Kau kedinginan? Apa kau demam? Pipimu memerah." Lukas mengerutkan kening, mengulurkan tangan hendak menyentuh wajah Arabella. Arabella menggeleng pelan. "Tidak... ku rasa karena aku sudah mengantuk." jawabnya berbohong. Tatapan Lukas menajam, "Benarkah? Tapi aku lihat tadi kau seperti menggigil." tukasnya. "Tidak. Aku baik-baik saja." Arabella menyahut sambil tertawa pelan, meraih tangan besar Lukas yang masih berada di wajahnya. "Aku mungkin hanya kelelahan akibat kurang tidur." Lukas mengawasi ekspresi Arabella seolah menilai. Hatinya masih belum bisa lega mendengar jawaban Arabella. Dia tahu wanita itu selalu saja menyembunyikan kesakitannya. Entah kenapa sejak pertama kali bertemu dengan Arabella, dirinya seolah mengetahui bahwa perempuan itu selalu berusaha bersikap tegar, berpura-pura baik-baik saja. Lukas lalu melepaskan mantel, lalu memasang ke tubuh kecil Arabella, melingkupinya dengan kehangatan yang ditawarkan oleh bulu-bulu lembut itu. "Pakai ini. Aku tidak ingin kau sakit." sambil berucap, Lukas mengancingkan mantelnya dan menarik sampai ke bawah dagu Arabella. Dia lalu mundur satu langkah, mengamati penampilan Arabella dengan teliti. Arabella begitu mungil, tubuh kecilnya seperti ditelan sepenuhnya oleh mantel itu. Lukas mengambil jaket yang menggantung di lengan Arabella, kemudian menyembunyikan ke balik punggung. Sejak tadi Arabella tidak memberikan reaksi apapun. Dia terlalu terkejut sehingga tidak bisa mengatasi keterpanaannya. Barulah setelah Lukas mengambil jaket itu darinya, kesadarannya langsung pulih. Mata Arabella melebar, sekali lagi dilanda keterkejutan saat melihat Lukas yang hanya mengenakan kaos oblong berwarna putih. Cuaca cukup dingin malam ini, dan dia yakin Lukas pun pasti merasakan kedinginan yang seperti menusuk ke dalam tulangnya. "Bagaimana dengan mu. Kau bisa saja masuk angin karena kedinginan." Arabella tanpa sadar mengeraskan suaranya, antara geram bercampur khawatir. "Aku memiliki penghangat alami. Jangan khawatir." Lukas membungkuk, mensejajarkan wajah di depan wajah Arabella. Kening Arabella mengernyit bingung. "Apa maksudmu." "Kau. Kaulah maksudku. Jika aku kedinginan, aku hanya perlu memeluk mu kencang-kencang. Dan dengan begitu aku bisa menghangatkan tubuh ku sekaligus hatiku." Lukas tersenyum tipis, jemarinya bergerak membelai pipi tembam Arabella. "Kau... bercanda. Mana ada seperti itu di dunia ini." balas Arabella malu-malu, mencoba menghindari tatapan Lukas. "Tentu ada. Dan itu adalah kau." Lalu tanpa di duga, Lukas memiringkan kepala kemudian mengecup bibir kecil Arabella. "Gadis kecilku. Aku sangat menggilai mu." Lukas menegakkan punggungnya, dan mengusap kepala Arabella lembut. Dia tak bisa menahan senyum ketika mendapati Arabella termangu, masih terlingkupi suasana magis yang menghantamnya. Arabella mengerjap, menatap ke arah Lukas dengan tatapan linglung bercampur bingung. "Kenapa kau mencium ku lagi." ucapnya kesal, mengetatkan gerahamnya atas tindakan implusif Lukas. "Karena kau adalah milikku. Aku berhak melakukan apapun padamu." sahut Lukas berbisik pelan, melempar tatapan merayu ke arah Arabella. "Tapi bukan berarti kau bisa bersikap senonoh seperti itu. Kau sungguh tidak tahu sopan santun." Arabella mendelik tajam, semakin jengkel akan sikap Lukas yang seolah semena-mena terhadapnya. Lukas menatap Arabella intens. Mengabaikan peringatan keras perempuan itu, dia malah menundukkan kepala kemudian mencuri kecupan secepat kilat di bibir Arabella. "Lukas!" sentak Arabella dengan suara menggelegar. "Astaga kau lebih sering mengamuk hari ini. Sebenarnya apa yang terjadi padamu? Apa kau sedang mengalami siklus menstruasi? Kenapa kau terlihat seperti ingin menerkam ku bulat-bulat." ucap Lukas memprotes sikap Arabella yang menurutnya lebih galak. "Itu karena kau. Berhentilah mencium ku. Kau sangat menjengkelkan." Arabella menatap Lukas tajam sambil mengeraskan rahangnya. Lukas mengedikkan bahu, tidak peduli dengan kemarahan Arabella. "Jangan dekat-dekat dengan lelaki bernama Kenzo itu. Aku cemburu melihat mu dekat dengan lelaki lain. Kau hanya boleh melihatku, aku lebih tampan dari siapapun." Lukas menyombongkan dirinya di hadapan Arabella, mengangkat dagu tinggi-tinggi. "Percaya diri sekali kau ini. Memangnya kau punya hak melarang ku dekat dengan siapa saja." ujar Arabella kemudian. "Tentu saja punya hak. Kau ini pacarku. Milikku. Jantungku. Tidak ada yang boleh memiliki mu selain aku. Kau adalah hidupku." Lukas memberikan penekanan dalam setiap kata, memaksa Arabella untuk menerima keputusannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD